Sunday, December 28, 2014

Posted by adrianizulivan Posted on 11:00:00 AM | No comments

Nggak Butuh Nama Saya?

Petugas (PT): Dengan Galeria, selamat siang 
AZ: Pak, saya mau laporin dompet saya yang hilang. Semalam saya ke Galeria
PT: Hilangnya di sekitar mana?
AZ: Sepertinya di bangku-bangku dekat lift, di luar Matahari (Dept Store). Sekitar jam 7, pak.
PT: Jam 7 PAGI atau malam? 
AZ: Malam, jam 7 pagi belum buka kan, pak? 
PT: Isinya apa?
AZ: Ada uang tunai, ATM, KTP, semua kartu.
PT: SIM juga?
AZ: Nggak
PT: STNK ngoten, nggih?
AZ: Nggak, saya nggak punya STNK. Warnanya, pak?
PT: Warna apa?
AZ: Putih (sebutin merk dan ciri)
PT: Baik mbak, laporannya saya catat. Sebentar, saya kabari.
AZ: Bapak nggak butuh NAMA SAYA?
PT: Dengan mbak siapa?
AZ: (tahan diri) Adriani
PT: Nomor telepon atau alamat?
AZ: (sebutin semua)
PT: (berusaha meyakinkan bahwa dia sedang mendata dengan semestinya) nomornya saya ulangi ya mbak...
AZ: ...
PT: Sebentar saya cek dulu
AZ: Nanti saya telepon atau bagaimana? (nggak yakin kalo beliaunya beneran ngecek atau tidak, sementara beliau masih di ujung telepon sana)
PT: Nggak ada ini mbak, informasi kehilangan dompet pukul 7 malam kemarin
AZ: (oh, dia lihat catatan, pantesan masih megang telp)...
PT: Kalau ada, pasti klining servis lapor, saya terima informasinya. Atau saya tanyakan ke Matahari. Nanti kalau ada, saya telp mbak. Kalau saya tidak telepon, berarti tidak ada.
AZ: Hilangnya kan setelah keluar Matahari, pak. Di dekat lift (terakhir lihat dompet waktu ngatur belanjaan ke dalam ransel yang kubawa).
PT: Kalau di luar, berarti bisa ada orang lain, bisa pengunjung...
AZ: Apa nanti saya telepon lagi?
PT: Baik, mbak.

Kesel juga urusan sama petugas yang nggak sigap begini :)

Kemudian telp bank, blokir kartu-kartu. Lima menit kemudian, dompet ketemu... di bawah tempat tidur.

Oh, ini bukan kejadian pertama. Semoga tahun depan tak alami kehilangan-kehilangan lagi. Termasuk kehilangan kamu. Ya, kamu! 

Gambar di atas bukan dompetku yang 'diduga' hilang, namun dompet dari sini.

Mlekom,
AZ


Friday, December 26, 2014

Posted by adrianizulivan Posted on 7:11:00 AM | No comments

Ini Cara Kami Bekerja di SMSBunda


Ini yang kami lakukan di program SMSBunda. Memperkenalkan layanan pesanpendek tentang perawatan masa hamil dan nifas, untuk menekan angka kematian ibu melahirkan dan bayi baru lahir di Indonesia, lewat cara seru!

Video ini kubuat (21/12) sebagai perkenalan tentang program SMSBunda, sekaligus mengapresiasi kerja keras Panitia Semarang. Inilah cara kami bekerja di SMSBunda :)

Tentang program SMSBunda, dapat dilihat dengan tagar #SMSBunda dan EMAS Indonesia di sini.

Semoga berguna!

Mlekom,
AZ


Wednesday, December 24, 2014

Posted by adrianizulivan Posted on 10:15:00 PM | No comments

Damai di Bumi, Damai di Hati, Damai di Meja Makan


Anak-anak hidup di kota berbeda, kesempatan kumpul bersama untuk sekadar makan menjadi momen langka. Ini terjadi pada banyak orangtua, termasuk Papa-Mamaku.

9 Desember lalu, Papa-Mama peringati 35 tahun kebersamaan mereka dalam pernikahan. Meski tertunda dua pekan, malam Natal ini kami bisa makan ngumpul bareng. Versi komplit The Zulivans begini sangat jarang terjadi. Alhamdulillah buat malam ini...

Malam Natal. Aku lagi nggak minat ikut kehebohan yang berulang di tiap akhir tahun, ketika para orang pintar di linimassa medsos membahas boleh-tidaknya memberi ucapan Selamat Natal. 

Kita kasih ucapan, bukan ikut merayakan Natal, kata Mamaku yang selalu mengunjungi kerabat yang Natalan, sebagai silaturahmi dan bentuk penghargaan kepada mereka yang selalu mengunjungi kami saat Lebaran.

Damai di bumi, damai di hati, damai di meja makan. Keluarga Zulivan ucapkan selamat merayakan, bagi handai taulan yang merayakan... 

Psttt: Kok pas banget dresscode merah-hitam ya, padahal nggak pakai janjian :)

Mlekom,
AZ


Tuesday, December 23, 2014

Posted by adrianizulivan Posted on 10:30:00 AM | No comments

U.S. Ambassador Visit on Mother's Day


It was December 22, Mother’s Day in Indonesia. While many across the country were taking a moment to appreciate and celebrate their mothers, Robert Blake, the U.S. Ambassador to Indonesia, was visiting the Health Institute of Budi Kemuliaan (LKBK) to recognize the organization’s work in promoting the health of mothers and their newborns. LKBK is one of the five partners of the Expanding Maternal and Neonatal Survival (EMAS) program, a five-year, USAID program that is working to reduce maternal and newborn mortality in six provinces in Indonesia. 



On Mother’s Day, LKBK was hard at work conducting a focus group with key stakeholders to gather feedback on maternal and newborn health issues. The focus group included members of the public, patients, community health center representatives, doctors, midwives, and nurses.  During the focus group, a key theme that participants raised was challenges with the efficiency and effectiveness of the current referral system for mothers and newborns, which often result in delays in providing appropriate care during medical emergencies. 



To address these challenges, EMAS developed a new referral exchange system called Sistem Informasi Jejaring Rujukan Maternal & Neonatal (SIJARIEMAS). SIJARIEMAS uses simple technologies, such as SMS, to improve coordination and communication between health facilities. After the focus group, LKBK, which has itself adopted SIJARIEMAS to facilitate referrals, provided a demonstration of SIJARIEMAS to Ambassador Blake and the focus group participants.  



Adriani Zulivan for EMAS Indonesia.

Captions:
  1. Dec 22, Mother's Day in Indonesia. Robert Blake, US Ambassador to Indonesia visited Health Institute of Budi Kemuliaan (LKBK). [Syane Luntungan/EMAS Indonesia]
  2. LKBK is one of the five partner of EMAS. Ambassador Blake give appreciation to LKBK for promoting MNH. [Shinta Kumala Sari/EMAS Indonesia]
  3. LKBK adopt the EMAS referral system called SIJARIEMAS. Anne Hyre, COP of EMAS is explaining to Ambassador Blake. [Syane Luntungan/EMAS Indonesia]
  4. Chees! Ambassador Blake congratulate all mothers who celebrate Mother’s Day & express deep thanks to LKBK. [Syane Luntungan/EMAS Indonesia]

Friday, December 19, 2014

Posted by adrianizulivan Posted on 8:47:00 AM | No comments

Not Good in Selfie


I am not (and never been) good in selfie. But sometimes I think I need to do it. Like last night, when my director said "Ough you looks gorgeous, beautiful black" when she saw my black dress.

The night was a dinner meeting with Kemkes (Health Ministry). Since there will be no one who will take my picture, so I did it myself... in the rest room :)

This is my third time (yeah, i am telling you right) doing selfie. Sequentially, the pics above is started from the one atop on the left, continuous in a clockwise direction. I stopped on the 10th, with the big one in the middle. Quite great, uh?

Wahahahaha!

Mlekom,
AZ


Saturday, November 22, 2014

Posted by adrianizulivan Posted on 7:20:00 PM | No comments

Jakarta, Masih Menghitung

Jakarta pernah menjadi sebuah kota yang kunanti. Kunanti kedatanganku ke sana. Terutama di tiap hari raya. Aku dan adik mudik ke Jakarta, tempat di mana kakak dan Papa kami tinggal, juga Mama yang mondar-mandir Yogya-Jakarta.

Jakarta terasa nikmat jika kamu punya keluarga. Keluarga selalu menjadi alasan bagiku buat kembali. Meski sekadar "kembali" untuk mudik seminggu. Mudik? Hummm, tidak juga. Home-base kami di Yogya, bukan Jakarta.

Meski selalu menanti masa 'mudik' ke Jakarta, aroma Yogya selalu ngangenin. Itu, aroma yang bisa kamu hirup ketika tiba di bandara atau stasiun kereta. Jangan tanya bagaimana aromanya, ini tak akan pernah tergambarkan.

Waktu kuliah, aku selalu mendoktrin diri untuk tidak-pergi-ke-Jakarta-setelah-lulus, sebagaimana kebanyakan teman kampusku. Sebagian besar teman kuliahku yang bukan orang Jakarta, semacam terobsesi untuk bekerja di Jakarta. Mimpi menjadi bagian dari kultur sebuah kota besar tentu menjadi alasan utama.

Aku tak tertarik, sampai-sampai Mama sering menyebutku sebagai orang yang tidak memiliki obsesi. Saat itu, Mama lebih senang hidup di Jakarta sebab semua serba ada. Setelah pindah ke Yogya pun, Mama masih sering ke Jakarta untuk... belanja.

Macet. Macet. Macet. Padat. Riuh. Copet. Debu. Ini selalu menjadi alasanku malas hidup di Jakarta. Tiga kata pertama menjadi alasan utama. Aku tak tahan macet. Apalagi saat itu rumah kami di pinggiran Jakarta.

Tiga bulan lalu di hari ini, aku harus meninggalkan Yogya dengan segala hal yang kupunya di sana: kamar, keluarga, masakan Mama, mesin jahit, sahabat, ambisi, dan segalanya, you name it. Meninggalkan semuanya, untuk ke kota ini. Jakarta.

Kenapa Jakarta? Kenapa harus Jakarta? Ini pertanyaanku bagi banyak kejadian di masa lalu. Dulu aku tidak dapat menerima jawaban atas pertanyaan itu, yang diutarakan orang lain. Sekarang, aku berusaha menjawabnya sendiri, dengan bentuk penerimaan sedikit demi sedikit: Aku melakukan hal yang kusuka!

Ya, aku melakukan hal yang kusuka. Bagaimana mungkin aku dapat menyukai Jakarta? Jakarta harus disiasati, pikirku. Paling tidak, meredam hal-hal yang tidak kusuka dari kota ini.

Macet!
Aku tinggal tak jauh dari kantor. Berada di jalan yang sama jika aku berjalan berjalan kaki lima menit. Naik Trans Jakarta kurang dari 10 menit, tak akan alami kemacetan sebab melewati busway.

Macet!
Tempat tinggalku semacam 'melawan arus' kepadatan. Di jam sibuk kota Jakarta, posisi tempat tinggalku dan kantor adalah: menuju arah luar pusat kota di pagi hari, dan menuju tengah kota di sore hari. Arus kepadatan jakarta tentu para pekerja yang ngantor ke arah pusat kota, dan sebaliknya di jam pulang kantor.

Macet!
Kecuali bajaj yang kena larangan Dishub, semua moda transportasi dapat kugunakan me dan dari kantor. Pulang sebelum pukul 4.30 hanya membayar taksi Rp 11.000an diantar sampai depan pagar. Meski ketakutan di atas boncengan, ojek selalu menjadi pilihanku di sebulan pertama tinggal di sini. Kini TiJe menjadi pilihan, menabung dari selisih PP Rp 40.000 dengan ojek :)

Tiga bulan sudah, sejak Mama mengantarku ke sini. Masih ada tiga bulan lain untuk merasakan kemacetan Jakarta. Kemacetan yang nyaris tak pernah kurasakan, sebenarnya :)

Tiga bulan lagi. Jakarta, aku masih menghitung hari...

Gambar itu adalah tweet sebelum berangkat ke Jakarta. Miss that smile, always. Yeah, 'that' smile (you know what I mean). Tunggu aku di sana, ya! :)

Mlekom,
AZ

Tuesday, October 28, 2014

Posted by adrianizulivan Posted on 4:39:00 PM | No comments

Karena Kalian adalah Cinta...

Personil Tukang Makan: Jakarta, Yogya, Solo, Rembang, Gresik.
Tukang Makan adalah hubungan pertemanan yang sudah masuk fase kekeluargaan. Hubungan yang berjalan mudah. Dimulai dari sebuah kelompok kerja, menjadi kedekatan personal. Meski mudah, sulit bagiku untuk menjawab "Hubungan kalian seperti apa, sih?" Jadi tak perlu bertanya, okay!

Jagongan Media Rakyat (JMR) 2014 bisa jadi adalah berkah bagi kami. Selain kami hidup di enam (plus Ternate!) kota berbeda, yang hidup di kota yang sama pun jarang bersua. Sekali lagi, mungkin JMR adalah berkah. Tanpa saling janjian, JMR mampu menyatukan kami... *eaaa*
Hari pertama.
September tahun lalu kami sempat berencana untuk buat reuni setahun persahabatan kami, di sebuah pulau yang dihuni banyak rusa, di Gresik, Jawa Timur. Apa daya, rencana tinggal rencana akibat ke(sok)sibukan masing-masing personil.
Hari ketiga.
Hari pertama di Yogya, aku hanya ketemu Pancen, sebab dia panitia JMR (acara ini adalah alasanku datang ke Yogya) dan Mas Pop. Hari kedua bertemu Cakpii, Bulek, Palek, Dekprij. Hari ketiga ketemu keenamnya, kecuali Dekprij. Hari keempat dan hari kelima kedatangan Tante dari Solo. Kumplit!
Hari kelima.
Senang sekali bisa bertemu kalian. Kenapa? Ya karena kalian adalah cinta... <3

Kecuali Hari kedua (milikku), seluruh foto milik Tante Rully.

Mlekom,
AZ


Thursday, October 2, 2014

Posted by adrianizulivan Posted on 12:27:00 PM | No comments

Pak Agus, Sang Pemenang


Pak Agus, Sang Pemenang
Staff Appreciation Week

"You're awesome, excellent work, keep up the good work" adalah sebagian dari 30 komentar positif yang ditujukan untuk Agus Nadi, Office Helper/Messenger EMAS Jakarta.

Banyaknya jumlah komentar tersebut membuat Pak Agus terpilih sebagai pemenang "Staff Appreciation Week" yang dilaksanakan 11-15 Agustus lalu.

Selamat, Pak Agus! Semoga semakin semangat berprestasi.

[AZ]




Posted by adrianizulivan Posted on 12:17:00 PM | No comments

Satu untuk Semua, Semua untuk Satu


Satu untuk Semua, Semua untuk Satu
Kunjungan Manjusshree Badlani ke Indonesia

Itu adalah semangat Jhpiego, seperti diungkapkan Manjushree Badlani, Chief HR & Administrative Officer dari kantor pusat Jhpiego Baltimore, Amerika Serikat. Dalam kunjungannya ke Indonesia, Manju—panggilan akrab perempuan yang hobi mengenakan syal ini—lakukan serangkaian aktivitas terkait pengembangan SDM. Salah satunya dengan mengadakan Compliance Training bagi seluruh staf.

Compliance Training yang berupa pelatihan kekaryawanan ini diselenggarakan di kantor Bandung dan Jakarta pada 10 dan 12 September 2014 lalu. Materi yang diberikan berupa etika dasar yang perlu diperhatikan  oleh setiap staf; seperti perilaku di tempat kerja, kerahasiaan informasi lembaga, konflik kepentingan, serta kecurangan yang mungkin terjadi dalam hubungan kerja.

Kunjungan sepekan ini dihabiskan dengan mendiskusikan segala hal terkait sumber daya manusia, seperti standard operating procedures (SOP), manajemen karyawan, dan seterusnya. Manju juga membuat Compliance Training, semacam pelatihan kekaryawanan bagi staf di kantor Bandung dan Jakarta. Ditemani Lenny Trisnandari (L), HR Manager Jhpiego Indonesia; Cindy Rahmaputri dan Adriani Zulivan (T) mendapat kesempatan berbincang dengan Manju (M) pada Kamis (11/09) lalu.

T: Apa tujuan dari kunjungan Anda ke Indonesia?
M: HRD memiliki SOP yang harus dilaksanakan oleh kantor Jhpiego di seluruh negara. Tiap dua tahun, tim HR Jhpiego Global berkunjung ke tiap negara. Kunjungan ini untuk mereview setiap prosedur dan proses. Di Indonesia, saya memberi dukungan yang dibutuhkan tim SDM di sini. Kami juga baru menyelesaikan pembuatan materi untuk Compliance Training bagi seluruh staf di seluruh negara. Jadi, ketika saya tiba untuk pertama kali di suatu negara, maka saya akan melakukan pelatihan tersebut.

T: Apa tujuan dari pelatihan itu?
M: Pada dasarnya untuk mengingatkan semua staf, tentang apa yang diharapkan dari mereka sebagai staf Jhpiego. Apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan, baik ketika mereka bersama-sama teman dalam lingkungan kerja, maupun perilaku saat bekerja di luar dalam posisinya sebagai staf Jhpiego. Artinya, seseorang harus paham bagaimana harus bersikap sebagai staf Jhpiego, baik di dalam maupun di luar lingkungan kerja. Saya selalu menghimbau semua staf, bahwa Anda ada di sini untuk bekerja keras and bersenang-senang. Silahkan menghabiskan waktu di luar jam kerja, dengan menghibur diri di luar kantor. Namun, dengan tetap mengingat bahwa Anda mewakili Jhpiego.

T: Apa tugas utama Anda sebagai kepala HR?
M: Memastikan semua hal tentang staf berjalan dengan baik. Memastikan bahwa semua orang senang dan puas dengan pekerjaannya. Inilah kesempatan bagi saya untuk berbincang dengan banyak staf.

T: Apa yang Anda dapatkan selama pelatihan di Bandung?
M: Pertama kali saya datang ke Indonesia adalah saat program EMAS baru diluncurkan. Saat itu belum ada kantor daerah, semua staf berkantor di Jakarta. Sekarang, saya dapat berbincang dengan staf di daerah. Biasanya kami hanya melakukan review di kantor pusat, lalu langsung kembali ke Baltimore. Jadi, sangat menyenangkan melihat dan bertemu staf di daerah. Kemarin, saya juga bertemu Dr Joko Sutikno—Provincial Team Leader Jawa Barat—yang telah saya kenal lama. Sangat menyenangkan dapat bertemu lagi dengannya. 

T: Apa saja agenda Anda di Indonesia?
M: Selain Complience Training di Bandung dan Jakarta, saya juga membuat janji dengan sejumlah staf yang ingin ngobrol langsung, secara personal ataupun grup grup. Namun, ketika saya pergi, bukan berarti Anda tak dapat ngobrol dengan saya. Ada Skype dan email yang dapat kita manfaatkan.

T: Apa pendapat Anda tentang HRD di Indonesia?
M: Indonesia telah melaksanakan tugasnya dengan sangat baik. Dengan keterbatasan jumlah staf HRD, Indonesia mampu berdiri sejajar dengan HRD negara lain yang memiliki staf yang tangguh.

T: Apakah Indonesia adalah negara yang memiliki staf terbesar?
M: Tidak, ada negara yang memiliki lebih dari 200 staf, yaitu Kenya, India dan Mozambik.

T: Dengan adanya jarak antar kantor di tiap provinsi, apakah tantangan untuk kerja-kerja HRD Indonesia menjadi lebih sulit?
M: Dengan kantor perwakilan di sembilan provinsi, Indonesia menjadi negara dengan jumlah kantor terbanyak. Ini adalah tantangan pertama. Tantangan kedua adalah ada  staf yang sudah sangat lama bekerja di Jhpiego, ada pula yang  baru. Ketika kita ingin melakukan sesuatu dengan cara ini, sementara lainnya ingin melakukan dengan caranya. Hal ini menjadi tantangan tersendiri, kita dapat belajar satu sama lain.

T: Bu Lenny, apa pendapat Anda dengan keunjungan Manju di Indonesia?
L: Ini merupakan waktu yang baik. Beliau dapat membantu meningkatkan kemampuan saya dan tim SDM, terutama dalam hal prosedur di Jhpiego. Sebab saat ini kita berada dalam Tahapan Ketiga dan akan segera melangkah ke fase lanjutan, ada banyak hal yang perlu ditingkatkan. Tantangan terbesar adalah hubungan  antar staf, yaitu bagaimana membangun kinerja tim. Kita ingin semua berjalan baik sampai program EMAS berakhir. Kami mendiskusikan banyak hal, terutama terkait manajemen staf.

T: Bu Manju, apa harapan Anda terhadap kami di Indonesia?
M: Anda harus menjadi bagian dari staf Jhpiego di seluruh Indonesia. Ini adalah organisasi dunia. Jangan berpikir bahwa Anda adalah seorang Jhpiego Indonesia saja, sebab kita semua adalah bagian dari organisasi global. Ada kesempatan bagi semua orang di seluruh negara. Satu hal yang perlu diingat, kita adalah keluarga. Keluarga adalah saling mengurusi diri sendiri dan kepentingan orang lain. Kita dapat membantu orang lain, tanpa harus berpikir bahwa itu bukan pekerjaan kita. Semangat Jhpiego adalah; satu untuk semua, semua untuk satu. Itulah budaya kerja kita, tanpa terlibat terlalu dalam secara personal.

[AZ]

Tuesday, September 30, 2014

Posted by adrianizulivan Posted on 3:12:00 PM | No comments

Mamak-mamak Batak


Cem mamak-mamak Batak, kutengok. Bulat kali pun! *ya memang setengah darahku Batak kan ya*

Foto diambil siang ini oleh @cindynara :)

Mlekom,
AZ
Posted by adrianizulivan Posted on 1:38:00 PM | No comments

#JogjaAsat


Halo kelas menengah Jogja. Ada situasi darurat. Jangan cuma diam dan melihat, sebelum terlambat. Dua hal yg harus kita perhatikan. Pertama, air adalah sumber daya dan kebutuhan dasar kita sebagai sesama spesies di sebuah ekosistem. Kedua, ‪#‎JogjaAsat‬ bisa terjadi karena kegagalan tata kelola pemerintahan yang harus segera kita bongkar kebusukannya! Hal yang dulu kita cuma lihat di TV nun jauh di sana, kini terjadi di pekarangan dan rumah kita sendiri. Tunggu apa lagi?

Asat (:Jawa) berarti kering. Seluruh konten diambil dari sini.

Friday, September 12, 2014

Posted by adrianizulivan Posted on 12:31:00 PM | No comments

Joged Kejutan untuk Wilson



“Hei apa-apaan ini, kalian bukan orang Korea!” canda Dr Wilson Wang saat melihat serombongan orang berjoget ala Gangnam Style dalam ruangannya (29/09). Ini adalah persembahan  ‘pasukan’ EMAS yang selama ini kerja bersama Wilson di kantor EMAS Jakarta.

Sehari sebelum perpisahan ini, Wilson mengirimkan pesan perpisahan kepada seluruh staf. “Tak mudah bagi saya untuk untuk meninggalkan program EMAS. Saya merasa beruntung mendapat kesempatan untuk berada dalam lingkungan ini, sebagai keluarga dan teman; menjadi berguna bagi pasien dan komunitas yang kita layani; sambil belajar banyak hal tentang apa yang harus kita percayai agar dapat terus membantu orang lain”.

19 bulan kebersamaan munculkan beragam cerita menyenangkan. Wilson yang merupakan Senior Technical Advisor program EMAS dari Save the Children ini, mengaku sangat mencintai Indonesia. Salah satu bukti kecintaan, ia tunjukkan dengan memelajari Bahasa Indonesia. Hingga suatu hari, Wilson menyapa seorang staf.

“Hai, kamu binatang sekali!” dan staf pun bingung, sebab merasa tidak melakukan kesalahan padanya. “I mean, you are the star! (Maksud saya, kamu adalah bintang—Red)” ralatnya. Kisah ini disampaikan oleh Mia Pesik, Senior Program Manager, yang banyak membantu Wilson dalam mempelajari Bahasa Indonesia.

Seluruh staf hadir di ruangan tersebut. Satu per satu menyampaikan pesan dan kesan. Acara diakhiri dengan pemberian cinderamata khas Indonesia dan pemotongan kue tart.

Selamat jalan, Pak Wilson. Kamu adalah bintang (ingat, hanya ada satu huruf A di sana) di ingatan kami!

Sila cek video joged kejutan ini di sini.

[AZ]

Posted by adrianizulivan Posted on 12:10:00 PM | No comments

Membuka Data, Membuka Peluang


Membuka Data, Membuka Peluang
Mengintip Situs Data.id

Bukan rahasia lagi, jika Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki sistem penyimpanan data yang paling buruk. Ini baru tentang proses pendokumentasian, belum lagi soal sistem distribusi.

Sebagian dari kita, pasti pernah mengalami  masa-masa penelitian di bangku sekolah. Itu adalah saat pertama kita menghadapi ‘dunia nyata’ birokrasi di Indonesia. Awal September lalu, Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) meluncurkan data.id. Mengutip informasi di portal, ini merupakan wadah berisi data yang terkait dengan Indonesia. Tak hanya dari Kementrian, namun juga lembaga pemerintahan, pemerintahan daerah, dan semua instansi lain.

Sebagai bagian dari kampanye Gerakan Data Terbuka, portal ini mampu menjawab tuntutan Undang-undang No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Yang menarik, portal ini juga menyimpan data terkait isu kesehatan, Ini tentu dapat membantu kerja-kerja program EMAS. 

Data apa saja yang berguna bagi EMAS? Berikut daftarnya, sebagaimana ditelusuri oleh Ibu Sushanty, Senior Program Manager EMAS:

  • jumlah kematian neo-natal (baru lahir) dan balita yang terjadi per provinsi
  • tenaga kesehatan per provinsi
  • jumlah kelahiran yang dibantu oleh tenaga kesehatan terlatih per kabupaten/kota
  • persentase pengguna alat KB per provinsi
  • jumlah dan rasio dokter dan perawat terhadap puskesmas per provinsi
  • data APBN untuk kesehatan

Kemunculan portal ini menjadi harapan besar untuk memotong birokrasi pencarian data. Dengan membuka data, maka akan otomatis membuka lebih besar peluang bagi siapapun.

[AZ]
Posted by adrianizulivan Posted on 12:07:00 PM | No comments

Ibu Neng Menyapa Dunia




Mungkin itu yang dapat menggambarkan munculnya kisah sukses program EMAS di Ciparay, Bandung, Jawa Barat. Artikel berjudul “Delivering Confidence and Quality: An Indonesian Health Center Makes Amazing Gains in Just One Year” ini difiturkan di sejumlah media online beraudiens global. Ini adalah tautan di portal Jhpiego dan EMAS Indonesia

Tentu kita bangga, kisah dari pedalaman negeri ini, muncul di belahan bumi lain. Selain itu, pada 21 Agustus lalu  kisah ini ikut muncul dalam cuitan Twitter USAID Global Health dengan akun @USAIDGH. Dengan demikian, kisah Bu Neng Supartini ini pun mendapat perhatian lebih luas dari publik dunia.
Ibu Neng menyapa dunia, dan semoga akan banyak Ibu Neng – Ibu Neng lain yang muncul.

[AZ]

Wednesday, September 3, 2014

Posted by adrianizulivan Posted on 10:41:00 PM | No comments

ju li pan


Siang ini bersama Koordinator TI, set-up email kantor.
"Ad ri a ni ju li pan" 
"Zulivan, Mas. Pake zet" 
"Zu li pan" 
"Van, vi" 
"Enakan julipan" 
"..." 
"Ini komputernya mau dinamain apa?" 
"adriani julipan?" 
Sambil ngetik, nyebut "ad ri a ni zu li van" 
"Nah itu bener ngomongnya" 
"Oh, Adriani Julipan bener ya?"
"..."

Gambar dari sini.

Mlekom,
AZ
Posted by adrianizulivan Posted on 9:40:00 PM | No comments

Orkes Si Pojan


"Kak, tanggal 6 nonton si Pojan main orkes, yuk."

Berawal dari ajakan itu semalam, akhirnya wiken ini aku punya kegiatan. Yay! Yang ngajak itu Mira, sepupuku. Yang main orkes si Pojan, adiknya Mira (ya berarti sepupuku juga ya, hahahaha).

Pojan baru pulang dari Hongaria-Bulgaria, ikut kejuaraan Folkfolore World Championship bersama tim Orkes Simfoni Universitas Indonesia (OSUI) Mahawaditra. Juara berapa, coba? Satu! Iih, jadi ikutan bangga kan aku.

Si Pojan ini nama benarnya Fauzan. Sejak kecil sudah suka nabuh drum ato gonjrang-gonjreng gitar di rumah. Bapaknya punya studio dan grup keyboard. Kakaknya Mira pernah bisa main piano, tapi nggak diseriusi dan berkarir di bidang IT. Abangnya Mira, Ari, kuliah di institut seni dan jago main berbagai alat musik, termasuk saxophone.

Nah, sekeluarga jago musik. Pojan waktu SMA punya grup band di sekolah. Papaku suka godain, "Grup orkes Pojan berapa orang?" "Bukan orkes, band!" Orkes kan gak gaul ya buat anak muda, kesannya ABG banget, Angkatan babeh gue.

Dulu sempat suruh Pojan masuk ISI Yogyakarta atau IKJ Jakarta, tapi dia lebih milih Teknik Sipil. Yang penting tetap berorkes ria lah ya. Yang kali ini orkes beneran orkes, bukan band.

Selamat, Pojan. Besok minta tandatangan, ya!

Yang mau ikut nonton, sila cek ini, tempat poster ini aku ambil.

Mlekom,
AZ





Friday, August 29, 2014

Posted by adrianizulivan Posted on 1:15:00 PM | No comments

Kamu Binatang dan Masuk Anjing


Seorang bos bulek yang baru belajar Bahasa Indonesia, mendatangi karyawannya. 

Bos: Kamu benar-benar BINATANG! 
Staf: *bingung* salah saya apa? 
Bos: ? 
Staf: ... 
Bos: I mean, you are a star. 

Maksud hati memuji kerja karyawanya... 

*
Cerita lain. Seorang teman Jepang, bersin-bersin. 

Aku: Kamu flu? 
Dia: Tidak, saya hanya sedikit masuk ANJING. 
Aku: *ngakak abis*

Gambar kueh chocolate mousse di farewell party si bos bulek siang ini. 

Mlekom,
AZ

Monday, August 25, 2014

Posted by adrianizulivan Posted on 12:12:00 PM | No comments

Paint the Office Red and White



Paint the Office Red and White
Lebaran, Pilpres dan HUT RI Berbalut Merah Putih

Peringatan Hari Kemerdekaan RI tahun ini sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Selain berdekatan dengan momen Hari Raya Idul Fitri, juga pasca Pemilihan Presiden RI. “Saya terpikir untuk membuat acara kekeluargaan, sekaligus halal bil halal usai Lebaran. Perbedaan pilihan calon Presiden RI beberapa waktu lalu sempat pula membuat jarak antar kita,” jelas Syane Luntungan, Office Manager Program EMAS Jakarta yang menggagas agenda ini.

Dibawah tema “Paint the Office Red and White”, berbagai masukan hadir untuk menyemarakkan peringatan ini. Sushanty, Senior Program Manager, usulkan agenda nonton bareng film “Inerie Mama yang Cantik”, tentang tingginya tingkat kematian ibu melahirkan di Flores. Peserta diwajibkan berpakaian nuansa merah-putih. Dengan iming-iming hadiah bagi padu-padan busana paling kreatif, obrolan tentang kostum menjadi santapan wajib jelang Hari-H.

15 Agustus 2014. Hari yang dinantikan pun tiba. Lampu penerangan di ruang rapat dimatikan, berondong jagung dan minuman bersoda dikeluarkan. Semua untuk mendukung terciptanya suasana bioskop. Ruangan penuh makanan, semua orang membawa makanan masing-masing untuk berbagi (potluck). 

Tibalah saat yang ditunggu-tunggu, penjurian kostum paling kreatif. Lenny Trisnandari, HR Manager dan Dian Widjanarko, IT Manager bertindak sebagai juri. Evodia Iswandi, Senior Advisor for Scale Up and Outreach, keluar sebagai pemenang. Baju merah dan rok putih dengan aksesoris tas dan sepatu berwarna merah, membuat Bu Evo terpilih. Hadiah berupa coklat pun diberikan padanya.

Inilah nuansa lebaran, pilpres dan HUT RI, dalam balutan merah-putih. Merdeka!

[AZ]

Friday, August 22, 2014

Posted by adrianizulivan Posted on 10:12:00 AM | No comments

Bapakku (yang) Bukan Zulivan



Aku terlahir dari seorang bapak bernama Zulivan, yang kupanggil Papa. Meski begitu, ada bapak lain dalam keseharianku. Seorang bapak yang kupanggil Bapak...
Petugas kebingungan dengan permintaan ayahnya. Dissa diharuskan mengikuti seluruh tes untuk mendapatkan SIM. Awalnya petugas hanya mensyaratkan serangkaian tes sebagai sesuatu yang disebut ”formalitas”. Sang ayah bersikeras bahwa mahasiswi semester dua ini harus ikuti seluruh proses, sesuai aturan yang berlaku.

Petugas bingung. Mengingat siapa sang ayah, mestinya Dissa hanya tinggal mendaftar lalu pulang dengan SIM di tangan. Dengan mudah. Tanpa tes ataupun menyuap petugas. Ini yang membuatku tak heran, jika 
seorang Danang Parikesit, ayah Dissa, mendapat penghargaan sebagai "Pelopor Keselamatan Berlalu-lintas" tahun 2013 lalu. 

Biasanya Dissa ke kampus naik sepeda. Belakangan ia membutuhkan kendaraan untuk mengangkut maket arsitektur bangunan yang dibuatnya. Tak seperti kampus-kampus di luar negeri, Jurusan Arsitektur Universitas Gadjah Mada (UGM) tidak memiliki studio/bengkel representatif bagi mahasiswanya untuk mengerjakan maket. Akibatnya, mereka harus membuat di rumah lalu membawa hasilnya ke kampus. Jika harus membawa maket, maka Dissa harus meninggalkan sepedanya, dan mengendara city car sederhana pemberian ayahnya itu.


Hope and Dream
Perkenalanku dengan Dissa diawali dengan obrolan tentang sebuah program. Suatu hari Pak Danang, begitu aku memanggil ayahnya, bilang ingin menabung untuk mengisi masa pensiun. Tabungan ini bukan berupa deposito atau sejenisnya, melainkan tabungan akhirat lewat kegiatan sosial.


Idenya berawal dari obrolan bapak-anak ini. Lalu mereka mencari orang yang dapat membantu menerjemahkan ide tersebut. Disanalah aku berperan. Lalu di tahun 2012 muncul Hopes and Dreams Indonesia (HDI), nama yang kami sepakati untuk mewadahi program ini.


Nama yang unik. HDI memokuskan diri pada upaya untuk mencari pribadi atau kelompok yang memiliki mimpi (dreams) dan mempunyai harapan (hopes) kuat untuk mewujudkan mimpinya. Nama ini lalu diterjemahkan dengan menemui pihak-pihak yang kami nilai memiliki kriteria HDI.



Gus Nas (Pesantren Ilmu Giri), Mas Saptu, Pak Danang dan aku.
Kedua foto milik Mas Saptu di sini dan sini.
Diantaranya adalah Saptuari Sugiarto, pengusaha asal Yogyakarta yang mendirikan Sedekah Rombongan untuk membantu warga kurang beruntung yang kesulitan berobat. Dari Mas Saptu--begitu ia biasa dipanggil--kami dikenalkan dengan Mbak Putri Herlina, seorang tuna daksa berprestasi dari Yayasan Sayap Ibu.
Bersama Mbak Putri Herlina.
Bersama ibunda Mas Saptu, di Yayasan Sayap Ibu.


Bersama anak-anak Ledhok.
Selanjutnya mengunjungi komunitas Ledhok Timoho yang menjadi area mukim pemulung, Yayasan FSG Tuna Bangsa yang mengurusi anak-anak penderita kanker di RS Sardjito, menemui anak penderita hydrocephalus yang diajak mengemis oleh ibunya di Magelang, Jawa Tengah, dan berbagai kegiatan lain.


Di bengkel UCP.
HDI kemudian berperan aktif dalam sejumlah kegiatan terkait warga berkebutuhan khusus (difabel); Seperti ikut berperan dalam perjalanan Sri Lestari, seorang paraplegia pengguna sepedamotor modifikasi dalam tur Jawa-Bali; ikut andil dalam peringatan Disability Day 2013, hingga mengawal proses pembuatan SIM khusus bagi pengendara sepedamotor modifikasi di Yogyakarta.

Tampaknya ini akan menjadi agenda masa pensiun yang menyenangkan, sekaligus tabungan akhirat yang lumayan, ya.


Soal Transportasi
Berbicara tentang akhirat, tentu bicara tentang kematian. Tahun 2007 lalu Pak Danang menjadi salah satu target utama kelompok tertentu di Yogyakarta. Ia yang saat itu menjadi Ketua Pusat Studi Transportasi dan Logistik (PUSTRAL) UGM, disebut-sebut akan dibunuh kelompok yang tidak menginginkan terwujudnya Malioboro Yogyakarta sebagai kawasan pedestrian. Mengapa? Silahkan baca buku hasil penelitiannya.


Penolakan atas pemikirannya di bidang tata transportasi tak hanya berakhir di situ. Beberapa tahun terakhir, Pak Danang menentang rencana pembangunan 6 ruas tol dalam kota dan proyek deep tunnel di Jakarta. Hingga hari ini, dua proyek tersebut masih menjadi diskusi parapihak.


Perhatian Pak Danang tidak hanya pada persoalan transportasi di kawasan urban. Dalam sebuah konferensi di Jepang, tim JALIN Merapi--komunitasku--bertemu dengan Ibu Dewanti. Ia memaparkan persoalan transportasi di lereng Gunungapi Merapi. Ada nama Danang Parikesit di slide presentasinya. Ternyata, ia adalah mahasiswa doktoral bimbingan Pak Danang. Akhirnya kami bersua di Desa Kemalang yang berjarak 4 kilometer dari puncak Merapi.

Bu Dewanti menceritakan alasan ketertarikannya meneliti Merapi. Keterbatasan angkutan umum yang sebabkan sepedamotor menjadi moda paling banyak peminat. Bocah-bocah tak cukup umur yang mengemudi sepedamotor. Anak-anak sekolah yang gelayutan di bak-bak truk untuk pulang ke rumah. Hingga persoalan jalan bolong di sepanjang jalur evakuasi.


Pak Danang pernah meneliti hal ini, lalu menyarankan Bu Dewanti untuk mendalaminya. Akhirnya Bu Dewanti jatuh cinta pada Merapi. Ia kerap mengajak putranya ikut serta, untuk melihat kehidupan warga dan keindahan alam setempat.


Bersama Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Pak Danang juga membahas persoalan angkutan antar pulau di kawasan terpencil. Dari tahun ke tahun, urusan mudik Lebaran pun selalu mendapat perhatian khusus organisasi ini.


Mudik Lebaran tahun 2011 bisa jadi merupakan pengalaman berharga buat Pak Danang. Saat itu ia habiskan banyak waktu untuk memantau proses pembangunan jalur Nagreg. Merelakan banyak masa libur yang mestinya menjadi hak keluarga. 



Keluarga
Di samping kesibukan sebagai Ketua MTI dan Staf Khusus Menteri Pekerjaan Umum, ia selalu ciptakan akhir pekan menyenangkan bersama keluarga dan kerabat di Yogya.





Pagi akhir pekan sering dihabiskan dengan bersepeda atau memasak bersama. Keluarga ini kerap pula mengundang mahasiswa ke rumah, untuk main musik bersama. Meski biasa memegang bahan konstruksi bangunan berat, Pak Danang juga mahir memainkan berbagai alat musik tiup. Dengan kemahiran lain para tamunya, jadilah sebuah konser orkestra kecil di rumah.






Aku sendiri merasa beruntung bisa mengenal Bu Dani, istri Pak Danang yang sempat menjadi Wakil Dekan di Fakultas Hukum UGM ini. Banyak pelajaran darinya tentang merawat keluarga, dengan suami yang memiliki sedikit waktu untuk keluarga. Bersama kedua putri mereka, aku kerap diundang makan bersama sambil membicarakan program kami di HDI. 


Galak
Perkenalanku dengan Pak Danang berlangsung sejak enam tahun lalu. Di samping kuliah, saat itu aku menjadi Staf Honorer di Bidang Kolaborasi Riset Internasional pada Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UGM. Saat itu, Pak Danang menjabat sebagai Ketua LPPM. Masa-masa menjadi staf ini bukan pengalaman menyenangkan. Pak Danang adalah seorang perfeksionis, sehingga sangat galak dengan seluruh stafnya. 
Tiap detil pekerjaan selalu ia pantau. Ia akan menunggui koreksi pekerjaan yang belum beres, hingga tengah malam di kantor. Yang tidak kuat dengan cara kerjanya, biasanya akan mengundurkan diri.

Aku pernah bikin heboh 80-an pegawai LPPM, hanya karena menyapa pejabat dengan gelar yang salah, dalam surat elektronik. Pak Danang langsung memerintahkan Kepala Bidang untuk menarik surat tersebut. Menarik surat elektronik? Mana bisa! Bu Kabid lalu meminta maaf kepada pejabat ybs, lalu mengingatkanku. 

Apa tindakan yang dilakukan Pak Danang padaku? Menyindir,  dengan berbagai pertanyaan terkait pengetahuan umum: Siapa nama menteri ini, siapa nama pejabat itu, apa nama ini dan itu, dan sebagainya. Ini berlangsung sekitar 5 menit. Terjadi di pagi hari, begitu aku tiba di kantor, setelah mudik akhir pekan yang nyaman bersama keluarga di Jakarta. Hiks :(


Segalak-galaknya Pak Danang, ia peduli pada stafnya. Tiap ulang tahun, kami mendapat kue tar yang diedarkan ke seluruh ruangan. Bahkan, seluruh staf LPPM—mulai dari Ketua sampai staf honorer, mendapat kesempatan wisata ke Bali pada 2010 lalu. Untuk pertama kalinya, pegawai LPPM diajak 'plesir' jauh. Meski dalam rangka rapat kerja, perjalanan ini menyisakan kenangan khusus bagi stafnya, apalagi para pegawai rendahan seperti Office Boy.


Coba hitung, sudah berapa kali aku menggunakan kata “galak” untuk mendeskripsikan seorang Danang Parikesit? Bagaimanapun, aku merasa mendapat pelajaran berharga tentang tanggungjawab kerja dari sosoknya. Oh ya, meski galak banget (nah lho, dipakai lagi kata ini), ia adalah seorang pemimpin yang fair, bersedia mengakui kesalahan dan mau mendengar saran orang lain, termasuk saran dari bawahan

Dalam banyak obrolan antar staf di LPPM, disimpulkan bahwa Pak Danang merasa nyaman bekerja dengan staf yang berani berargumen, tidak sekedar berprinsip "asal-bapak-senang". Meski karirku di LPPM tak berlangsung lama, aku dan seorang teman lain bekerja sebagai Asisten Pribadi beliau. Kami berdua dikenal sebagai orang keras kepala, cukup sepola dengan cara kerja Pak Danang.


*
Dalam perjalanan sebagai asisten pribadi, aku tetap mengalami tekanan kerja yang sama berat dengan semasa di LPPM. Saat masih mengeringkan rambut di suatu pagi, Pak Danang ’teriak’ di BBM, minta kami segera menemuinya di restoran hotel. Tentu butuh perjuangan untuk mencapai hotelnya dari hotel kami--hotel para asisten tentu tak sama jumlah bintangnya dengan hotel yang ditempati Pak Danang--di tengah suasana pagi kota Surabaya yang teramat macet.


Aku terpaksa menjinjing higheels untuk dapat berlari. Setelah tiba di restoran, kami dipersilahkan duduk, di antara pejabat MTI lainnya. Lalu ditanya apakah sudah sarapan. Kujawab belum lalu disuruh sarapan dan duduk di meja itu kembali. Kuambil makanan seadanya, agar cepat. Sambil makan, aku di-brief agar ikut pertemuan dengan Gubernur, sebagai persiapan kedatangan Presiden di acara kami.


Aku hanya menjawab OK, Pak. Baik, Pak. Ya, Pak. Malah dimarahi: ”Apa kamu ingat jika tidak ditulis?” Arrrgh... ”Apa Bapak mau menyuapi makanan ini, sementara tangan saya menulis?” tanyaku dalam hati. Akhirnya aku berangkat sendiri hanya diantar sopir. Asisten lain disuruh mengerjakan pekerjaan yang tak ada habisnya.


Meski demikian, usai suatu pekerjaan panjang, kami tak luput dari perhatian. Para asisten selalu berhak memilih tempat makan yang kami inginkan. Kami juga diizinkan memperpanjang masa tinggal, jika sedang perjalanan kerja ke luar kota atau luar negeri. Kurang galak apalagi, coba? :)

Tanggung jawab
Masih banyak cerita deg-degan lain, yang membuatku terus belajar arti tanggungjawab. Termasuk tanggungjawab untuk beribadah. Meski kesibukan teramat-sangat, Pak Danang selalu mengerjakan kewajiban lima waktunya. Dalam sebuah perjalanan, aku bingung mengapa ia tiba-tiba diam di bangku pesawat. Ternyata sedang tayamun dan shalat.

Sebagai perempuan, tentu aku mengenakan riasan wajah lengkap di tiap pertemuan penting pekerjaan. Ini biasanya membuatku malas shalat, sebab wudhu akan merusak riasan. Dengan bos yang rajin shalat dalam situasi apapun, aku menjadi malu. 

Beliau juga kerap mengimami shalat di kantor. Dalam suatu sore akhir pekan, kami harus rapat di kantor. Sebab Pak Danang bersepeda mengenakan celana ¾ dan tidak membawa sarung, maka ia mengenakan rok putih bagian bawah mukena yang ada di mushalla. Hahaha...

Dosen
Sebaliknya, sebagai dosen Pak Danang tidak pernah mendapat julukan ’killer’ atau sejenisnya. Banyak mahasiswa dekat dengannya. Bahkan hingga mereka melanjutkan kuliah di negeri orang, banyak yang menyempatkan bertemu ketika sang dosen sedang melawat ke sana. 


Bersama mahasiswanya.
Satu yang mengagumkan pada sosok Pak Danang sebagai akademisi adalah, produktivitasnya dalam menulis dan ikut konferensi. Sila cek jurnalnya di https://danangparikesit.wordpress.com/ dan aktivitasnya sebagai blogger tetap di Tempo.


Atas: Tim basket versi reuni. Bawah: Tim Putri UGM.
Kedekatan pada mahasiswa tak hanya terjadi di kelas perkuliahan. Pak Danang yang semasa mahasiswanya masuk dalam Tim Basket UGM ini, kini menjadi penasehat di klub tersebut. Kegiatan lain bersama anak muda dilakukan lewat Pondok Alam Hifzhul Bi’ah, sebuah pesantren berwawasan lingkungan yang dikembangkan bersama sejumlah pendidik lain.

Menteri
Di paruh kedua pemerintahan SBY, nama Pak Danang disebut-sebut dalam daftar calon menteri. Meski saat itu telah menjabat sebagai Chairman of the Executive Committee dan Board of Directors dari the International Forum for Rural Transport and Development (IFRTD), ia tak terlalu serius menanggapinya. Dalam pertemuan awal Juli lalu di Jakarta, aku sempat bertanya bagaimana jika Bapak masuk ke dalam kabinet Presiden baru? ”Saya selalu bilang, kepada siapapun. Saya akan selalu membantu pemerintah, dimanapun posisi saya.”



Sumber: @Jokowi_Ina di sini.
Sepekan kemudian muncul tiga jajak pendapat dari tiga lembaga bonafid, yaitu ”Polling Menteri Kabinet Alternatif Usulan Rakyat” dari Jokowi Center, Kabinet Rakyat 2014-2019" dari PDI-P dan ”Prediksi Susunan Kabinet Jokowi-JK 2014-2019” dari Indobarometer. Pada ketiganya muncul nama Danang Parikesit. Pekan lalu muncul hasil polling internal tim Jokowi-JK, Presiden dan Wapres terpilih—seperti dapat dilihat pada gambar atas, dimana Pak Danang memperoleh suara terbesar.

Sebagai orang yang sudah dinggapnya sebagai anak dan telah menganggapnya sebagai bapak sendiri, tentu aku ikut bangga. Kebanggaan lainnya tentu saja dari urusan romantisme berupa satu almamater di UGM dan satu kota tempat tinggal di Yogyakarta. Ini merupakan hal remeh-temeh yang sulit dijelaskan dengan kata-kata. Tak beda dengan kebangganku di hari pertama Pemilihan Presiden Agustus lalu, saat nama Jokowi keluar sebagai pemenang versi hitung cepat. Jika nantinya resmi terpilih, Jokowi akan menjadi alumni UGM pertama yang menjadi RI 1. Hari itu Mars UGM ’menggema’ di media sosial. Bakti kami mahasiswa Gadjah Mada semua...


Sosok
Bagi yang belum mengenal sosok Danang Parikesit--selanjutnya kita sebut dengan DPR--mari kuberitahu mengapa ia pantas menjadi seorang Menteri Perhubungan--sebagaimana tersebut dalam ketiga polling, dibanding kandidat lain:

  1. Merupakan ahli di bidang perhubungan, baik dalam kaitannya dengan transportasi serta sarana-prasarana terkait. Membandingkan dengan calon lain, ini analisa permukaanku: DPR memahami isu transportasi, tak hanya soal perkeretaapian, angkutan udara, ataupun keselamatan transportasi. Ia memahami persoalan transportasi dari hulu ke hilir.
  2. Mempunyai perhatian pada isu perkotaan dan perdesaan. Salah satu hasil yang sangat menarik minatku adalah aplikasi tentang kondisi jalur pedestrian bernama Walkability ini.
  3. Ini yang terpenting: DPR seorang yang jujur dan masih idealis. Dalam pertemuan dengan Pak Marco Kusumawijaya akhir pekan lalu, ini pendapatnya tentang DPR sebagai kandidat menteri: Danang baik, nggak ada yang salah dengannya.
Ini tentu saja tafsir personal, hasil pembacaan atas kedekatan hubungan personal. Ingin  menyebut ini sebagai kampanye? Silahkan, siapapun bebas memaknai. Toh cerita seorang Adriani Zulivan tak akan pengaruhi proses Jokowi memilih para menterinya, bukan? :)

Ini hanya ceritaku, tentang bapakku yang bukan bernama Zulivan. Satu yang pasti, aku mengenalnya dengan baik. Dengan tulisan ini, kuharap kalian juga dapat mengenalnya dengan baik.

Bagi Pak Joko dan Pak Jusuf, selamat memilih pembantu untuk lancarkan proses pelaksanaan tugas di lima hingga sepuluh tahun mendatang. Aku padamu! :)


Mlekom,

AZ


Catatan: Kecuali yang menyertakan keterangan sumber, seluruh foto diambil dari akun Facebook dan Twitter Pak Danang, serta koleksiku pribadi.


  • Atribution. Powered by Blogger.
  • ngeksis

  • mata-mata