Tiga hari berturut-turut, aku dan Elan main ke lereng gunung-gunung yang ada di Jateng. Ya, cuma lereng gunung sih. Hehehe, judulnya lebay yah.
Aku ikut Elan yang punya agenda sosialisasi program kerjanya. Meski kerja, selalu ada bonus kesenangan di akhir kegiatannya.
Aku ikut Elan yang punya agenda sosialisasi program kerjanya. Meski kerja, selalu ada bonus kesenangan di akhir kegiatannya.
Hari I: Senin, 23 Juli 2012
Kaki Gunung Merapi
1. Desa Sidorejo, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten
Kali ini, kami bersama Mas Mart. Berangkat pukul 08.30 dan tiba sejam kemudian di Kantor Lurah Desa Sidorejo. Sosialisasi diadakan untuk Mahasiswa KKN UII yang... masya Allah, bukannya perhatikan orang yang bicara di depan, malah asyik foto-foto narsis sendiri secara sembunyi-sembunyi di bangku mereka. Setelah acara bubar, ini yang mereka lakukan:
Kelakuan mahasiswa KKN UII |
Meski hanya ada 1-2 mahasiswa yang tertarik (hanya dua orang bertanya, lainnya saling tolak-tolakan ketika diminta menjawab pertanyaan), sosialisasi ini berjalan baik. Ya, sebab mahasiswa tak mungkin menolak permintaan desa yang memberi mereka nilai untuk KKN-nya ini kan?
2. Kebun Pak Totok
Dari Kantor Lurah, kami ke kebun Pak Totok. Hanya sekitar 1 km mengarah ke puncak Merapi, kami tiba untuk memetik cabai merah! :)
Menuju perjalanan selanjutnya, Desa Balerante, kami melihat proses penambangan pasir material erupsi yang menurut Mas Mart: "Tidak mau belajar dari bencana". Maksudnya, proses menggali dengan lubang-lubang seperti ini berlangsung segera setelah erupsi 2010, namun mereka tidak pernah mau peduli bahwa lubang-lubang besar itu akan berbahaya ketika banjir lahar.
3. Desa Balerante, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten
Lama tak bertemu Pak Jainu, Kaur Pemerintahan Desa Balerante. Kami mendatangi rumah beliau yang berada di kilometer 4,5 dari puncak Merapi.
Pak Jainu dan Mas Mart |
Akhirnya, untuk pertama kalinya, aku menginjak desa ini. Meski saat tanggap-darurat bencana 2010 lalu sering bertemu warga Balerante, namun hanya di pengungsian. Ketika mampir shalat ashar di masjid dekat rumah Pak Jainu, kami sempat melihat-lihat lingkungan sekitar yang kini sudah bangkit.
Pasca erupsi Gunungapi Merapi pada 2010 lalu, desa ini menggerakkan batik lokal. Pak Jainu memperlihatkan cetakan motif batik cap yang mengandung cerita tentang Merapi. "Kapan-kapan saya lihat ke perajinnya ya, pak!" kataku pada Pak Jainu.
4. Masjid Komaruddin
Pukul 17.00 kami tiba di Bantul, antar Mas Mart. Lalu pulang, mampir ke masjid di Jalan Suryodiningratan Jogja untuk shalat ashar. Begitu salam, langsung adzan magrib. Dapat takjil semangkuk bakso plus segelas teh hangat. Alhamdulillah... Tak lupa kujebloskan sejumlah rupiah ke kotak amal di depan masjid, sebagai ganti makanan enak yang tak kami bayar itu.
Hari II: Selasa, 24 Juli 2012
Kaki Gunung Sindoro - Sumbing
1. Kecamatan Bejen, Kabupaten Temanggung
Berangkat dari Jogja pukul 07.30, kami tiba di Temanggung dua jam kemudian. Langsung menjemput Pak Danang di Bappeda, kantornya yang berada di pusat kota. Langsung meluncur ke Desa Kandangan (30 menit) untuk menjemput Pak Taufik, Kaur Pemrintahan Desa Kandangan. Lalu menuju Kantor Kecamatan Bejen (sejam perjalanan).
Acara sosialisasi dimulai pukul 11.00. Kasihan para Lurah yang sudah menunggu sejak pukul 09.00. Kami tak tahu berapa jauh jarak kecamatan tersebut dari Kota Temanggung :(
Yang lain berseragam, aku sandal jepit! |
Selain bantu motret kegiatan, aku menjawab sejumlah pertanyaan mengenai program ini (ah, untung aku tahu! Hihihi) dan membantu proses penginstallan software ke laptop masing-masing Kades.
Perjalanan ke-dari kecamatan ini sangat indah. Sejauh mata memandang, gunung dan tanaman terlihat. Biru, hijau. Ah, indah. Ditambah aktivitas warga yang sungguh menarik hati.
Di sepanjang jalan juga melihat iklan sirup merk Astina yang (sayangnya) ditempel di pohon-pohon. Jadi tertarik mencoba rasanya...
2. Toko Kacamata, Kota Temanggung
Aku lupa membawa kacamata hitam. Sepanjang jalan kami pasang mata, mencari penjual kacamata hitam. Mata telanjangku tak kuat terpapar sinar matahari. Ternyata, sepagi itu tak mudah. Sempat memelankan laju mobil di Sleman, Muntilan, dan Magelang. Akhirnya dapat di Temanggung, kota tujuan, setelah kututup mata dengan jaket sepanjang perjalanan. Tak apalah, daripada tidak.
Kacamata ini kudapat di sebuah optik dekat Pasar Temanggung. Berkaca mika, Rp 20.000,-. Sebenarnya mereka punya bahan kaca seharga Rp 150.000. Namun desainnya norak sekali dengan emas-emasan :)
3. Masjid ... (tidak mencatat namanya)
Acara sosialisasi selesai pukul 16.00. Sejam ke Kandangan, lalu Temanggung Kota, mengantar Pak Taufik dan Pak Danang. Kami mampir di sebuh masjid di ujung Temanggung, untuk shalat ashar dan menunggu maghrib. Dapat takjil lagi. Kujebloskan lagi sejumlah rupiah ke kotak amal untuk makanan dan keakraban luar biasa dari penduduk setempat.
4. Tip Top
Beruntung, jalur Magelang-Jogja tidak macet. Kami tiba dua jam kemudian. Lalu mampir cari makan. Sebab perut tak terlalu lapar, kami memilih Tip Top, warung eskrim jadul di Mangkubumi.
Hari III: Rabu, 25 Juli 2012
Kaki Gunung Sindoro-Sumbing
1. Kecamatan Gemawang, Kabupaten Temanggung
Hari ini masih di Temanggung. Tadinya tidak mau ikut, tapi mengingat aku belum ke satupun situs arkeologi di kabupaten ini, aku paksakan diri untuk ikut lagi.
Kemarin pagi, sebelum berangkat, kucetak informasi di internet tentang Situs Liyangan. Kemarin memang tak ada waktu untuk jalan. Namun hari ini, karena berangkat lebih pagi, kami bisa menyelesaikan sosialisasi hingga pukul 13.00.
Semalam kuajak teman-teman Tukang Makan untuk ikut serta. Namun mereka tentu tak tertarik akibat jeda lima jam menunggu Elan bekerja.
Kami berangkat dari Jogja pukul 06.30. 1,5 jam kemudian tiba di Magelang, lalu Temanggung. Langsung menjemput Pak Taufik dan Gabri di Kandangan.
Oh yeah? Hummm... | Lokasi: Jembatan menuju Temanggung |
Gabri adalah sahabatku yang sedang KKN di desa tersebut. Kami minta bantuannya untuk mengikuti proses ini, sebab ia mempunyai program kerja mengenai sistem informasi.
Presentasi |
Oya, sepanjang jalan ke kecamatan ini sangat menarik. Selain bentang alam, juga aktivitas warganya. Sepanjang jalan tampak kebun-kebun kopi. Warga menjemur kopi panenannya di sepanjang jalan yang dilewati kendaraan. "Aku harus membeli kopi Temanggung!" sorakku dalam hati.
Hari ini proses sosialisasinya cukup rumit. Tapi aku enggak ikut-ikutan ribet, cuma bantu proses installing :) Lihat kehebohan di TKP:
Trio maut: Gabri (pakai jas almamater),
Pak Taufik (merah, sebelah Gabri), Elan (kemeja putih)
Mundur sejam dari perkiraan, proses ini selesai pukul 14.00. Kutanyakan apakah Pak Taufik dan Gabri ada keperluan lain, jika tidak, aku ingin diantarkan mencari kopi. Eh, Elan malah mengingatkan ke candi-candi. Aku? Pengen banget sih, tapi sengaja tidak kuucapkan, karena kutahu mereka semua cape. Akhirnya, Pak Taufik antarkan kami ke... Situs Liyangan!
2. Situs Liyangan
Perjalanan ke sana sekitar 40 menit dari Kecamatan Gemawang. Aku tertidur di jalan, tiba-tiba sudah di gerbang Desa Liyangan. Alhamdulillah, jadi juga!
Narsis |
Tidak, mereka tak menginjak puncak candi. |
3. Kopi Temanggung
Setelah mengantar Pak Taufik dan Gabri kembali ke Desa Kandangan, kami mampir ke Kota Temanggung untuk mencari kopi. Sengaja tidak bertanya pada Pak Taufik yang tadinya ingin mengantarkan ke tetangganya, sebab kami sungkan, sudah terlalu sore.
Sepertinya, nyaris seluruh Alun-alun di Jateng ada baliho rokok... |
Menyusuri jalan-jalan kota: pasar, pertokoan, tak kami temukan. Huff. Akhirnya mampir Masjid Agung di Aloon-aloon. Shalat ashar di masjid yang penuh debu karena sedang dalam renovasi ini.
4. Masjid Agung Temanggung
Masih 15 menit lagi maghrib. Sambil menunggu berbuka, Elan tidur di teras masjid. Kasihan, capek sekali Pak Pir yang sudah nyetir luar kota tiga hari ini...
Zzzz... |
Kami dapat takjil lagi di sini. Enggak kami sih, tapi Elan. Sebab tak ada gerombolan perempuan, jadi aku tak gabung di areal laki-laki yang berbuka bersama di masjid ini :|
Aku lapar. Elan bawakan aku sepotong pisang goreng. Alhamdulillah, daripada tidak. Kami berniat makan berat di Jogja saja, dan membeli bakso dan mi ayam di Temanggung atau kupat tahu di Magelang. Lalu, selain mencari toko roti dan/atau toko oleh-oleh yang kami yakin menjual kopi Temanggung, kami pun pasang mata untuk warung makanan.
5. Dele Goreng
Maksudnya: Kedelai goreng. Ini adalah makanan khas Temanggung. Ada di toko oleh-oleh. Kami mampir, niat mencari kopi. Ternyata tak ada. Dua toko kami hampiri. Okelah kalo begitu.
Jalur Temanggung-Magelang ini merupakan jalur padat. Yang lewat tak hanya mobil, namun juga truk dan mobil besar sejenis. Bayangkan fuso sebesar ini tiba-tiba ada di muka kami, setelah memutar dari toko dele. Si besar yang tak mau mengalah... :|
6. Alun-alun Magelang
Ternyata sepanjang jalan tak ada yang menarik. Hingga tiba di Magelang. Kuputuskan untuk mampir di Alun-alun Kota Magelang, makan di warung tenda yang punya kran air bersih. Tenda itu berada di timur menara air kuno.
Menara air di ujung sana. |
Suasana di sini ramai. Kami sempatkan mampir melihat bazaar di depan Matahari, memotret kondisi trotoar yang licin dan klenteng cantik.
Trotoar kok dipasangi lantai keramik! |
Klenteng cantik di selatan Alun-alun. |
Kami sempatkan pula mampir ke toko oleh-oleh untuk mencari... kopi Temanggung! Hehe,
kopinya tidak ada, malah beli pisang aroma yang rasanya yahud! Meski dijual di Magelang, ini khas Temanggung dan memang diproduksi di sana.
Toko oleh-oleh adalah sampah visual terbesar di Magelang! |
Akhirnya langsung pulang, tak jadi makan berat di Jogja. Selain kecapean dan sudah terlalu malam, siomay dan teh botol Alun-alun Magelang masih memenuhi perut kami.
RT @adrianizulivan Pagiku sekarang tanpa kamu, ya! #tigahariseru
Hari ini aku tak ikut Elan lagi yang masih ada sosialisasi ke Kecamatan lain di Temanggung. Aku sedikit pilek, karena kemarin Temanggung dingin sekali, tak seperti hari sebelumnya. Elan pun jalan dengan teman kantornya. Eh, pulang-pulang bawa 2 kg biji kopi. Tunggu ceritanya besok, ya!
Mlekom,
AZ