Tiap Papa bilang "ulang tahun, ulang tahun", kami akan rebutan meniup lilin. Maksud 'ulang tahun' itu adalah nyuruh matikan lilin ketika listrik nyala kembali. Kegiatan seru usai mati lampu.
Mati lampu sangat sering terjadi di Sumatra. Sampai ada semacam himbauan untuk tidak membeli barang elektronik bekas orang Medan, sebab listrik sering jeblok yang berpengaruh pada kualitas mesin yang sering di-on-off dengan paksa. Ini semacam himbauan untuk tidak membeli mobil bekas plat B, sebab sering terkena banjir.
Masa kecil di Sumatra adalah masa menikmati mati lampu. Begitu listrik padam, langsung berebut main senter, cari lilin, nyalakan kompor gas untuk mengambil api, tancapkan lilin ke tatakan--berupa tempat lilin bercabang, lepek kramik, atau di atas tutup kaleng-- bermain-main dengan lelehan lilin, sampai ritual "ulang tahun, ulang tahun" tadi.
Bermain lilin selalu menjadi kegiatan menyenangkan di masa kecilku bersama kakak-adik. Mungkin tak hanya masa kecil kami, namun juga anak-anak lain. Dalam jamuan makan malam di sebuah restoran di Singapura, seorang bocah terus memandang lilin di meja kami.
Lilin beneran. |
"Do you wanna try?" kata temanku. Si bocah mengangguk dan menyodorkan tangannya. "No way, the fire will hurt you!" cegahku. Si bocah menarik tangannya. Temanku lalu mengarahkan bibir gelas ke arahku. Grasp! Itu cuma elektrik, pakai baterai. Hahahaha. Lalu kuberikan pada si bocah, yang batal memegangnya karena panas. Nah tu anak bule tertarik, ya tapi bocah mana sih yang nggak suka bermain lilin?
Lilin ecek-ecek. |
ML. Begitu si Kadep nyebut Mati Lampu. Gambar pertama dari sini.
Mlekom,
AZ
0 comments:
Post a Comment