Saturday, December 31, 2016

Posted by adrianizulivan Posted on 11:51:00 PM | No comments

Layanan Puskesmas di Kota Jogja

Pernah gunakan layanan Puskesmas di sekitar tempat tinggalmu?

Saya (akan) pernah.




Update, setelah selesai layanan:


Menurutku ini kemahalan untuk layanan Puskesmas, mengingat profil pengguna layanannya. Tadi tambal dua gigi kena Rp 30.000. Jadi total Rp 52.000, angka yang pasti besar untuk kebanyakan pengguna Puskesmas yang ga punya jaminan kesehatan.


Di Jakarta (aku berobat di Puskesmas Menteng Jakarta Pusat) semua layanan Rp 2.000 di jam kerja, Rp 15.000 setelah jam/hari kerja (layanan klinik umum 24 jam/7 hari). Layanan tambal gigi seharga Rp 10.000, alat dan fasilitas di ruang gigi sudah pakai teknologi terbaru sebagaimana di rumah sakit. Belum lagi soal bagunannya yang boleh lah disamakan dengan kelas rumah sakit kecil/klinik besar.


Di Puskesmas di tengah kota Yogya ini, lampu sorotnya mati, sedotan saliva ga fungsi dan air kumur diambil dari kran washtafel. Huf, padahal Yogya menjadi barometer kesehatan di Indonesia.


Yang bikin beanya lebih mahal pastinya akibat minimnya alokasi anggaran kesehatan sebagai subsidi pemerintah. Ah sayang sekali, ini yang agak mengecewakan. Tapi layanan dan kesigapan petugas oke semua, malah lebih ramah dari Jakarta.


Kesimpulan: akan datang kembali jika membutuhkan, tapi semoga ga ada keluhan kesehatan apapun deh. Amin.


Mlekom,

AZ


Wednesday, December 21, 2016

Posted by adrianizulivan Posted on 5:39:00 PM | No comments

Serba Dua Ribu!

 

Hari ini temanya serba dua ribu :)

Pagi banget tadi naik Gojek ke stasiun Gambir untuk ketemu teman. Dengan pembayaran non-tunai Go Pay, aku hanya membayar Rp 2.000. Kusempatkan pula mengambil uang pengembalian dari tiket kereta yang batal kunaiki, setelah fotokopi KTP seharga Rp 2.000.

Pengalaman pertama gigi sakit.
Dari stasiun pengennya langsung berobat. Udah tiga hari ini gusi berasa ga nyaman, ini pengalaman sakit gigi pertamaku. Jadi ingat omongan dokter Desember tahun lalu waktu nambal gigi: 

Ini grahamnya tumbuh ke dalam, akan sakit. Mau dicabut sekalian ga, kan ditanggung kantor. Kujawab, nanti aja dok kalo pulang Natalan. dokternya tanya aku tinggal di mana, berapa lama di Yogya. "Oh, kalo baru cabut gigi baiknya jangan naik pesawat dulu karena gravitasi akan buat gusinya sakit sekali," jelasnya ketika kubilang akan berangkat ke Jakarta malam itu.

Nah semalam karena ga bisa tidur sakit sakitnya ni gusi yang kaya lengket ke gigi ato langit-langit, aku baca-baca informasi tentang "operasi gigi". Ada yang bilang biayanga 1,5 juta per gigi, paling banyak yang sebut Rp 3 juta. Kalau pakai asuransi, preminya langsung habis donk yes! Padahal pasca perawatannya ada lagi, yaitu buka benang jahitan gusi.

Tetiba aja terlintas kata "pus kes mas". Malam itu nemu sedikit informasi, harga per gigi cuma 300 ribu, tapi ini hanya untuk cabut normal. Cabut bermasalah harus dengan tindakan operasi, yang menangani harus Spesialis Bedah Mulut--ini ga ada di Puskesmas. Ya udah lah ya, yang penting besok pipi ga bengkak karena lusa kantor gawe acara besar.

Sayangnya ga bisa langsung berobat, di stasiun tadi dapat imel terkait kerjaan. Maka aku nongkrong aja di Perpustakaan Daerah di kompleks Taman Ismail Marzuki. Naik Kopaja Rp 2.000 saja sebab jarak sangat dekat.

Ketika sedang kerja, batre leptop nunjukin tanda kritis. Langsung pesan Gojek lagi, ambil charger di rumah kena Rp 2.000 dengan Go Pay. Bayar parkir kompleks TIM Rp 2.000 lagi karena aku dijemput sampai ke teras perpus. Lalu bayar jumlah sama saat minta pak Gojek anter saya kembali ke perpus. Dilebihin sih, lebihin sebanyak dua kali lagi PP pulang.

Pengalaman pertama pakai layanan Puskesmas
Kerjaan kelar, pesan Gojek lagi ke Puskesmas, masih seharga itu, Rp 2.000Puskesmas Menteng paling dekat dari sana. Gedungnya bagus, bersih dan modern. Ada lima lantai, kalau aku ga silap.


Begitu masuk terpampang jenis tindakan dan perawatan yang dilayani Puskesmas ini, lengkap dengan daftar harganya. Mulai persalinan, imunisasi, radiologi, fisioterapi, radiologi, ragam pemeriksaan darah, HIV, dll sampe home-care. Ada ruang rawat inapnya juga!

Untuk seluruh tindakan di poli Gigi (banyak istilah yang aku kudu gugling untuk tahu artinya), paling mahal hanya 25rb :) Jika nantinya ga bisa ditangani di sini, aku sudah cari tahu nama fasilitas kesehatan yang akan kutuju: Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut milik Fakultas Ilmu Kedokteran Gigi. Tadinya banget nih, udah berbulan-bulan lalu niatin operasinya di Yogya aja pas pulang agak lama. Diniatin liburan akhir tahun ini sih, tapi ya kadung sakitnya sekarang.

"Adek tunggu di Yogya aja operasinya. Nanti kudu makan bubur, siapa yang bikin? Kalo demam karena gusinya bengkak paska oprasi, repot nanti," kata mama di ujung telp. Ku-OK-in, bilang mau minta obat penghilang rasa sakit aja karna aku pun ga mau dioprasi segera sebab takut besok ga bisa kerja huhuhu. Lagian lusa udah sampe Yogya lagi.

"Giginya tumbuh, gusi belom kebuka. Ini ga bisa ditindak dulu sampe bengkaknya sembuh. Nanti seminggu bisa dibantu membuka gusinya, tapi terbuka alami juga bisa karena tinggal sedikit lagi kok. Tahan aja nyerinya sedikit lagi." Intinya ga perlu dioperasi. Alhamdulillah :*

Pengalaman pertama berobat dengan biaya total Rp 2.000!
Salah satu penerima manfaat program kerjaanku adalah Puskesmas. Aku tahu benar bagaimana perubahan yang dilakukan Puskesmas di berbagai pelosok negeri untuk memberikan pelayanan terbaik. Tapi aku tak sekalipun pernah menggunakan layanan perawatan Puskesmas, meski untuk sekadar batuk-pilek.

Kecuali waktu di Wajo Sulsel minta dokter resepin obat yang ga aku bawa, atau bosku ketika liputan di Talun Kenas Sumut harus mendapat perawatan akibat kuku kakinya tercabut roda koper. Keduanya di Puskesmas tempat kami liputan.


Oh ada lagi waktu aku kecil di Kutacane Aceh Tenggara. Perawatan untuk bibirku yang sompel (bekasnya masih ada donk!) akibat jatuh dari sepeda, mengeluarkan duri di telapak kaki akibat maen di kebon, adekku yang dipotong bisulnya (sering nih liat orang bisulan jaman itu). Apa lagi ya?


Total kurang 1,5 jam sejak mendaftar sampai ambil obat. Untuk pendaftaran bayar Rp 2.000. Untuk obat antibiotik, pereda bengkak dan nyeri ini? Gratis! Aku sampai tanyakan dua kali :) Jadi seluruh layanan lengkap ini berharga Rp 2.000! Itu ga pake BPJS loh, karna aku malas ga sempat ngurus.


Puskesmas sebagus ini apakah hanya ada di Jakarta? Aku ga tau deh. Tapi untuk perawatan kesehatan ibu melahirkan dan bayi baru lahir, 300 Puskesmas di wilayah kerja program kantorku memiliki sarana yang lebih bagus dari Puskesmas Menteng ini, dengan kualitas prasarana dan SDM yang tak kalah jauh juga. *ngalemi kerjaane dhewe*


Ah, maha suci engkau yang menciptakan Puskesmas dan seisinya!


*Dan sekarang udah sampe kantor, kudu masukin laporan perjalanan ke Finance, hiks. Gegara mo tutup tahun dan hari kerja kami di tahun ini tinggal dua hari hiks hiks hiks.

Mlekom,
AZ


Thursday, December 15, 2016

Posted by adrianizulivan Posted on 11:59:00 PM | No comments

Proyek Pengurangan Sampah Konsumsi Pribadi


Udah tiga tahun ini terobsesi dengan proyek beres-beres (decluttering). Gegara itu, aku jadi bertanya-tanya mungkin ga sih kita tidak nyampah? Nyampah dalam artian tidak sekadar membuang sampah pada tempatnya, namun tidak menghasilkan sampah.


Jawabannya: Mungkin! Ini yang kudapat dari hasil melongok dunia maya. Salah satu yang inspiratif menurutku adalah upaya mbak-mbak ini yan selama tiga tahun berhasil menjadikan dirinya bukan kontributor nyampah. Nah lo gimana caranya ya. Padahal bahkan nota kasir pun dia ga akan terima, juga hanya membeli baju bekas dan membuat sendiri makanan dan bahan rumah tangga (sabun, sampo) yang jika dibeli menggunakan kemasan plastik. Waaa :|


Aku sih pasti kesulitan banget ya kalau sampai tidak menerima nota pembayaran (sebab masih gunakan ini untuk catatan pengeluaran pribadi), ga memungkinkan buat sampo sendiri, dan sebagainya. Ya, meskipun para environmentalist ini bilang: Apa sih yang ga mungkin? Tinggal kamu belajar, usaha, lalu menerapkan secara sungguh-sungguh.


Maaf, masih sulit buatku. Aku bahkan belum bisa lepas dari air mineral kemasan (meski berupa galon yang isinya kutuang ke tumbler dan sejenisnya, karena belum bisa minum air yang dimasak sendiri kecuali untuk kopi, teh, sirup dll.


Aku juga masih kesulitan meniadakan konsumsi tisu. Entah di rumah, kantor maupun di jalan. Duh, berattttttttttttttt :( Tapi sejak hari kemarin, jumlah tisu yang kupakai lalu kugunakan berkurang drastis hingga setengah dari pemakaian di hari sebelumnya dan sebelum-sebelumnya. Ga percaya? Aku hitung sih, biar valid hihihi.


Kucoba hilangkan kebiasaan bawa bekal makanan dari rumah ke kantor. Biasanya untuk makanan berkuah, aku masukkan makanan ke dalam plastik bening untuk membungkus itu sebelum dimasukkan ke dalam tempat makanan. Sebelum memasukkan tempat makanan tersebut ke dalam tas, aku membungkusnya dengan plastik kresek agar ketika tumpah tidak mengenai tas.




Nah, kemarin aku membawa makanan tanpa satupun plastik non reuseable. Lalu sorenya aku beli siomay dengan membawa tempat makanan sendiri--jadilah sepanjang jalan menuju rumah (jalan kaki) menenteng itu kotak makanan :)


Abang somay bingung ketika kujawab tidak ketika ia tawarkan: plastik apa streofoam? Bumbunya dipisah di plastik? Pake garpu? 


Tapi dengan bangga kujelaskan: Saya sedang mengurangi sampah, pak.


Hari pertama ini, menurutku: Sukses!

Alkamdulila hari ini diberi kemudahan dalam laksanaken calon #resolusi2017 tersebut. Ih bangga ih! :p

Sebenarnya pasanganku sangat ketat untuk urusan sampah dan nyampah ini. Dia bawa sendiri minumnya dari air yang direbus di rumah, dia bawa handuk kecil untuk gantikan tisu, tidak menerima plastik pembawa barang belanjaan, dan masih banyak lagi. Dari ajarannya itu, aku hanya berhasil membawa tas belanja sendiri demi tidak menerima plastik kresek--meskipun tetap menggunakan kresek ketika membeli bahan basah seperti ikan. Juga menolak membungkus makanan dengan streofoam--meski menerima kertas nasi. Aku juga tidak menerima sendok plastik dan sumpit kayu. Tapi masih gunakan gelas kertas untuk minuman.


Soal mengurangi sampah pribadi ini, aku merasa tertohok ketika seorang teman mempertanyakan mengapa aku masih naik taksi sendirian, bukannya memilih naik bus. Buatku itu ga masuk akal, sebab aku butuh cepat untuk ke bandara. Namun berbagai penjelasan yang kubaca terkait kontribusi kendaraan pribadi (termasuk taksi) terkait gas emisi sukses membuatku tertohok. 


Temanku yang lain bahkan lebih memilih menggunakan bus untuk mudik ke kampungnya di Sumatra dibanding pesawat. Wah ini aliran tingkat tinggi ya, aku mah kasta sudra dalam proyek pengurangan sampah ini. Oh ya satu pelajaran dari ini yang akan selalu kuingat: "Jangan pernah merendahkan orang lain atas usahanya. Jika ia baru bisa segitu, hargai. Setidaknya ia sedang berusaha menjadi lebih baik". Begitu, bukan? :)


Aku akan terus kabarkan perkembangan proyek ini. Semoga istiqomah! :)


Mlekom,

AZ

Tuesday, December 13, 2016

Posted by adrianizulivan Posted on 9:35:00 AM | No comments

Tanpa Es, Tanpa Senyum, Tanpa Kata


Pramugari (P) dan Adriani (A).


P: Minumnya apa buk? 

A: Susu dingin, trims.
P: (sodori gelas isi susu tanpa es, tanpa senyum, tanpa kata)
A: Trims, boleh minta es, mba?
P: (tanpa kata, tanpa senyum, dengan mata dan gerakan tangan yang ngomong "elo tu nyusahin aja sih?")
A: Trimakasih ya mbak.

Mbanya ko begitu ya... :(

Ini pengalaman pertamaku mendapat perlakuan seperti itu di maskapai biru ini. Kondisi cuaca (itu gambar Jakarta mendung pagi ini) yang sempat bikin goyang dombret di atas tadi, buat sedihku pada Mba P teralihkan :)

Mlekom,

AZ


Monday, December 5, 2016

Posted by adrianizulivan Posted on 3:51:00 PM | No comments

Kutubaru Biru


Budhe adalah istri paman. Paman adalah abang mamaku. Keterangan ini penting untuk menjelaskan isi cerita :)


Pola kutubaru ini dibuat oleh Budhe. Budhe mendapat warisan pola dari orangtuanya. Orangtuanya mendapat pola sebagai warisan dari orangtuanya. Begitu seterusnya, hingga keluarga ini pernah dikenal sebagai salah satu penjahit kebaya yang diperhitungkan di Solo. ♥♥♥ 


Gitu ajah.


Mlekom,

AZ




  • Atribution. Powered by Blogger.
  • ngeksis

  • mata-mata