Baru saja nonton liputan di TV tentang Green Graffiti. Papaku bilang: bagus banget!" Aku mengangguk setuju. Kata perusahaan yang diwawancara: "Ini ramah lingkungan, cocok diterapkan di negara berkembang. Aku bilang: "Tidak! Indonesia memiliki corak media berbeda."
Alasan:
- Jalur pejalan kaki di Indonesia terbatas. Jikapun ada, diserobot parkir dan pedagang kaki lima.
- Jumlah pejalan kaki di Indonesia tak banyak. Mereka (termasuk aku), lebih suka naik kendaraan.
Ketika jalur pejalan kaki terbatas, maka media untuk membuat graffiti itu akan ikut terbatas. Masa' iya mau bikin graffiti iklan di trotoar yang saban malam diinjak gerobak angkringan?
Baliho, spanduk, umbul-umbul dan sejenisnya, apalagi yang berukuran raksasa, memang merusak wajah kota dan sangat tidak ramah lingkungan. Setelah usai masa tayangnya, media ini hanya akan menjadi sampah, sampah yang sulit diurai alam.
Namun hingga kini, media luar ruang jenis ini masih dianggap yang paling efektif di Indonesia. Sebab, mayoritas masyarakat kita adalah pengguna kendaraan, sehingga media harus dipasang dengan posisi yang sesuai dengan jarak pandang/baca mereka; dari dalam mobil/bus, dari atas sepeda motor, dan seterusnya.
Contoh-contoh baik dari negara maju memang tak selalu pas bila diterapkan di Indonesia. Selain karena masyarakat yang tak taat hukum, pemerintah pun melempem dalam terapkan kebijakan.
Ini negaraku. Mana negaramu? :)
Mlekom,
AZ
`
*
Tentang Green Graffiti, lihat di sini. Website-nya oke!