Friday, March 30, 2012

Posted by adriani zulivan Posted on 1:45:00 PM | No comments

Favicon

Merasa kesulitan membuat gambar favicon?

Favicon.Mungkin tidak populer namanya. Ini adalah sebutan untuk gambar yang muncul di tab sebuah halaman. Misalnya foto yang ada di tab dalam window blogku ini.

Ah, susah jelasinnya! Mudahnya begini:
Blogspot asli akan bergambar ikon Blogspot seperti ini:


Sedangkan blogku ini bisa tampil gambar ini:


Nah, bagaimana cara membuatnya? Tinggal cari Favicon di blog design, lalu edit, masukkan foto yang diinginkan. Nah, biasanya, ini tak mudah sebab foto yang diminta adalah square image.

Bagaimana cara buat square image? Mudah! Lihat tautan berikut. Sebelum mengetahui ini, aku sudah mencoba berulangkali tak berhasil. Itu sekitar awal tahun ini, menyerah, dan baru sekarang berhasil. Thanks to Mbah Google :)) *kemana aja?*

Selamat mencoba, ya!

Mlekom,
AZ

Sumber:
http://drtonik.blogspot.com/2011/07/how-to-upload-your-favicon-to-blogger.html

Thursday, March 29, 2012

Posted by adriani zulivan Posted on 6:52:00 PM |

Hasil Pertemuan dengan Pemkot terkait BCB Tentara Pelajar

Tak ada sikap berarti dari birokrat Pemerintah Kota Yogyakarta, dalam hal ini Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta.




Pagi tadi (29/03), untuk sebuah penelitian, aku dan Elanto Wijoyono melakukan wawancara dengan Widiyastuti, Staf Bidang Kebudayaan di instansi tersebut. Kami menyelipkan pertanyaan mengenai pendapat Dinparbud mengenai aksi pembongkaran gedung bekas markas Tentara Pelajar. Berikut komentar beliau:

"Itu kasus sengketa. Dari sisi kasus hukumnya, kami (baca: Dinparbud Kota Yogyakarta) tidak bisa melakukan apapun. Kewenangan revitalisasi ada di Provinsi. Namun dari sisi bangunan, itu memang telah ditetapkan sebagai BCB. Kami tetap pada pendirian bahwa bangunan BCB seharusnya dipertahankan."

Status benda cagar budaya (BCB) ditetapkan di tingkat provinsi, yaitu oleh Gubernur. Gedung SMU 17-1 sudah ditetapkan sebagai BCB, dengan demikian provinsi lah yang berwenang terkait kasus sengketa ini.

"Jika berubah pemilik atau mau dijual, itu tidak masalah. Asal bangunannya dilestarikan," kata Bu Wid.

"Kami punya kebijakan yang sedikit berbeda, sebab yang kami hadapi adalah living monument. Karenanya, kami tidak bisa menerapkan kebijakan seperti candi yang merupakan dead monument. Tak mungkin memperlakukan bangunan yang ada di Kodya Yogyakarta, sebagaimana teman-teman  Kabupaten Sleman memperlakukan BCB," lanjutnya.

Ada banyak hal yang perlu diperhatikan dalam mengurus BCB berkategori living monument. Memperhatikan nilai estetis dalam peruntukannya kini menjadi penting. Persoalan yang melingkupi living monument seperti ini jauh lebih kompleks dibanding bangunan candi, misalnya. Sebab, ketika dihadapkan pada dinamika masyarakat, BCB akan berhadapan pada kebutuhan ekonomi dan modernisme.

"Bahkan, ketika memilih tim observasi, kami harus memastikan bahwa ia memiliki komitmen yang sama terhadap konservasi," jelas Bu Wid.

Demikian jawaban Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta. Tentu tak ada sikap berarti, sebab mereka telah bertindak sesuai dengan fungsi, kewenangan dan kapasitasnya. Semoga kami mendapat kesempatan untuk bertemu dengan pihak berwenang: Dinas Kebudayaan Provinsi DIY.

Tentang kasus SMU 17-1 kutulis di sini.

Mlekom,
AZ


Wednesday, March 28, 2012

Posted by adriani zulivan Posted on 8:40:00 PM |

Dua Hari untuk Selamatkan Bangunan Tentara Pelajar

Sumber: http://tinyurl.com/7jhcd7v

JAS MERAH!! Tahukah kalian kenapa salah satu jalan di Jogja dinamakan Jalan Tentara Pelajar? itu karena bangunan ini,, Tahukah kalian di mana Sekolah Rakyat pertama di Indonesia? di bangunan inilah semua itu bermula,, bangunan ini adalah salah satu living monument di Jogja yang mempunyai nilai sejarah bagi perjuangan bangsa Indonesia,, di antara kakek nenek atau bapak/ibu teman-teman yang dulu ikut tergabung dalam Tentara Pelajar ketika masa perjuangan, pasti memiliki memori tersendiri tentang bangunan ini,, tegakah kita membiarkan membuatnya tiada tak berbekas?? dan berakhir pada sebuah kotak diorama? ~SAVE OUR HERITAGE~ [Tieka Widya]

Tiba-tiba aku dimasukkan dalam sebuah grup Facebook bernama "Selamatkan bangunan cagar budaya eks. Tentara Pelajar di Yogyakarta". Sayang, tak jelas apa maksud gerakan ini. Tak ada info dari anggota grup yang sudah koar-koar di wall grup, termasuk co-pas caption foto di atas.

Setelah tanya sana-sini, kudapat info dari Mba Ayu yang memberi URL  ke berita Antara dan URL foto Tieka Widya di atas. Meski caption-nya tidak jelas (banyak juga yang bertanya sepertiku), beberapa komen di bawahnya sangat membantu. Berikut isinya:

Rahhmat Cart-Away Soehendi
sma ku ini sekarang menjadi sengketa, ada pihak pihak yang mengaku memiliki tanah ini........ kisah tentang sekolahku ini sudah dimuat di koran koran lokal Jogja hampir 3 minggu ini..... seminggu yang lalu tembok belakang sekolah ini di gempur, lalu meja dan kursi untuk belajar siswa dibuang.......

Tieka Widya
huum,, aq sedih tadi denger ceritanya, soalnya mereka pas ujian pas dijebpl tembok belakangnya itu

Ima Achyar
lhoh?? lha yang punya siapa? sengketa antara siapa dengan siapa?

Rahhmat Cart-Away Soehendi
yayasan dan pihak yang merasa memiliki lahan

Tieka Widya
ad ancaman kl pihak sekolah harus ngosongin dlm waktu 3 hari, nah 3 harinya itu jatuhnya besok atau lusa kita lum clear, bayangpun!

Rahhmat Cart-Away Soehendi
awal dulu bangunan ini awalnya menjadi asrama dan rumah sakit untuk para pejuang kemerdekaan,, susunan bangunan ini kokoh


Jadi, intinya:
  • Bangunan bersejarah ini dulunya merupakan asrama dan rumah sakit bagi pejuang kemerdekaan.
  • Bangunan ini terletak di Jalan  Tentara Pelajar Nomor 24 Bumijo Yogyakarta.
  • Bangunan ini telah ditetapkan sebagai BCB (benda cagar budaya) berdasar ketetapan Gubernur DIY No210/KEP/2010.
  • Saat ini bangunan tersebut digunakan sebagai Sekolah SMU 17 dibawah pengelolaan Yayasan Tujuhbelas.
  • Kini, bangunan ini dalam sengketa kepemilikan. Sekolahan diusir, kompleks ditutup, bangunan mulai dihancurkan. Belum jelas apakah akan diganti dengan bangunan baru atau bagaimana.
  • Yang pasti, himbauan bagi pihak sekolah untuk angkat kaki dalam tiga hari akan berakhir lusa. Apa yang dapat kita lakukan?

Begitu yang saya mengerti. Lengkapnya sila ikuti mbak/mas dari Madya Indonesia.

Seluruh informasi dan gambar dalam tulisan ini bersumber dari grup Facebook "Selamatkan bangunan cagar budaya eks. Tentara Pelajar di Yogyakarta" dan "Indonesian Heritage Inventory".

Sumber: http://tinyurl.com/d7ctlg8

Mlekom,
AZ


Tuesday, March 27, 2012

Posted by adriani zulivan Posted on 11:30:00 PM |

Sepenggal Kisah Pendapa Dalem Sopingen

 Sumber gambar dari sini.

Pendapa Dalem Sopingen yang terletak di Kampung Trunojayan, Kotagede, Yogyakarta, bisa jadi memang jarang terdengar dibandingkan dengan pendapa Ndalem Notoprajan. 

Semasa masih digunakan sebagai kantor Bidang Kesenian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, pendapa Ndalem Notoprajan sering digunakan untuk tempat pertunjukan kesenian, semacam festival sendratari atau festival teater tingkat SLTA. 

Atau pendapa di Dalem Yudhanegaran yang sampai saat ini masih dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan kesenian, sara-sehan budaya, dan berbagai kegiatan yang melibatkan publik lainnya. 

Walaupun tak begitu banyak dibicarakan, paling tidak pendapa di Dalem Sopingen pernah menjadi salah satu ruang publik bagi masyarakat Kotagede dan sekitarnya. Dalem Sopingen dulunya adalah kediaman seorang pembesar abdi dalem bernama Amat Dalem Sopingen.

Pada masa pergerakan nasional 1908, pendapa Dalem Sopingen sering dimanfaatkan sebagai tempat rapat umum. Di pendapa itu, masyarakat setempat sering mendengarkan tokoh- tokoh besar macam HOS Cokroaminoto, Ki Hajar Dewantara, KHA Dahlan, dan para tokoh kiri seperti Muso, Alimin, dan Darsono. 

Di tahun 1960-an, sebagai ruang publik, pendapa juga dimanfaatkan bergantian untuk tempat latihan karawitan dari grup karawitan yang dibina oleh Lembaga Kesenian Rakyat (Lekra) maupun sebagai tempat kegiatan para anak muda Muhammadiyah latihan pencak silat. 

Di tahun 1970-an di pendapa Sopingen, Bagong Kussudiardja yang baru pulang dari Amerika Serikat memperkenalkan gerakan tari yang kemudian disebut tari gaya baru. 

Di pendapa itu juga Azwar AN bersama para anggota Teater Alam mementaskan lakon Obrok-owok-owok- nya Danarto. Disusul kemudian pergelaran teater dan pentas kesenian dari para anak muda Kotagede sendiri. 

Riwayat pendapa Sopingen sebagai ruang publik berakhir tahun 1990, saat bangunan pendapa oleh para ahli waris keluarga Dalem Sopingen dijual. 

Kehilangan pendapa Sopingen, warga setempat masih ada pendapa Proyodranan yang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan pentas teater, lawak, musik, atau kegiatan kemasyara-katan semisal pengajian. Pascagempa, pendapa Proyodranan mengalami rusak berat dan ditawarkan untuk dijual. 

Masyarakat setempat kembali kehilangan satu lagi ruang publik. Tampaknya juga tak ada yang merasa kehilangan. 


HAMID NURI 
Penulis Lepas, Tinggal di Yogyakarta

*
Co-pas dari rubrik Keliling Kota, Harian Kompas Edisi Jateng-DIY, 19 November 2008. Cek di sini dan ini.
Posted by adriani zulivan Posted on 9:39:00 PM |

Wisma Proyodranan, Kotagede, Yogyakarta

Foto dari sini


Ingat bangunan tua ini? Ia terjual!

Foto itu diambil 31 Agustus 2011. Lihat foto berikut, tertanggal 24 Maret 2012, bangunan sama setahun kemudian.


Ya, ia dijual untuk kemudian dipugar!

Adalah Nasir Tamara, orang kaya berpenampilan sederhana*) yang memiliki kepedulian terhadap peninggalan sejarah. Ialah pemilik baru bangunan ini. Kabarnya, setelah dipugar, bangunan ini akan digunakan sebagai kultural centre untuk Kotagede.

Bangunan ini terletak di Jalan Mondorakan Kotagede, DIY. Sebagai bekas pusat kota kuno, banyak bangunan tua bersejarah di kawasan Kotagede. Mulai dari peninggalan mataram, hingga kolonial. Bangunan cantik yang dibangun tahun 1857 ini salah satunya.

Bangunan ini dulunya bernama Wisma Proyodranan. Oleh warga setempat kerap disebut dengan Ndalem Proyodranan. Kisah Pendapa Ndalem Proyodranan. Di Kotagede terdapat sejumlah pendapa ndalem. Ini merupakan ruang publik yang diperuntukkan bagi masyarakat. Biasanya, pendapa ndalem berupa bangunan rumah tinggal yang besar. Jika bukan pejabat kolonial,  pemiliknya adalah saudagar (perak, batik) di jaman itu.

Di tahun 1960-an, pedapa dimanfaatkan sebagai tempat latihan dan pertunjukan seni, sarasehan kebudayaan, hingga pengajian. Salah satu yang populer adalah Ndalem Sopingen yang kini tak berbekas pasca dijual dan diganti dengan bangunan modern. **)

@IsrarArdiansyah mencatat bahwa di tahun 1993 lalu, Badan Penerbitan dan Pers Mahasiswa (BPPM) Universitas Gadjah Mada (UGM) --sebuah badan mahasiswa-- menyelenggarakan musyawarah besar (mubes) di tempat ini. Artinya, dulu wisma ini disewakan.

 Ki-ka: Dulu disewakan, kini direhab. Foto: @joeyakarta

Bangunan ini rusak akibat gempa bumi yang mengguncang Jateng-DIY (2006). Tampaknya, sejak saat itu bangunan ini tak lagi dihuni atau disewakan pada publik.

 Momorabilia gempa 2006. Foto: Kris Budiman


Sejak 2010, di pagar bangunan ini digantung sebuah spanduk yang mengabarkan bahwa rumah ini dijual. Banyak pihak menyayangkannya.

Saat itu, sejumlah aktivis konservasi pusaka berdiskusi dalam forum-forum, tanpa bisa melakukan apapun, sebab tak ada modal kuasa dan materi untuk mencegahnya. Mereka khawatir, jika bangunan ini dijual lalu diganti dengan bangunan baru. Hilanglah memori masa lalu.
 
 Gambar ini beredar luas di Facebook. Foto: Kris Budiman

Kini, para pemerhati pusaka ini bisa berbangga hati. Termasuk aku. Senang rasanya, mendengar ia terjual pada tangan yang tepat. Wajahnya nanti akan menjadi lebih baik, semoga saja.

Ndalem Proyodranan adalah satu diantara ndalem yang tersisa. Tak sabar menunggu pemugarannya, agar dapat dinikmati kembali oleh warga. 


Mlekom,
AZ

1. Pendopo


2. Senthong tengah dalam dengan gebyoknya


3. Daun pintu yang mewah


4. Lihat ukirannya


5. Daun jendela


6. Gandhog kiwo


7. Longkangan


8. Taman di dapur


9. Kamar mandi, sudah kramik modern


10. Gandhog kiwo

11. Peninggalan: lampu dan stik golf


*) berdasar keterangan @sintacarolina yang bertemu beliau di sebuah kegiatan terkait pusaka.

**) Sumber: Harian Kompas Edisi Jateng - DIY, 19 November 2008 ini.


Denah rumah Jawa:


Posted by adriani zulivan Posted on 1:48:00 PM |

Information and Communication Technology (ICT) for Heritage Conservation

Oleh: Patricia Manangkot 

Dua anak muda yang sama–sama tinggal di Yogyakarta serta menggeluti bidang yang sama yaitu membangun sistem informasi pusaka di Indonesia. Adriani Zullivan, yang sangat mengagumi candi  dan menginisiasi kolaborasi komunitas untuk pembangunan sistem online Indonesian Heritage Inventory, menceritakan banyak pengalamannya dalam mengelola sejumlah media jejaring sosial publik dan juga tulisan–tulisannya yang sering dimuat dalam blog Travelpod dan Kompasiana.  Menurut data terakhir tahun 2011 yang berhasil dikumpulkan, pengguna internet di Indonesia adalah 22,4%  dari populasi dan ini merupakan 5,4% pengguna internet se Asia, angka yang cukup besar, dan tentu saja yang menjadi idola adalah Facebook dan Twitter!

Ada fenomena menarik yang ketika melihat perkembangan social media di Indonesia. Tak sedikit grup yang mengkhususkan diri pada tema terkait Pusaka di Indonesia. Sebut saja Bol Brutu (Gerombolan Pemburu Batu di Yogyakarta), KOmunitas petjinTa dan PelestAri bangunan TOEA di Magelang/KTM, Svarnadvipa Institute Muarojambi, dll. Apapun bentuk agenda gerakannya, tanpa disadari, kelompok-kelompok ini telah melakukan upaya pelestarian pusaka, sebab aktivitas ini bermuara pada penyediaan data terkait suatu situs pusaka. Namun, data-data ini banyak yang “tercecer” di berbagai akun pribadi. Untuk itu, Indonesian Heritage Inventory (IHI) membangun sebuah sistem basis data untuk menyatukan ceceran-ceceran ini. Saat ini telah dibangun sistem pelaporan yang dinamai “Pantau Pusaka Indonesia; Preserved and Endangered Heritage Report” di http://indonesianheritage.web.id/

Sistem ini memungkinkan siapa saja secara terbuka menjadi produsen data, menggunakan alat yang dimiliki seperti ponsel, komputer, dst. Berbicara juga mengenai sistem pengembangan informasi pusaka, Elanto Wijoyono sedikit mengajak flashback dan mengingatkan bahwa generasi yang lahir tahun 70 dan 80 an adalah generasi terakhir yang beruntung masih bisa merasakan kehidupan tanpa ketergantungan ponsel, internet dan sejumlah jejaring social. Namun apakah di era sekarang sistem informasi yang serba canggih bisa menjadi alat perubahan, khususnya dalam pengembangan sistem informasi pusaka?

Sedikit berbicara mengenai fakta pengguna Facebook, Indonesia merupakan salah satu pengguna terbesar di dunia, hal ini ironis, mengingat bahwa jaringan kabel di Indonesia belum maksimal dalam menjangkau semua provinsi, namun lebih diutamakan jaringan seluler. Hal ini berbanding terbalik dengan negara – negara di Eropa. Elanto menambahkan tentang penyebaran informasi di Indonesia, sebenarnya mainstream media massa hanya dikuasai oleh beberapa kelompok tertentu, yang lain banyak copy paste dari link. Output dari diskusi ini diharapkan dapat menentukan strategi untuk informasi tentang heritage.

Djoko Utomo, mantan kepala ANRI menanggapi diskusi ini bahwa semua situs pusaka umumnya adalah Endangered , namun ada gradasi atau kategorinya. Tony Arianto yang juga merupakan praktisi IT, ikut berkomentar, bahwa informasi yang terlalu banyak pun juga tidak bagus adanya, karena hanya akan menjadi sia – sia dan tidak efektif.

Presentasi dapat diunduh di tautan ini.
Presentasi berikutnya dapat diunduh di tautan ini.

*
Catatan diskusi ICT for Heritage conservation. Copas dari web BPPI.

Monday, March 26, 2012

Posted by adriani zulivan Posted on 10:05:00 PM |

Rencana Jakarta Versi Terlaksana

Setelah menyusun berbagi rencana pertemuan dalam jadwalku ke Jakarta kemarin, inilah yang terlaksana :)

SELASA 20 MARET
Malam: Pukul 19.00 ikut obrolan dengan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Kafe Semesta. Mereka akan membuat video dokumenter tentang candi-candi yang terancam banjir lahar hujan gunungapi Merapi. Dianter ke Stasiun Tugu, karena telat, langsung nyusul dengan ojek (Rp 15rb) ke tempat ketemuan yang hanya sekitar 1 km :| 

 Pertemuan dengan mahasiswi UMY

Tiba kembali di Tugu pukul 21.00 kurang 15 menit, dengan berjalan kaki bersama Ndil (ini menyenangkan sekali!). Sempatkan mampir ke Indomart di pintu selatan stasiun, beli makanan dan minuman. Menyenangkan sekali perjalanan semalaman dengan kereta ini.

Kereta api yang nyaman

RABU, 21 MARET
Pagi: Tiba di Stasiun Gambir, pakai taksi ke Menteng, taruh barang, mandi, lalu ke Hotel Sahid Jaya,  tempat acaranya Ndil. Makan siang di sana. Langsung ke agenda diskusi di BPPI.

Acara seremonial yang dihadiri lima menteri negara (pada bolos kerja?)

Sore: Nyampe di BPPI, sekitar Istiqlal. Buru-buru ngerjain bahan presentasi *yaaaa, belum dikerjakan memang. Baru bikin konsep saat acara kementerian siang harinya*. Ditraktir es Nyonya ... (lupa) sama Bu ... (lupa!). Enak! Diskusinya seru, meski mundur sejam dari jadwal undangannya.

Kelas kecil ICT for Heritage Conservations

Malam: Ditraktir Ndil di Ragusa eskrim. Sikasik! :-* Balik, sempatkan mampir Super Indo, beli buah dan kosmetik (lupa bawa bedak dan facial foam).

Spaghetti icecream

KAMIS, 22 MARET
Pagi: Ke RCUS, memenuhi undangan Pak Marco untuk brunch bakmi :)) Ngobrol sekitar dua jam. Dapat dua eksemplar buku terbitan RCUS *sikasik*. 12.00 antar Ndil ke bandara dengan taksi. Menteng - Cengkareng hanya 30 menit saja, saudar-saudara!

Oleh-oleh buku dari RCUS

Di bandara, kami makan siang. Untuk ukuran bandara, makanannya enak, alhamdulillah. *tapi mahal :|

Ludes! :))

Siang: Aku pulang dengan Damri. Cengkareng - Rawamangun 2,5 jam! Hiks, padahal Ndil sudah tiba di Jogja, bahkan tiba di rumah dengan nyamannya, setelah sempat mampir ke Stasiun Tugu di daerah Malioboro :|

Di tol Cengkareng ada lima ruas jalan, dengan lima dari kelimanya dipadati kendaraan. Macet, bus jalan merangkak! :((

Yaampun, yaampun...

Sore: Sampai di rumah dengan bajaj 10rb dari Rawamangun. Malam ini ada pengajian Maulid di rumah. Aku disuruh motret, tanpa sempat mandi...

Buk-ibuk pengajian sekitar rumah Pisangan

JUMAT, 23 MARET
Pagi jelang siang: Ke Tanah Abang. Tadinya mau pergi sendiri. Eh Ocik, Pika dan Indah mau ikutan. Jadilah diantar Bang Ical. Sempat mampir ke Kelapa Gading Mall, urusan kantor Ocik. Nyampe di TA pada kalap. Ini hasilnya:


Bongkar muatan di kamar

Gagal nyate Padang di TA. Pulang sore, mampir RMP Garuda. Lamaaaa banget aku gak makan di sini.

Teteup: Ikan bilih itu yang ter-oke!

Nyampe rumah ada Robi, sepupu. Ngajakin karaoke sekeluarga. Untung dia ketiduran, jadi gagal rencananya :) *senangriang*

SABTU, 24 MARET
Siang: Ke TA lagi. Bareng Ocik dan dua teman pengajian Ocik (baca: asisten pribadi, hehe), masih dianter Bang Ical. Ocik balik ke TA lagi untuk ambil pesanan baju seragam pengajian. Aku agenda belanja yang kemarin belum tuntas.

Mampir lagi ke Kelapa Gading Mall. Ocik urusan di loket Bank Mandiri. Aku nyari kado ultah Mama tanggal 21 kemarin. Perancang Raden Sirait lagi bikin bazaar. Aku beli dua: 1 untuk Mama, satu untuk Mama Mertua. Semoga mereka suka!
Sejam setelah tiba di TA, kami misah: Ocik dkk pulang, aku lanjutin gerilya seantero TA. Untung sempat makan di warung kapau di Senen. Menunya enak semua! Gagal lagi nyate Padang di TA, karena aku kekenyangan :|

 Psttt, jangan bilang Mama kalo aku makan usus, yah!

Sore jelang Magrib: Ini lucu! Mobil Ocik baru masuk rumah pas aku buka pagar :) Mereka yang bermobil, tentu saja, kena macet. Aku hanya perlu setengah jam naik KRL TA - Jatinegara + 3 menit angkot dari Jatinegara - Pisangan + 2 menit jalan dari depan gang. Itupun sudah ditambah dengan JJS di antara gelaran pedagang di depan Stasiun Jatinegara + nunggu KA lewatin rel :))

Malam: Ngobrol selama sejam dengan Oom Ari, sambil ngetik kerjaan. Bobo jam 10 setelah terlena dengan cerita Oom Ari tentang Jakarta 50 tahun lalu. Aahhhhh! *kapan-kapan akan kutulis, semoga tak segera hilang dari ingatan*

Malam ini bikin dua janji yang tidak pasti:
  1. reuni dengan teman LEC yang aku malas datang karena terlanjur... malas! :|
  2. ngobrolin kerjaan dengan (ehm) mantan *yang minta aku urus marcomm perusahaannya*. Meski sudah minta izin dan diizinkan Ndil, aku batalkan, janjiannya, sebab sepertinya Ndil gak suka... *yaiyalah, kecuali Ndil ikutan*

MINGGU, 25 MARET
Pagi: Nyamuk bikin terjaga sejak setengah lima. Shalat. Mandi. Sarapan. Ke TA LAGI! Ya, baru malamnya menyadari bahwa belanjaanku seharga 300an ribu tertinggal di salah satu lapak di belakang Blok A, saat memilih syal :| Aku berniat mencari, siapa tahu mendapatkannya kembali...

Jam 08.00 aku sudah sampai TA. Menyusuri lapak-lapak di dekat stasiun. Sekali, lalu berputar lagi. Dua kali, cari lorong berbeda, lalu berputar lagi. Ketiga, mencoba lorong lainnya, lalu berputar lagi. Begitu terus hingga 6 x 2 putaran = 12 kali!

Abang-abang pedagang yang awalnya iseng menggoda "Kebanjiran ya, Kak?" (karena baju terusanku yang pendek) menjadi "Kak, nyari apa sih? Tanya donk, mampir, kali aja yang dicari ada di sini."

Aku sedih, itu barang yang udah lama banget pengen kubeliin buat Ndil... :| Gara-gara syal harga 15rb-an x 3, kehilangan 7x lipatnya :(( 

Coba merunut: aku dari mana ke mana kemarin, tetap gak ketemu. Cek nota belanja untuk lihat nomer kios? Mana bisa, kios tempat bungkusan itu tertinggal bukan kios tempat membelinya...

Rasanya sedih sekali! Sambil muter2, aku telp Ndil *meski sedikit takut keluarin HP di tengah lalu-lalang pasar*. Ndil suruh aku pulang saja, biar gak telat ke bandara. Aku manut, setelah sekali lagi berkeliling di antara sahut-sahutan "Mbaknya kayak setrika, mondar-mandir!" :|

Nunggu jadwal KRL 40 menit, beli kantongan belanja yang besar, sebab ranselku sudah penuh. Niatnya ransel dan belanjaan dimasukin ke sana, biar bisa masuk bagasi. Lalu nyate Padang dulu... *ini ngidamnya udah berbulan-bulan*

Siang: Jam 11 nyampe rumah. Sempat salah angkot dari depan stasiun Jatinegara, malah kelewatan sampe Rutan Cipinang. Terpaksa buru-buru turun, nyetop bajaj.

Bang Ical mo jemput Pika, udah dua malam ini dia nginep di rumah sepupu Bekasi. Bang Ical nawarin ikut, setelahnya ke bandara. Ah, tidak begitu juga kenyataannya:

Berangkat dari rumah jam 12.00. Nyampe Bekasi 12.40. 13.15 ke Bebek Kaleyo. 14.00 antar sepupu pulang (15 menit). Mampir ATM *ah, ada cerita mendebarkan di sini, saat diomelin Ndil di SMS* :|

15.40 sampe Kelapa Gading Mall, Pika janjian dengan teman-temannya di sana. Aku udah H2C, takut macet ke bandara. 16.30 masuk gerbang Cengkareng tanpa hambatan sepanjang jalan. Eh di belokan menuju terminalnya yang macet sampe hampir 30 menit! 

Akhirnya jam 5 kurang 10 nginjak terminal. Langsung ke toilet, bersih2  (cuci muka) *tadinya mo mandi di Bekasi, enggak sempat*. Cek in jam 16.40 *hehehe*. Masuk ruang tunggu, malah delay 40 menit! Ini belum seberapa, jika mengingat dua cewe yang selama menunggu itu, tega-teganya merenggut hak orang lain untuk menggunakan colokan HP! Huh!

Malam: Sampe Jogja, Papa udah dadah-dadah dari anjungan Adisucipto. Papa dan Mama sudah di bandara sejak 1,5 jam sebelumnya, nganterin kakak yang liburan ke Jogja *dan gak sempat ketemu aku karena dia datang Kamis malam dan pesawatnya boarding ketika aku take-off :|

Dari bandara mampir rumah seorang teman Papa-Mama di sekitar bandara, mengantar titipan. Setengah jam di sana (pakai disuguhin minum dan cemilan sih!), pulang. Di rumah masih ada tamu dari Medan--yang sudah dua minggu ini di rumah, jalan-jalan keliling Jawa sekalian menghadiri wisuda anaknya.-- Ngobrol sampai larut malam. Sempat lupa kabarin Ndil kalau aku sudah nyampe Jogja dengan selamat. *maap, Ay!*

Kasih kado ultah Mama, yang ternyata... gak disukain Mama modelnya :|
Semoga besok mendapat respon berbeda dari Mama mertua...

SENIN, 26 MARET
Ngetik ini sejak Maghrib tadi. Disambi ngobrol dengan Ndil dan beberapa teman via chatting.

Kangen Ndil!

Saturday, March 24, 2012

Posted by adriani zulivan Posted on 12:59:00 PM | No comments

Jadilah Relawan Pemantau Pusaka Indonesia!

Jadilah Relawan!

Alhamdulillah! Aplikasi Indonesian Heritage Inventory (IHI) sudah dapat digunakan. Sebagai awalan, saat ini kami membangun sistem pemantauan pusaka (heritage) di Indonesia melalui sistem pelaporan.

Sistem ini dapat digunakan oleh siapapun, dengan cara yang mudah. Siapapun anda, dengan latar belakang apapun, dapat menggunakan sistem ini. Yang diperlukan hanyalah teman yang memiliki perhatian dan kepedulian terhadap warisan pusaka di Tanah Air.
 
Berikut keterangan Elanto Wijoyono, teman yang bersamaku mencoba membangun IHI:

Saya bermaksud minta tolong untuk bersedia meluangkan waktu sebagai salah satu relawan Indonesian Heritage Inventory. Saya dan beberapa teman secara voluntary sedang mengembangkan sistem Pantau Pusaka Indonesia di alamat http://indonesianheritage.web.id/. Sistem ini perlu diujicoba dengan input data dari banyak lokasi dan waktu. Semakin banyak data masuk maka sistem ini akan semakin terlihat kelebihan dan kekurangannya.

Apakah Anda bersedia untuk menjadi relawan kontributor untuk wilayah Anda? Tidak perlu mendaftarkan diri. Hal yang perlu dilakukan hanyalah mencoba melakukan input data. Caranya ada beberapa, antara lain:
  1. By sending a message to 0877 8857 5285 dengan format: ID [spasi] isi pesan
  2. By sending an email to admin@indonesianheritage.web.id
  3. By sending a tweet with the hashtag/s #pusaka or #indonesianheritage
  4. By filling form in this page http://indonesianheritage.web.id/reports/submit

    Apa yang bisa diinformasikan melalui sistem ini?

    Sistem ini fokus pada laporan situasi pusaka, baik situasi yang positif (seperti pusaka yang terpelihara) maupun situasi yang negatif (seperti pusaka yg rusak/terlantar). Anda bisa ikut meninjau ketepatan pemakaian ketagorisasi pada sistem ini. Selain itu, kita juga mohon masukan ttntang bagaimana memanfaatkan sistem ini agar bisa mendukung aksi pelestarian di lapangan.

    Demikian permohonan yang saya sampaikan. Jika ada hal yang mau ditanyakan atau didiskusikan, sila sampaikan saja.


    Salam,
    Elanto Wijoyono di Yogyakarta

    Monday, March 19, 2012

    Posted by adriani zulivan Posted on 9:14:00 PM | No comments

    Jadi Basis Data Pusaka Nasional


    padangmedia.com - YOGJAKARTA – Berbagai komunitas yang peduli terhadap peninggalan sejarah bangsa bermunculan. Mereka ini hadir dalam berbagai wujud, mulai dari yang bersifat hobi hingga aktivisme.

    Adriani Zulivan aktivis Jaringan Informasi Lingkar Merapi (Jalin Merapi/Merapi Circle Information Network) menyatakan, saat ini Indonesia masuk 3 besar negara dengan tingkat penggunaan media sosial terbesar di dunia.

    Tak sulit menemukan kelompok-kelompok yang membuat grup khusus terkait pusaka (heritage). “Kebiasaan mengunggah hasil kunjungan ke dunia maya ini kemudian saya lihat sebagai peluang besar untuk mendokumentasikan heritage yang ada,” ungkapnya melalui pers relisnya kepada padangmedia.com.

    Sayangnya, sebut wanita pengagum candi ini, dokumentasi-dokumentasi personal ini tercecer, tak bisa diakses dengan mudah.

    “Untuk itu, saya menginisiasi pembangunan sebuah basis data pusaka nasional yang akan menyatukan seluruh ceceran tersebut. Kami menyebutnya Indonesian Heritage Inventory (IHI). Sebagai awalan, IHI membangun sistem pengawasan BCB dengan sistem pelaporan publik,” katanya.

    Mereka adalah orang-orang yang mendatangi lokasi di mana suatu warisan pusaka berada. Mereka datang sebagai wisatawan. Namun apa yang mereka lakukan setelah mendatangi lokasi tersebut luar biasa.
    Di lokasi, mereka melihat, mengamati, memotret. Bahkan seringkali bertanya kepada tour guide atau masyarakat sekitar mengenai pusaka yang mereka lihat. Pulang ke rumah, mereka unggah foto yang mereka ambil, mencari sejumlah catatan di internet mengenai Benda Cagar Budaya (BCB) tersebut, lalu merangkai sebuah tulisan.

    Masyarakat umum lalu bisa melihat hasil ‘reportase’ tersebut di blog atau album foto di situs jejaring sosial. Tanpa mereka sadari, kegemaran melakukan proses berkunjung, memotret, mencatat lalu mengunggah ini menjadi sebuah bentuk inventarisasi.

    Dalam sistem ini, masyarakat bisa menjadi produsen berita. Mereka dapat melaporkan kerusakan BCB di sekitarnya agar dapat diketahui publik yang lebih luas. (tumpak) 
    ***

    Friday, March 16, 2012

    Posted by adriani zulivan Posted on 9:45:00 PM | No comments

    ICT for Heritage Conservation

    Diskusi Pelestarian BPPI Bulan Maret 2012

    Hari, tanggal: Rabu, 21 Maret 2012
    Pukul: 15.00 - 18.00 WIB
    Tempat: Griya BPPI Jl. Veteran I No. 27 Jakarta

    Narasumber:
    1. Adriani Zulivan - Inventarisasi Pusaka Nusantara; Sebuah Solusi di Jagad Maya
    2. Elanto Wijoyono - Strategi Digital Pelestarian Pusaka Indonesia
    Pusaka adalah masa depan kita. Peradaban belajar dan berkembang dari pengalaman masa lalu dan masa kini. Nusantara Indonesia adalah perpustakaan pengetahuan dan pengalaman yang luar biasa kaya. Khasanah itu terwujud dalam bentukan alam dan budaya, baik yang teraga sebagai benda (tangible) maupun yang tak benda (intangible). Kekayaan itu terserak, belum terhimpun sebagai pengetahuan bersama (collective knowledge) yang bisa digunakan sebagai bekal kemajuan tanpa meninggalkan kearifan tempatan. Ragam pusaka yang terserak itu tak lepas dari ancaman kehilangan, kerusakan, kemusnahan, dan juga perusakan, pengabaian, hingga penghancuran. Upaya menghimpun data ragam pusaka nusantara adalah keniscayaan demi kelestarian peradaban yang erat dengan akar budaya dan alamnya.
    Sistem pendataan pusaka yang dikelola oleh pemerintah masih jauh dari sempurna. Perbedaan kewenangan antar bidang yang mengurusi ranah lingkungan alam dan lingkungan budaya menjadikan data pusaka semakin terserak. Basis data pusaka yang berada dalam satu sektor pun berbeda wujud metadata dan manajemennya pada wilayah kerja yang berbeda; tak hanya antar daerah, tetapi juga antar instansi. Pada situasi ini, pusaka nusantara terus mendapatkan tekanan kemajuan peradaban dan ancaman ketidaklestarian. Respon cepat dan tepat tak bisa diharapkan dari manajemen data pusaka yang tak dinamis nan birokratis. Harus ada upaya yang lebih dinamis, partisipatif, dan kreatif! Energi dinamis komunitas muda Indonesia adalah modal perubahan sistem yang harus dimanfaatkan. Minat menjelajah anak negeri dan ketertarikan mereka pada kegiatan pendokumentasian objek/tempat/situs yang dikunjungi sangat tinggi. Media jejaring sosial, blog, dan layanan selular menjadi media menampilkan diri, sebagai bukti pernah berkunjung, seharusnya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pelestarian pusaka.

    Pada tahap ini, muncul pertanyaan; apakah media baru (new media) dan teknologi informasi komunikasi (TIK) mampu mempengaruhi keadaan di atas? Apakah teknologi seperti media jejaring sosial dapat mempengaruhi cara-cara individu, kelompok, dan organisasi dalam bekerja di ranah pelestarian pusaka dalam konteks kolaborasi dan berjejaring? Tentu saja pertanyaan besar tersebut tak bisa dijawab seketika. Perlu ada observasi dan analisis mendalam tentang potensi pemanfaatan teknologi informasi komunikasi dan media baru untuk mendukung gerakan pelestarian pusaka, seperti yang ditampilkan dalam aktifnya penggunaan media jejaring sosial untuk diskusi di group-group bertema pusaka. Diskusi ini menjadi sebuah landasan pemikiran awal yang diharapkan dapat memunculkan peta gagasan membangun strategi digital pengelolaan pusaka Indonesia.

    Diskusi BPPI terbuka untuk umum dan tidak dipungut biaya. Anda dipersilakan untuk berpartisipasi dalam potluck (berbagi makanan dari kita, oleh kita dan untuk kita). Tempat terbatas untuk 25 orang. Sila reservasi ke sekretariat BPPI di nomor telepon 021 3511 127 atau hubungi Patricia di 0858 8121 4545.

    --

    Tentang pembicara:
    1. Adriani Zulivan; tinggal di Yogyakarta, belajar community development, pengagum candi, suka menuangkan tulisan tentang pusaka dalam blog Travelpod dan Kompasiana, mengelola sejumlah media jejaring sosial publik, salah satunya adalah akun Twitter @jalinmerapi, menginisiasi kolaborasi komunitas untuk pembangunan sistem online Indonesian Heritage Inventory. 
    2. Elanto Wijoyono; lahir dan tinggal di Yogyakarta, belajar arkeologi, bekerja di bidang pengembangan sistem informasi desa, pegiat gerakan peta hijau, pelaksana program pembangunan sistem informasi pusaka di BPPI.

     ***
    Sumber:
    http://indonesianheritage.info/agenda/139-ict-for-heritage-conservation.html
    Posted by adriani zulivan Posted on 8:25:00 PM | No comments

    Yanuar Nugroho & Ian Miles

    Tadi pagi ketinggalan tweet-series Mas Yan --begitu Dr Yanuar Nugroho akrab disebut-- tentang kesannya selama dibimbing oleh Ian Miles. Nah, aku beruntung ada orang yang merangkum dan mengirimkan padaku, dengan pesan pengantar:

    Salam kenal,
    Ini twit prof. Yanuar pagi ini yg sengaja saya save karena buat saya pribadi, hal ini sungguh menginspirasi.. Smoga jg bermanfaat buat mba :)

    Balasanku:

    Trims banyak Mba/Bu Ike. Maaf merepotkan.
    Beliau selalu menginspirasi. Saya setuju itu :)
    Salam kenal, ibu.

    AZ,
    Jogja

    FYI, Mas Yan ini adalah salah satu waga Indonesia yang menginspirasi banyak orang, termasuk aku (waaah, kagum banget pokoknya!). Saking inspiratifnya, tak sedikit orang rela melek demi membaca beragam tweet-series beliau. Diantara banyak orang itu, ada yang mencatat, termasuk aku. Hahaha.

    Nah, penasaran? Sila dihayati... :)

    "you can't send a duck to eagle school (kamu tidak bisa mengirim bebek ke sekolah elang)," (ian miles, juli 2004) -nasihat yg tak terlupakan

    "you can't teach smone how to smile, to want to do a great research, to write a great paper, to be a great researcher." (ian miles, jul '04)

    "what u can do is to select students who have those qualities. teach them abt what a good research is, abt research culture." (miles, 7/04)

    tiga twit saya tadi adalah pembicaraan awal saya dengan supervisor saya, prof. ian miles, saat pertama saya bertemu beliau, musim panas 2004

    pembicaraan itu tertanam di benak saya sampai sekarang. tak semua hal cocok untuk semua orang. butuh kerendahan hati mengakui/menerima itu.

    pembicaraan itu selalu saya ingat saat saya menyeleksi mahasiswa/i master, PhD, atau peneliti2 yg bekerja bersama dgn saya.

    saya butuh waktu lama untuk bisa mencerna, dan menerima, nasehat tadi. pertama mendengarnya, saya menolak. saya mendebat. ian hny tersenyum.

    latar belakang saya sebagai trainer (apalagi saya certified trainer 7 habits f/ young persons) membuat saya yakin semua hal bisa dipelajari.

    tapi slama tahun2 saya bergelut dg PhD dan belajar riset, harus sy akui, ian benar. bebek tak bisa masuk ke sekolah elang (dan sebaliknya).

    sy "dipaksa" ian rendah hati menerima fakta: ada kualitas2 tertentu yg mmg tak bisa diajarkan; yg mmg hny butuh proses seleksi & pematangan.

    selama mnjadi mahasiswa & asisten ian, sy belajar darinya cara membimbing mahasiswa/i: menemani, mendengarkan. dan sekali2 intervensi.

    satu hal penting: kl ssorg tak punya kualitas yg dimaui ian, dia menolak m'bimbing sejak awal. wkt sy tanya, dia bilang, "hidup itu pendek."

    tapi sekali ian merasa mhsw/i-nya punya kualitas yg pantas jadi peneliti handal, dia akan habis2an mendidiknya. total. bahkan, kejam.

    sbg supervisor, ian bhkan ingin tahu kehidupan keluarga mahasiswa/i-nya. bukan krn mau tahu urusan org lain, tapi krn riset itu soal hidup.

    kegagalan mhsw dalam riset (PhD)nya, kata ian, 90% karena hal-hal non akademis. dari pengalaman & pengamatan saya. dia benar.

    in the end, mensupervisi peneliti/PhD/MSc/MA itu adalah proses menemani dan mendengarkan. lalu mengembangkan. ini pelajaran berharga dr ian.

    seperti anggur harus diperas, gandum digiling, emas dibakar - begitu pula kualitas manusia: tak ada perkembangan tanpa rasa sakit. #refleksi

    hal paling berharga 2th 10 bln PhD saya bersama prof ian miles bukanlah gelar PhD saya, tapi pelajaran darinya tentang hidup sbg peneliti.


    *
    Mlekom,
    AZ

    Thursday, March 15, 2012

    Posted by adriani zulivan Posted on 10:30:00 AM | No comments

    Temuan Awal Observasi Sistem Informasi Pusaka

    Elanto Wijoyono (EW) dari Badan Pelestari Pusaka Indonesia (BPPI) dan aku--mewakili Indonesian Heritage Inventory (IHI) mengadakan field study pertama kami terkait basis data kekayaan pusaka (14/03). Bahasa kerennya: Sistem Informasi Pusaka (SIP).

    Ada tujuh instansi terkait pusaka (heritage) di Provinsi DIY yang akan dijadikan obyek penelitian, yaitu:
    1. BP3 DIY
    2. Balar DIY
    3. Dinas Kebudayaan DIY
    4. Disparbud Kota Yogyakarta
    5. Jurusan Arkeologi UGM
    6. CHC Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan (JUTAP) Fakultas Teknik UGM
    7. Museum Sonobudoyo
    Hari ini ada empat tempat yang kami kunjungi, yaitu:

    1. Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Yogyakarta | http://www.purbakalayogya.com/


    2. Balai Arkeologi (Balar) Yogyakarta | http://arkeologijawa.com/


    3. Dinas Kebudayaan Provinsi DIY | http://tasteofjogja.org/ *)

      |

    4. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemerintah Kota Yogyakarta | http://pariwisata.jogja.go.id/ 


    Sebenarnya, tujuan dari field study hari pertama ini adalah untuk mencari informasi mengenai kelanjutan email yang telah dikirimkan oleh EW sebagi surat izin untuk melakukan penelitian di ketujuh instansi tersebut. Sebagai informasi, email dikirimkan pada 5 Maret 2012 atau 9 hari sebelumnya. Tak satupun yang membalas. Padahal, alamat email diambil dari website masing-masing institusi.

    Berbagai alasan mereka utarakan mengenai email yang tidak ter(di)jawab:
    • kerusakan server, 
    • bagian surat-menyurat (dengan sebutan "yang megang komputer") sedang mengikuti pelatihan di luar kota, 
    • hanya membuka email hanya jika Kementrian Kebudayaan (Kemen Kebud?) memberitahukan sudah mengirim berkas, 
    • pegawai lebih sering menggunakan email personal, 
    • kurang tenaga (karyawan) sehingga tak ada yang cek email,
    • dan seterusnya.
    Hummm, lalu apa guna alamat email dicantumkan di website jika itu kemudian tidak digunakan sebagai wadah utama untuk berkomunikasi dengan publik? Entahlah. Tapi yang pasti, semua alasan tersebut membuat kami menemukan salah satu jawaban pertanyaan riset kami. ini merupakan informasi awal yang sungguh berharga :))

    Berikut temuan awal dari observasi ini, copas dari tweet-series akunku berhashtag #SIP:
    • @adrianizulivan Pegawe bag FO di Dinas Kebud Prov DIY td TIDAK TAHU apa itu imel! *miris* #SIP
    • @adrianizulivan Lbh miris lg: 7 dari 7 lembaga (pemerintah, kampus) yg diimel, slma 10 hari tdk mbalas dg beragam alasan. #SIP
    • @joeyakarta: observasi #SIP dimulai dr brp lama email Anda akan trbalas :) jwbnya: tdk ada yg cek imel
    • @adrianizulivan Klo gk pernah dicek, knp alamat imel dicantum di web? Imel aja gk apdet, gmn #SIP lainnya yah?
    • @adrianizulivan Ada yg ngira imel adlh fax. Ada yg gk yakin nomer telp di web benar/tdk (gk pernah liat web lembaganya sendiri). Ada web yg mati. #SIP
    • @adrianizulivan Jadiii, petualangan observasi #SIP ini bgtu menarik! Bahkan sblm risetnya dimulai :) Ada yg mau gabung menonton kelucuan #negaraku?
    • @adrianizulivan Tawaran gabung jd relawan di riset ini serius. Dlm sebulan ke depan akan mengulik #SIP 7 institusi heritage di DIY.

    Mlekom,
    AZ

    *) 5 Maret lalu website ini offline. EW memerlukan usaha panjang untuk menemukan alamat emailnya. Akhirnya ditemukan di website Pemkot Jogja, juga dengan membuka tak sedikit laman di website tersebut.

    Saturday, March 3, 2012

    Posted by adriani zulivan Posted on 12:59:00 AM | No comments

    Film dan Personal Branding

    Sumber: http://tinyurl.com/6sa42ze

    Gegara sekarang sedang sibuk ngurusin personal branding seseorang yang akan maju di pemilihan orang pertama di sebuah institusi, aku jadi tertarik nonton dua film yang sedang tayang ini: The Ides of March dan Republik Twitter.

    Hayuk kapan?

    Sumber: http://tinyurl.com/832kylr

    Thursday, March 1, 2012

    Posted by adrianizulivan Posted on 8:29:00 PM | No comments

    Achli Masak

    Kecap istimewa
    Cap: Achli Masak
    Kedelai asli
    Sejak 1955
    Tanpa zat pewarna, tanpa pengental, tanpa pemanis buatan, tanpa pengawet 100%, terbuat dari bahan-bahan alami dan tumbuh-tumbuhan


    Kutemukan di Warung Sidosemi, Kotagede, Yogyakarta.

    Mlekom,
    AZ

    20140514
    • Atribution. Powered by Blogger.
    • ngeksis

    • mata-mata