Sunday, November 11, 2018

Posted by adrianizulivan Posted on 10:25:00 PM | No comments

#SebelasSebelas


Sedikit gambaran keseruan di hari ini, setahun lalu, yang kami namakan 11.11 atau #SebelasSebelas. Sebuah momen dimana haru dan bahagia menjadi satu, dalam sebuah hari bernama pernikahan.

Jutaan terima kasih kami ucapkan kepada teman dan kerabat yang telah hadir, baik bertemu langsung maupun dalam bentuk doa dan bingkisan. Kami sangat menghargai dukungan teramat besar yang telah diberikan, yang membuat hari bahagia ini menjadi nyata.

Kami yakin, ucapan "terima kasih" tak pernah cukup untuk membalas perhatian semua pihak. Namun sekali lagi, ingin kami sampaikan: TERIMA KASIH!

sebelassebelas.org

This is a snapshot of our special day, this day a year ago, the 11.11 or #SebelasSebelas. When the touched and happiness are melted into one, in an event called marriage.

A million thanks to those who have come, both physically or in prayer and gifts. We really appreciate your very kind attentions to our happy day.

Sure we believe that "thank you" is never enough, but we'd love to say it again: THANK YOU!

Salam,
AZ & EW

💙
Terima kasih tak terhingga untuk duo Kotagede, Natsir & Nasir, orangtua baru kami yang menjadi saksi pengikat janji: Pak M Natsir dan Pak Nasir Tamara. Juga kepada keluarga Natan yang telah membuat mimpi lama saya menjadi nyata: mengukir kisah di nDalem Natan.

ndalemnatan.com

💙
This beautiful piece is a gift from Pigeoo Photography for the #SebelasSebelas. Thank you so much, guys!

pigeoophoto.com

Backsound: Your Love Is Mine (instrumental track)


Mlekom,
AZ

Thursday, July 5, 2018

Posted by adrianizulivan Posted on 9:08:00 PM | No comments

BUKA DONASI | Pengobatan Kucing Enjo


Halo, saya Adriani, mungkin kalian belum kenal. Saya dari Yogya dan saat ini tinggal di Jakarta.

Di rumah keluarga di Yogya, kami memelihara kucing liar. Ada sekitar delapan kucing yang sering datang ke rumah kami, sekadar makan atau bermain. Mungkin tepatnya tidak memelihara, namun merawat. Sebab hanya dua diantaranya yang benar-benar menjadi bagian dari "anggota" keluarga kami.

Itu di rumah saya. Di rumah suami saya pun begitu, merawat sekitar lima kucing (mohon maaf saya gak tahu pasti jumlahnya), yang nyaris semuanya diberikan tempat sebagai bagian dari keluarga.

Hal yang menyedihkan dari tempat tinggal saya di Jakarta--yang saya sebut sebagai "rumah petakan", adalah aturan untuk tidak membawa hewan peliharaan. Maka saya hanya bisa membawa pakan kering di dalam botol, untuk saya bagikan ke kucing yang saya temui di jalan. Saya juga rutin melakukan street feeding dengan meyiapkan makanan basah untuk dibagikan ke kucing di sekitar tempat tinggal saya.

Nah, pagi tadi saya sarapan di Pasar Enjo di kawasan Jatinegara, Jakarta Timur. Setelah makan, saya lihat seekor kucing tiduran. Saya coba panggil diam aja, coba elus juga ga ada gerakan berarti. Saya angkat, sangat lemah. Saya pastikan ada yang salah di bagian pinggang ke bawah, sebab dia kesulitan menggerakkan setengah bagian tubuh tersebut.

Saya tanya ke bapak pemilik toko, tempat dimana si kucing tergeletak di bagian depannya, tepat di pinggir jalan. Beliau bilang: ga tau, mbak! Ketika saya tanyakan apakah kucing ini sakit.

Saya pinggirkan kucing ke bawah meja salah satu display barang dagangan toko tsb, agar tidak terinjak orang. Sebab orang lalu-lalang keluar masuk toko, dengan melangkahi tubuh kecilnya. 

Saya cari pedagang plastik, mau beli keranjang untuk mengangkut si kucing. Sebelumnya sudah minta izin suami untuk membawa kucing ke dokter. Saat itu yang ada di pikiran saya drh Nyoman di Duren Sawit, sekitar 9 kilometer dari lokasi. Saya memilih dr Nyoman sebab mengetahui sepak terjang beliau dalam merawat hewan, terutama hewan terlantar.

Sila cek akun Doknyom, begitu beliau biasa disebut, di sini.



Akhirnya dengan bantuan orang-orang pasar yang melihat saya menggendong kucing malang ini, saya berhasil membawanya bertemu Doknyom. Dokter bilang, ini baru saja kelindes (ditabrak) dan si kucing masih syok (ini yang menyebabkan nafasnya kencang).

Doknyom menyarankan saya untuk merawat sendiri kucing ini di rumah. Sebab dia masih mampu mengangkat pinggulnya, dokter yakin bahwa dia ga perlu dioperasi, cukup dikasih obat selama seminggu.



Yang menjadi persoalan adalah, saya benar-benar ga bisa merawatnya di rumah petakan, sebab memang tidak diperbolehkan. Maka saya minta opsi rawat inap. Klinik membolehkan, dengan dikenakan bea inap dan maksimal hanya sepekan. Setelah itu bagaimana? Mau tak mau, saya harus carikan rumah sementara untuk tempat tinggal kucing ini, sampai dia sembuh dan bisa dibebas-liarkan kembali. Menyedihkan, ya!

Jika ada teman yang berminat memberi tumpangan hingga sembuh, apalagi bisa mengadopsi selamanya, saya akan sangat berterima kasih.

Selain soal rawat-merawat, saya juga membutuhkan bantuan terkait biaya medis. Tadi saya putuskan agar si kucing diberi tindakan medis sesuai kebutuhan hingga benar-benar pulih. Apalagi menurut Doknyom, jika dia tidak dioperasi, ada kemungkinan dia mengalami susah buang air sehingga akan menyebabkan kematian. Salah satu pasien yang sedang dirawat di sana sedang mengalami kasus ini.



Saya minta dibuatkan rincian biaya. Ini detailnya untuk rawat inap selama sepekan:
  • x-ray (foto tulang) Rp 150.000 --> klinik bersedia memberi subsidi dengan  besaran yang belum tahu berapa
  • konsultasi Rp 90.000
  • injeksi antibiotik, dexa (antiradang lokal) dan furosemide, plus infus SC Rp 65.000
  • Obat racikan Rp 3.000 per butir = Rp 42.000
  • Suplemen Rp ... (belum ditentukan)
  • Biaya inap Rp 50.000 x 7 hari = Rp 350.000 (sudah termasuk makan)
  • Akupuntur Rp .... (belum dihitung)
Jadi kurang-lebih sekitar Rp 700.000. Tadi saya sudah titipkan setengahnya sebagai deposit. Jika harus menjalani operasi, biaya diperkirakan antara Rp 2.000.000 hingga Rp 3.000.000 di klinik lain yang dirujuk Doknyom. Namun jika Doknyom dapat melakukan sendiri operasinya, beliau bilang biayanya akan lebih murah.

Untuk itu, dengan berat hati saya membuka donasi untuk membantu biaya perawatan kucing tersebut. Kucing berwarna putih dan abu-abu ini saya bei nama Enjo, sebab ditemukan di Pasar Enjo.

Untuk donasi bea pengobatan, bisa melalui rekening saya:
BCA Yogyakarta 0373066394 Adriani Dwi Kartika. Mohon kirimkan bukti transfer, untuk saya rekap sebagai laporan publik.

Sejak saya publikasikan pagi tadi, hingga saat ini sudah ada sejumlah donasi yang masuk ke rekening saya. Saya berkomitmen untuk melakukan transparansi terkait dana publik tersebut. Ini yang menjadi alasan mengapa saya menulis di sini, untuk dapat mempublikasikan tiap bukti donasi yang masuk. Berikut bukti transfer yang telah masuk:

Donatur 1: NN 1 dan NN 2

Donatur 2: Hamba Allah

Selain di tulisan ini, untuk perkembangan cepat bisa melongok akun Instagram saya @adrianizulivan, atau tagar #KucingEnjo.

Trims buat perhatian besar teman-teman semua. Selain bantuan dalam bentuk uang, ada juga yang bantu menghubungkan dengan kelompok pecinta hewan dan membantu meneruskan informasi ini. Apapun bentuknya, selruh bantuan itu sangat berarti untuk kesembuhan Kucing Enjo.

Trims, hanya Allah yang mampu membalas.

Mlekom,
AZ

Wednesday, May 2, 2018

Posted by adrianizulivan Posted on 11:42:00 PM | No comments

Weekend Husband


Semalam aku ajak Pawami ke perpisahan seorang teman, yang akan kembali ke negaranya. Banyak orang baru kami jumpa di sana, termasuk mas-mas bule yang gabung di meja kami.


Dalam rangka basa-basi, tentu saja ngobrolin hal-hal estede. Dari soal kerjaan, lalu ngalor ke isu yang kami masing-masing geluti (dia bekerja pada salah satu lembaga pemerintah Inggris), pengalaman antar negara dalam menyikapi isu tersebut, dst. Hingga hal personal, lalu ngidul ke pertanyaan: 

Kenapa kalian tidak tinggal bareng?
Kaget? Enggak! Bukan kali pertama menerima pertanyaan serupa. Bukan hanya dari orang yang baru mengenal kami, namun juga keluarga. Nah jadi kepikiran untuk menulis "default answer", jadi kalau ada yang nanya tinggal kasih tautan tulisan ini. Mayan, nambah-nambah pengunjung blog. Ye kan? 👀

Pertanyaan-pertanyaan berikut bukan dari si mas-mas bule. Paham kan kalo orang bule sangat menghargai privasi? Obrolan dengannya malah bikin ngakak terus! Kata-kata di bawah ini aku kumpulkan dari beragam tanya yang kami dapat dari kenalan, sejawat pekerjaan, hingga keluarga. 


Oya, kata "pertanyaan" bisa kalian baca sebagai:
  • keisengan sebab mau-tau-aje urusan orang,
  • kenyinyiran sebab punya banyak waktu untuk mengurus bukan kehidupannya, ataupun
  • rasa cinta sebab begitu besar perhatiannya terhadap kehidupan orang lain.
Nah, mulai dengan pertanyaan paling mudah dijawab ya, masih terkait pertanyaan si mas-mas bule:
Apakah kalian berencana untuk tinggal bersama di satu kota? 
Ya, tentu saja kami merencanakan itu namun tidak sekarang.
Lalu kapan?
Setelah aku merasa "cukup". Ini bukan soal materi ya. Suwer!

Aku pernah bekerja di sebuah tempat (ga perlu disebut), yang gajinya tidak sampai setengah dari penghasilanku di tempat kerja sebelumnya (juga sebaiknya tidak disebut). Meski uangnya dikit, aku bisa meraup begitu banyak pendapatan dalam wujud ilmu, kesempatan, hingga ketenangan batin (berupa kebanggan, pencapaian, persahabatan dan masih banyak lagi yang sulit diterakan karena lebih mudah dirasakan. Ya!).


Itu sebab mengapa aku selalu benciiiii ketika ada bocah baru lulus sekolah langsung nanya "gajinya berapa?" ketika ditawari pekerjaan, bukannya pamer keahlian terlebih dahulu. Juga benci dengan bagian kepegawaian yang nanya "minta gaji berapa" di awal proses perekrutan pekerja, sebelum nge-tes kemampuan. Huf!


Lagi pula sekarang, dengan status sebagai perempuan menikah, aku berhak atas sesuatu yang membahagiakan bernama: jatah istri (yippie yay yay!). Dengan kebahagiaan baru ini (huahahaha), Insya Allah segala kebutuhanku sudah dipenuhi dengan sangat baik oleh Pawami, lahir dan... (ehm) batin. Jadi ketika ada yang bilang:

Yogya itu kota yang sangat menyenangkan. Ketika seluruh keluarga dan kehidupan sosial/komunitasmu di sana, maka cuma ada satu alasan yang membuatmu memilih hidup di kota se-semrawut Jakarta: Uang.
Ya sila menilai sendiri, dengan terjemahan sebebas-bebasnya. "Cukup" yang kusebut di atas lebih pada suatu capaian. Capaian tentu memiliki nilai/besaran. Nilai tersebut, sayangnya, seringkali hanya mudah dipahami oleh diriku sendiri atau orang-orang terdekatku.

Jika beberapa tahun lalu aku sangat ingin lanjut kuliah di negara-negara barat, belakangan prioritasku bergeser. Kuliah bukan lagi cita-cita pertama, meski masih menjadi keinginan besar. Secara berurutan, ini capaian yang kini sangat ingin kujadikan nyata:

  1. Bergabung dengan badan milik Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Dalam isu apapun, namun aku sangat ingin belajar tentang lingkungan.
  2. Menjadi bagian dari sebuah media besar berbasis internet, Google dan Facebook adalah dua daftar teratas impianku. Masih sangat ingin belajar lebih banyak tentang dunia media.
  3. Lanjut sekolah magister di bidang Manajemen Pemasaran (Universitas Indonesia) atau Studi Pembangunan (Institut Teknologi Bandung), sambil tetap bekerja. Kenapa ga di Eropa? Karna umur udah kelewatan buat cari beasiswa buk, mana tabungan cuma cukup untuk sekolah di "deket-deket sini ajah". Yang paling mungkin ya di UI, sebab aku bekerja di Jakarta. Tapi paling pengen di ITB, karna bisa mencicipi pengalaman tinggal di kota berbeda.
  4. Punya anak. Cita-cita ini ada di antara ketiga poin di atas, ga tau mana yang terwujud lebih dahulu, Insya Allah.
Pasti sulit ya memahami pilihan ini, bagi mereka yang memilih hidup di jalur "orang kebanyakan". Dibilang macem-macem sih sering:
Islam mengajarkan istri untuk ikut suami
Tantangannya adalah: hal-hal yang menjadi cita-citaku tidak ada di Yogya, kota tempat suamiku tinggal.
Tidak baik mementingkan karir dibanding keluarga. 
Aku ketawa aja lah. Karir itu mahluk apa sih?
Ya suamimu aja yang disuruh kerja di Jakarta, jadi bisa tinggal sama-sama. 
Suamiku juga punya cita-cita loh yaaa. Cita-citanya ada di Yogya, bukan Jakarta.

👐👐👐

Dan percayalah, persoalan yang dihadapi keluarga kami yang masih terdiri atas dua nyawa ini, tidak sesimpel pikiran orang lain. Orang bisa berpikir begitu mudah, tentang cara yang harus ditempuh agar kami dapat hidup bersama: salah satu mengalah, lalu mengikuti yang lain. 

Itu ga mudah sih buat kami. Selain pertimbangan terkait kami berdua, ada pula pertimbangan lain yang berhubungan dengan keluarga (orangtua, adik kakak) kami masing-masing. Ini pertimbangan yang ga perlu kalian ketahui, sebab akan makin sulit untuk dipahami oleh kalian (iya, kamu kamu itu!).

Setidaknya, selama kami belum punya tanggungan (anak, orangtua yang butuh perhatian khusus, atau situasi lain), kami merasa nyaman menjalani kehidupan yang merupakan hasil dari keputusan kami bersama ini. Buat kalian yang hobi bertanya hingga memberi usulan, aku jadi pengen ikutan nanya: Lah suamiku aja menghargai keputusan bersama kami tersebut, kok situ mo ikut-ikutan mutusin... EMANG SITU SIAPA? 💬

Dalam sebuah sesi wawancara dengan bagian personalia beberapa waktu lalu, aku diminta menggambarkan secara lisan, bagaimana aku melihat diriku di lima tahun ke depan. Dengan lantang (bah!), aku bilang:

Seorang perempuan yang menyandang gelar ibu dan master.
Kembali ke obrolan semalam. Ada satu pertanyaan lain, yang ditanyakan dengan nakal:
How do you manage it, being a weekend husband?
Dengan bercanda, si mas-mas bule berbisik ke arahku: Kamu punya kesempatan untuk mendapat weekdays husbandDan kami bertiga tergelak!

Boljug usulnya ya! 👌

Halo Pawami, 
Trims ya sudah menjadi bagian hidupku. Trims telah menerimaku apa adanya, meski ga ada apanya (helah). Trims sudah mendukungku menjadi apa yang kumau. Trims sudah bersedia menjadi weekend husband yang selalu pulang membawa cinta. Trims!

Setelah akhir pekan panjang di Jakarta, semalam. Saat akan pamit kembali ke Yogya. Kami berpelukan lama, seperti biasa. (Dipeluk lama adalah hal yang paling kusuka, ketika bersama orang-orang tersayangku--ini informasi sangat penting 👅)
Besok berapa umurmu? 
Yah, dia curi start! Hahahaha, ya begini ini kehidupan seru para pasangan pulang jumat kembali ahad (PJKA) alias weekend husband and wife. Yang memilih untuk memberi ucapan selamat ulang tahun lebih cepat, asalkan yang diberi ucapan ada di depan dadanya.

Eh mas, semalam itu ucapan ultah kan ya? Tumben!


[Gambar: Sebuah akhir pekan ketika Pawami sedang menjalani tugas mulia sebagai weekend husband.]


Mlekom,

AZ

Wednesday, January 17, 2018

Posted by adrianizulivan Posted on 2:43:00 AM | No comments

Mbak, Endes!

Obrolan endess dengan seorang teman di salah satu komunitas. Aku dalam tulisan yang dicetak miring, dia ga miring. (((aku miring))) 👧

Oh tinggal di Kalimalang mbak. Tanya donk, tau toko perabot di Kalimalang?

Kalimalang tu gede, sebelah mananya?

Aku gatau juga, nemu di Google katanya toko perabot banyak di Kalimalang.

Sebentar aku cari di Google.

... (bingung)

Ini ada nih nemu dua toko.

Yah mbak, kalo toko kaya gitu sih di tiap tempat ada. Ini pusat perabot, kaya di deket Stasiun Klender itu.

Oh Klender? Jauh itu mah dari Kalimalang.

Memang (kan aku ga bilang deket juga!). Maksudku, deretan toko yang jual perabot gitu.

Kamu nyarinya perabot apa?

Perabotan rumah kaya meja, kursi, rak buku.

Owalaaah, perabot itu tho maksudnya.

Lah perabot apalagi emang?

Di pikiranku, perabot itu bahan plastik, kaya ember, lemari plastik.

Ya iya juga sih, maaf infonya ga jelas ya. Furnitur maksudku, pengennya kayu.

Bilang donk dari tadi furnitur.

... (yha...)...

... ...

Aku baca, di Kalimalang itu salah satu pusatnya selain di Klender dan Jatinegara Kaum. Yang di Kaimalang ada dari bahan rotan juga.

Wah aku malah ga tau tuh. Ada sih, tapi ga banyak.

Iya (well, yeah) itu di mana?

Kamu mau cari apa?

Rak.

Rak apa?

Rak buku dan tempat naro-naro barang.

Wah kalo rak sih bikin aja, minta bikinin tukang kayu.

Boleh juga, ga masalah, malah bisa milih modelnya.

Kamu cari aja dulu kayunya, beli di tukang kayu. Jadi bisa pilih kayu bagus. Trus bikin aja sendiri.

Aku ga bisa ngerjain kaya gitu.

Ya suaminya.

Dia ga di sini.

Atau panggil tukang buat ngerjain. 

Panggil buat ngerjain di mana?

Di rumahmu.

Di kontrakanku ga bisa.

Rumahnya di mana?

Di blablabla.

Alah cuma butuh tempat kecil aja bisa di depan rumah.

Rumahku petakan blablabla, ga ada depannya.

Oh pasti tinggal di rumah susun ya?

Duh maaf ya, bandel-bandel gini aku ga akan nyewa tempat yang bukan hakku.

Oh, di gang-gang pinggir kali dekat Pasar Gembrong itu ya?

Alhamdulillah enggak. (mulai males ngomong)

Trus di mana?

Di blablabla.

Lah itu deket banget sama Kalimalang. Tinggal muter balik, cuss. 

Memang deket, makanya aku cari perabot di tempat yang deket kontrakan.

Kenapa ga ngontrak di Kalimalang aja?

Mau mau aja, cuma ga sempet nyarinya. Ini aja kemaren kita cari di inet.

Di tempatku petakan gitu banyak, mungkin ada yang kosong. Di sana enak, cuma macetnya kebangetan. Aku sih jalan kaki tiap berangkat, sekitar tiga kilometer, kalo kamu suka jalan bagus banget. Sejak jalan aku ada untungnya, sekalian olahraga.

(You bet...)

Budget-nya berapa? Coba kutanya-tanya. 

Ya yang ga mahal lah kira-kira sama dengan kontrakan sekarang.

Berapaan yang sekarang?

Ga tau juga, suami yang bayar. (I won't tell ya)

Emang di mana sih?

Di blablabla.

Ih kok mau sih di sana? Kan susah cari makanan.

Memang iya, tapi aku masak. Kan sebelahnya ada pasar dan mol yang jual bahan mentah.

Kalo cuma sendiri ngapain sih masak, malah boros dan bikin cape aja. Aku sama ibuku aja beli.

Aku ga cape dan sangat menikmati memasak.

Eh iya sih, beda. Aku kalo liat Instagram kamu isinya makanan terus, jadi selalu laper. (lalu sibuk buka istagramku) Ini masak apa?

(kujawab pertanyaannya, meski jawabannya ada di caption)

(scroll down) Ini masak apa?

(kujawab lagi, meski caption sangat jelas. Begini sampe lima foto)

Kok bisa sih masak terus?

Kan pengangguran.

Serem ga tinggal di blablabla?

Kok bisa?

Aku tanya.

Ya pertanyaan kaya gitu kan ada sebabnya. Emang ada cerita apa di sana?

Enggak tau, cuma nanya aja.

Mbak serem ga tinggal di Kalimalang?

Enggak lah, aku udah sejak kecil di sana.

Ya aku tanya aja. Sama aja kan dengan pertanyaanmu...

Di tempat kamu itu kata orang serem.

Serem gimana?

Aku gatau, makanya nanya. Kalu ga serem ya gpp.

(makin kesel ga sih???)

Kalo mau bikin rak, bisa juga kayunya dibeli lalu ditaro di tukang kayu. Dia kerjakan di tempatnya sendiri.

(nyimak dulu, ada kelucuan apalagi habis ini)

Beli bahan kayu yang bagus, selembarnya sekitar 150 ribu. Itu paling butuh berapa lembar, mau bikin ukuran berapa?

Ya sekitar tinggi 4 sampe 5 susun, lebar 50 senti.

Ah iya ga mahal itu.

Berapa kira-kira?

Dulu sih aku tiga juta.

Seberapa dulu?

2003. (obrolan ini berlangsung pada Januari 2018)

Ya berarti sekarang sudah 13 juta.

Ya kalo ga mau mahal, pake kayu bekas peti kemas itu loh.

Pallet gitu ya. Mau aja, aku pengen kayu.

Tapi ga awet. Kalo punyaku kayu nangka.

Ya kayu nangka pun bagus. Kemaren aku beli di meja kursi di Klender, bahannya kayu jati belanda. Aku suka, ringan.

Jati belanda itu kan jati muda.

Iya (lah emang!)

Beli kayu bekas peti kemas aja, murah. Cari di Priok.

Di pelabuhan?

Iya.

Wah ya ga mungkin banget.

Kamu tinggal ke sana, pilih, bawa ke tukang kayu.

Nyerah deh mbak, aku ga mungkin ke Priok, lalu bawa kayunya ke tukang kayu. Belum cari tempat jual kayu, belum cari tukang kayu. Ga mungkin.

Coba aku tanya ya ke tukang yang dekat rumahku.

(dengan referensi harga 2003?)

Nanti aku kabari kamu.

Bikin baru dengan cari kayu dan cari tukang itu ga bisa aku pilih. Aku tinggal sendiri, ga pernah tau tentang kayu. Dan akan sangat sulit ke sana kemari karna sumiku cuma ada di akhir pekan. Dan ini buat sementara aja, aku ga mau beli mahal karena ga punya uang. Kemaren aja aku pilih meja ini (nunjuk ke foto di hape, meja yang beli di Klender) karna murah tapi kokoh, dan kebetulan aku pengennya kayu.

Ya kalo gitu beli di sana aja.

Ga ada mbak, di sana itu adanya meja dan bangku lesehan doank yang udah jadi. Kalao mau model perabot lain kudu pesan.

Ya pesan di sana aja.

Rencananya begitu. Tapi karna tau mbak orang Kalimalang dan Google bilang di Kalimalang segala perabot kayu ada di sana, maka aku tanya mbak kali aja tahu biar aku bisa cek barangnya.

Kalo gitu beli jadi aja.

Lah sejak sejam lalu aku bilang memang pengen beli jadi, ga pengen bikin. Mbak kan yang nyuruh bikin.

...dll dst...


Eyala mbak, endesss banget ni obrolan!

Gegara rajin Googling rak di toko online, sekarang iklan yang muncul kalo buka inet ya kaya sekrinsyut di atas ini.

Mlekom,
AZ








  • Atribution. Powered by Blogger.
  • ngeksis

  • mata-mata