Jhpiego Global, Baltimore, merilis Kisah Driver (Driver’s Stories) yang telah mendidikasikan dirinya sebagai pengemudi di Jhipego. Kisah-kisah ini dikumpulkan dari berbagai belahan negara, termasuk Indonesia. Cerita Wahidin Hidayat (Jawa Barat) adalah satu dari sepuluh kisah terpilih yang dipublikasikan dalam Fan Page akun Facebook Jhpiego Global.
Sejak 20 Desember 2014 hingga 2 Januari 2015, tiap cerita dirilis secara berurutan. Kami tuliskan kembali sepuluh kisah tersebut di sini. Diambil dari album Sprout Social Photos yang dapat diintip melalui tautan ini.
Adriani Zulivan
Jhpiego akan Tersesat Tanpa Para Driver!
Kisah para Pengemudi Jhpiego di Seluruh Belahan Dunia
Jhpiego akan tersesat tanpa para Driver! Mereka melintasi medan yang sulit, menunjukkan arah dalam situasi bahaya, bertindak sebagai penerjemah, tetap bersenandung ceria dan membantu seluruh staf dengan berbagai cara. Para Driver seringkali bertindak sebagai pembela dalam mempromosikan Jhpiego.
Mari jalan-jalan bersama, menyaksikan pasukan belakang layar yang bekerja untuk kesehatan dunia. Mereka bergelantungan di jembatan, menghadapi banjir, singa, tembakan, lumpur, lumpur dan lumpur!
1. Aaron Molefe - Botswana
Saya dan tim bertugas di salah satu pemukiman pedesaan. Dalam hujan lebat dan lebih dari 100 kilometer jauhnya dari jalan beraspal. Kami terjebak lumpur! Taka da sekop untuk menyelamatkan mobil dari lumpur. Tangan kosong. Ya, kami menggunakan tangan kosong untuk menggali. Sebagian orang harus mematahkan dahan pohon, lalu meletakkannya di atas lumpur, sebagai jalur mobil. Butuh tiga jam untuk terbebas dari lumpur. Semua orang basah dan bergelimang lumpur, mobilnya sangat kotor. Pikirku, ini seperti pepatah “Setelah dipukuli, selanjutnya menghindar” sebab kami menggunakan rute yang sama untuk pulang. Untungnya, kami berhasil melewatinya sebab saya telah lebih menguasai medan. Kini, saya tak takut dengan segala jenis medan.
2. Addisu Benti - Ethiopia
Ada banyak pengalaman selama di perjalanan. Saya ingat sekali ketika bepergian ke daerah Gambella di timur laut. Lokasi ini berjarak hanya 45 kilometer untuk mencapai kota. Tiba-tiba, ada dua singa tidur dalam posisi memblokir jalan. Saya harus hentikan mobil, mengunci semua pintu dan menutup jendela. Saya ingat, kita harus tidak bersuara dan bergerak agar tidak diserang. Dalam ketakutan, saya harus menunggu selama 35 menit di dalam mobil, sampai para singa bosan dan berpindah.
3. Jimah Breh - Ghana
September di Ghana adalah musim hujan, terutama di daerah utara. Hal ini menyulitkan laju mobil di jalan-jalan rusak. Dalam perjalanan untuk sebuah pelatihan di Wa yang berjarak 166 kilometer, terjadi hujan lebat. Hujan ini mengikis sebagian badan jalan, sehingga jalur tak dapat diakses kendaraan. Terpaksa kami mencari jalur alternatif, lebih jauh. Di jalan ini, bangunan penyangga jembatan beton terlihat rapuh. Jalannya sangat sempit akibat pengikisan di salah satu sisi. Meski demikian, kami terpaksa melintasinya sebab tak mungkin berbalik arah. Dengan bantuan dari pemimpin tim, saya periksa jembatan dan menimbang kemungkinan untuik menyeberang. Kami semua akhirnya menghela nafas panjang, ketika akhirnya kami tiba di sisi lain dari jembatan tersebut. Belum pernah saya alami situasi sesulit ini, semoga ini menjadi yang terakhir.
4. Wahidin Hidayat - Jawa Barat, Indonesia
Suatu hari di bulan Ramadhan pada 2012, saya mengantarkan Pak Djoko Soetikno (PTL Jabar) dari Bandung ke Cirebon. Perjalanan memakan waktu tiga jam. Pak Djoko memulai obrolan tentang agama dan membagi pengalaman spiritualnya. Beliau bilang, seluruh manusia adalah setara. Tiap orang harus saling menyayangi dan menghargai., tanpa peduli apa suku dan agamanya. Tiap orang harus diberi penilaian yang sama, entah dia anggota keluarga, teman, rekan kerja, dan siapapun dengan berbagai tingkat pekerjaan. Saya belajar banyak dari beliau dan tak dapat melupakan hari itu, hari bersama Pak Djoko.
5. Teke Bady Clement - Chad
Saya dan Mr Nicolas (Driver lainnya), mengikuti pertemuan perencanaan lokakarya untuk kegiatan malaria di Chad dan Kamerun. Meski bukan tugas utama kami, kami ikut memastikan bahwa seluruh pelatihan berjalan lancar. Di hari terakhir, pemimpin proyek mengevaluasi kinerja saya. Ia menilai saya telah bekerja dengan baik. Penilaian ini menjadi sukses ganda bagi saya, yaitu kesuksesan setelah bekerja dengan baik di tahun sebelumnya (2013), dan sekaligus sebagai motivasi untuk bekerja di tahun 2014. “Semua yang dimulai dengan keindahan, akan berakhir Indah”. Di malam terakhir pelatihan itu, kami semua makan malam bersama, di satu meja yang sama. Tanpa diskriminasi, dengan kepuasan penuh atas hasil kerja keras bersama untuk mensukseskan acara. Saya telah banyak bekerja di sector public dan LSM, namun Jhpiego memberi “perbedaan positif” dengan dukungan suasana kerja yang menyenangkan.
6. Nasser de Lobo - Mozambique
Distrik Chókwé di Provinsi Gaza adalah daerah yang sulit diakses kendaraan. Suatu ketika, rekan-rekan saya harus meninggalkan mobil dan berjalan kaki untuk mencapai tujuan. Ini diakibatkan oleh buruknya kondisi jalan. Dalam komunitas kerja, kita pasti menghadapi berbagai tantangan, namun pada akhirnya, kita akan dapat menghadapinya. Saya senang melakukan apa yang saya kerjakan, inilah yang terus memotivasi saya. Hari ke hari, saya berusaha menjadi orang yang lebih baik, dengan melakukan pekerjaan dengan lebih baik lagi.
7. Ibrahim Bojoyi, Dominic Dravuga, Michael Drichi, Mikaya Ladu, Juac Lual and Trueman Toby - Sudan Selatan
Pekerjaan lapangan selalu menyenangkan, sebab dapat menikmati keindahan alam dan jalanan. Di beberapa bagian negara, ada perampok bersenjata yang mengincar kendaraan. Ini pernah terjadi pada rekan kami. Ia mengemudi dari Juba ke Kejo Keji di negara bagian Central Equatoria. Dalam perjalanan, mereka menjumpai kelompok bersenjata yang merampas sejumlah sepedamotor yang sedang dikemudikan beberapa orang. Mobil rekan kami sempat dihentikan para perampok, namun Driver menembaki para perampok. Untung tak ada yang terluka, dan mobil dalam keadaan aman tak sampai disentuh.
8. Thabo Ntene - Lesotho
Aku tak akan pernah melupakan perjalanan ke Qacha’s Nek dengan ‘Me’ Polo, seorang perempuan yang menjabat sebagai Communication Officer di Lesotho. Kami berangkat ke Tebellong, dengan medan yang sangat buruk. Mobil yang kami kendarai bahkan harus melintasi sungai. Saat di sungai, ‘Me’ Polo mengingatkan saya untuk kembali. Namun saya katakan padanya bahwa di sebelah sana, beberapa orang sedang membbutuhkan bantuan Jhpiego. Lalu, saya kemudikan mobil 4x4 itu. ‘Me’ Polo tampak memejamkan mata dan membukanya setelah saya beritahu bahwa kami berhasil melintasi sungai. Sebab kita berniat menyelematkan nyawa orang lain, maka kita harus pergi sebagaimana rencana awal. Orang-orang ini akan belajar tentang VMMC, dan itu sangat penting. Kami dapat menyelesaikan tujuan perjalanan ini.
9. Judith Bernard - Haiti
Tahun 2014 saya ditugaskan menjemput sejumlah staf di lapangan. Jalan hampir tak dapat diakses akibat musim hujan panjang. Setelah mengemudi 40 kilometer di bawah hujan lebat, tibalah saya pada daerah yang dipenuhi air dan lumpur. Sebuah truk di depan saya, terdampar dalam posisi terbenam lumpur hingga seluruh bagian ban. Saya harus menemukan jalan keluar. Saya singsingkan celana hingga ke lutut. Menggunakan dua ban depan, saya aktifkan four-wheel drive. Ini memungkinkan mobil untuk bergerak di lumpur, meski dengan sangat perlahan sebab posisi mobil sampai miring. Saya harus banting stir untuk mempertahankan keseimbangan, sebab mobilnya bergerak ke segala arah. Dengan menambah sedikit tekanan pada pedal gas, saya keluar dari kesulitan itu. Saya pun keluar dari mobil, melihat posisi mobil sekarang yang berdiri aman di tempat yang rasanya tidak mungkin dapat diraih. Semua anggota tim ucapkan selamat atas pencapaian prestasi besar ini.
10. Michael Mtonga – Zambia
Saya telah bekerja di semua program Jhpiego Zambia. Saya bangga mengatakan bahwa seluruh program itu telah memperkaya pengetahuan. Bahkan, keluarga saya telah mendapat banyak manfaat dari program-program tersebut. Program sunat laki-laki telah menjadi program yang paling menarik. Juli 2013, saya ditugaskan ke Nchelenge, sebuah distrik sekitar 1.000 km dari Lusaka. Di sana, saya berinisiatif untuk mengunjungi salah satu sekolah asrama menengah. Saya pun bertemu pihak sekolah dan menyampaikan tentang pentingnya sunat bagi anak muda. Saya pun diberi kesempatan untuk berbicara di hadapan 400 siswa yang dikumpulkan di aula sekolah. Di akhir acara, titelku berubah sebab seluruh siswa memanggilku dengan sebutan dokter. Mereka tak percaya bahwa aku adalah seorang Driver. Hari berikutnya, klinik dibanjiri para anak muda yang berdatangan untuk disunat.
0 comments:
Post a Comment