Sebagaimana kota-kota lain di Pulau Jawa, Magelang menandai pusat kotanya lewat keberadaan alun-alun. Uniknya, alun-alun kota ini memiliki tak hanya satu tempat peribadatan--yang biasanya berupa masjid. Secara berdampingan, ada beragam keyakinan yang beribadah di satu kawasan sama. Diurut berdasar tahun berdiri, inilah bukti kerukunan lima umat di pusat Kota Magelang.
1. Masjid Agung. Awalnya hanya berupa langgar kecil (1650), lalu dibangun lebih besar pada 1810. Di masa penjajahan Belanda, bangunan yang terletak di sayap barat alun-alun ini menjadi tempat persinggahan pejuang kemerdekaan.
2. Gereja Protestan Indonesia bagian Barat (GBIP). Merupakan satu dari tujuh wilayah yang dibangun serentak di berbagai kota di Indonesia, pada 1817. Gereja yang dulunya bernama "De Protestantse Kerk in Westelijk Indonesie" ini terletak di sayap utara alun-alun.
1. Masjid Agung. Awalnya hanya berupa langgar kecil (1650), lalu dibangun lebih besar pada 1810. Di masa penjajahan Belanda, bangunan yang terletak di sayap barat alun-alun ini menjadi tempat persinggahan pejuang kemerdekaan.
2. Gereja Protestan Indonesia bagian Barat (GBIP). Merupakan satu dari tujuh wilayah yang dibangun serentak di berbagai kota di Indonesia, pada 1817. Gereja yang dulunya bernama "De Protestantse Kerk in Westelijk Indonesie" ini terletak di sayap utara alun-alun.
3. Klenteng Liong Hok Bio. Perang Jawa (1825) pimpinan Pangeran Diponegoro turut melibatkan warga Tionghoa. Sebagai pejuang perang, mereka hidup berpindah-pindah. Magelang merupakan salah satu tempat persinggahan, sehingga dibangunlah klenteng Budha ajaran Tridharma (Taoisme, Buddhisme dan Konfusianisme). Klenteng yang dibangun tahun 1864 ini terletak di sisi selatan.
4. Gereja Santo Ignatius. Terletak di sebelah barat GPIB, gereja Katolik ini dibangun tahun 1899. Sejak 1933 telah menyelenggarakan kotbah mingguan berbahasa Jawa. Gereja ini turut mengalami keganasan pendudukan Jepang, dengan penangkapan pastur-pastur berkebangsaan Belanda.
5. Uniknya, Liong Hok Bio yang merupakan tempat peribadatan Budha ajaran Tridharma, menjadi titik mula upacara Pindapata. Pindapata merupakan rangkaian prosesi Waisak ajaran Budha Mahayana, sebelum biksu berdoa di Candi Borobudur. Borobudur yang berjarak sekitar 20 kilometer dari alun-alun ini, menjadi pusat perayaan Waisak nusantara sejak 1953.
4. Gereja Santo Ignatius. Terletak di sebelah barat GPIB, gereja Katolik ini dibangun tahun 1899. Sejak 1933 telah menyelenggarakan kotbah mingguan berbahasa Jawa. Gereja ini turut mengalami keganasan pendudukan Jepang, dengan penangkapan pastur-pastur berkebangsaan Belanda.
Belajar kerukunan beragama tak perlu jauh-jauh ke luar negeri. Lihatlah warga Magelang, yang damai menjalaninya sejak ratusan tahun yang lalu. Hingga kini, alun-alun Magelang menjadi arena berbaur antar-umat yang beribadah dengan lima cara berbeda.
Mlekom,
AZ
0 comments:
Post a Comment