Sunday, October 24, 2010

Posted by adriani zulivan Posted on 8:12:00 AM | No comments

Bagimu yang Ingin Menantang Batavia






Masih seru-seruan dengan RUU versi tim Yogya. Yang nggak dibayar malah lebih serius daripada gerombolan dari Batavia itu. Kok pada bisa jadi pejabat tho mereka..   [07102010 0815pm]


Biasa. Labelku cagar budaya. [07102010 0913pm]


Aku punya ide proyek bangun sistem info heritage dengan opengrinmep ku. Aku mau menantang Batavia dengan konsep sistem mereka yang mentah itu. [24102010 0116pm]

Itu SMS Cindil beberapa minggu ini. Mengenai kepedulian pada hal-hal berbau cagar budaya.

Aku dukung, sayang. I do. I will.

Semoga kamu juga peduli denganku, dengan kehidupan kita nanti.  Mungkin kamu bisa mulai dengan menulis Si S itu…

AZ

Sunday, October 17, 2010

Posted by adriani zulivan Posted on 8:05:00 AM | No comments

Tuu Kan: Kita Sehati!


Aku bilang: Kita itu sehati.

Tapi kamu selalu bilang: Engga donk, kita punya dua hati.

Kubilang lagi: OK, dua hati, kini menjadi satu.

Kamu pun bilang lagi: Enggak, aku gak mau. Pasti sakit. Hiii, medeni.

Lalu kubilang: OK, aku jatuh hati. Padamu.

*
Rabu, 13 Oktober lalu, aku dan kamu ikut sebuah FGD mengenai aktivitas media sosial. FGD dibagi dalam dua sesi. Kita berada di sesi berbeda, sebab kita mewakili lembaga yang berbeda. Kamu yang pertama, aku yang kedua.

Kamu di TKP sejak pagi, sedang aku datang siang setelah sesi kamu selesai. Eh eh, tanpa kita sadari *tanpa AKU sadari*, ternyata aku duduk di tempat yang sama dengan tempat yang kamu dudukin di sesi pagi. Aku menyadari ini saat melihat foto-foto yang di-tag di FB oleh lembaga yang mengundang kita.

FGD pagi. Lihat Cindil di kiri tengah


FGD siang. Lihat posisiku

AZ

Saturday, October 9, 2010

Posted by adriani zulivan Posted on 7:48:00 AM | No comments

Hanya Cindil dan Tuhan yang Tahu


“Ini henpon baru yang murah waktu itu,” alasannya ketika ditanya seorang teman kantor mengapa memilih henpon Nongkiya yang dipakainya. Henpon itu menggantikan henpon lamanya yang rusak pasca kena hujan. Ceritanya, Cindil bersama rombongannya naik truk bak terbuka di Sumatera Barat.

Itu cerita tahun lalu. Henpon yang masih digunakan sampai sekarang itu (“Gak ada alasan buat ganti, henpon ini masih bagus,” komentar Cindil) sudah tidak kelihatan lagi huruf dan nomor di tiap tombol keypad-nya. Hanya Tuhan dan Cindil lah yang tahu dimana letak huruf A, Z, E, W atau angka 0, 8, 1, 5, dst.

 
Hanya Tuhan yang tahu...

Yes, tidak ada yang masalah dengan henpon itu, memang. Tapi makin kesini, aku makin merasa mengapa Cindil SANGAT membutuhkan henpon baru, sebab:

  1. Phonebook henpon ini sangat terbatas. Cindil punya relasi luas. Tidak mungkin dia bisa memasukkan semua nomor henpon mereka.
  2. SMS storage-nya juga terbatas. Cindil membutuhkan lebih banyak space untuk kelancaran komunikasinya, termasuk dengan aku. Dia, meski dengan keterbatasan storage itu, sangat hobi menyimpan SMS.
  3. Henpon ini tidak memiliki fitur internet. Cindil yang sibuk dan aktif seringkali kesulitan mengakses email yang dia butuhkan ketika sedang mobile. Ini menyulitkan, tak hanya bagi kolega kerjanya, namun juga aku yang sering pengen ngobrol lewat YM.
  4. Cindil yang pesepeda ini selalu mendengar musik jika sedang bersepeda. Henpon miliknya tidak memiliki fasilitas musik. Hal ini membuat dia terpaksa membawa alat musik lagi.
  5. Cindil punya sense yang baik terhadap kejadian di sekelilingnya. Keman-mana bawa kamera saku digital. Andai dia bawa henpon kamera, pasti akan lebih banyak foto feature yang bisa dia hasilkan.

Nah, inti dari semua itu adalah: Aku yakin Cindil akan makin produktif jika dia menggunakan smartphone.

AZ
  • Atribution. Powered by Blogger.
  • ngeksis

  • mata-mata