Minggu (4/11) pagi saya mengikuti aksi relawan FSG Tunas Bangsa di Bangsal Kanker Anak RSU Sardjito. Bersama pasien, kami membuat gelang dari tali. Kegiatan sederhana ini membuat para pasien anak ceria. Usai kegiatan yang hanya dua jam ini (09.00-11.00), kami mengedarkan puluhan botol sabun cair pemberian donatur ke seluruh kamar di bangsal.
Foto: Tante Kristi di alamat ini. |
Pasca kegiatan, saya diperkenalkan
kepada seluruh relawan. Saya jelaskan tentang H&D dan menanyakan
kemungkinan mendapat kasus spesifik mengenai “mimpi dan harapan” salah satu
pasien yang mungkin bisa kita wujudkan. Serempak, mereka menolak: “Kami selalu
bersama-sama, jika satu anak mendapat keistimewaan, itu akan berakibat buruk
pada kejiwaan mereka”. Sebaiknya membantu untuk pogram yang sudah berjalan
saja, agar segala kegiatan bisa dinikmati seluruh anak.
Satu catatan, pasien anak ini
memiliki banyak pantangan, terutama debu. Itu alasan mengapa mereka tak boleh
berkegiatan di luar ruangan. Bahkan untuk pemberian mainan pun harus sangat
diseleksi, misal tak boleh boneka berbulu.
Ada sekitar 20
relawan yang datang silih berganti di tiap pekan. Pagi ini ada 8 relawan yang hadir,
mayoritas mahasiswa. Selain minggu pagi (ini hari terbanyak relawan datang),
tiap hari ada pula satu-dua relawan yang datang ke bangsal ini. Mereka membantu
keluarga pasien untuk bermain dan belajar dengan pasien. Ada pula keluarga pasien yang mendatangkan
guru les untuk anaknya.
Kebutuhan relawan ini mendesak, sebab relawan yang datang tak bisa bekerja tetap akibat kesibukan mereka masing-masing. Yang dapat kita lakukan adalah:
- Mengajak lebih banyak relawan untuk bekerja di sini, hingga tak ada waktu kosong untuk menemani pasien dan menggantikan peran keluarga yang pastinya sangat cape secara fisik dan emosi.
- Relawan juga dibutuhkan untuk konseling emosi keluarga pasien (terutama orangtua). Jika para pasien sangat ceria tiap ada permainan, para ortu yang menunggui anak-anaknya ini bermuka suram. Mungkin yang ada di otak mereka hanya satu: Anakku akan pergi, segera.
- Ada pula kasus spesifik dimana anak yang sudah datang ke Sardjito dan divonis kanker --lalu pulang ke desanya untuk persiapan rawat inap (pemberitahuan keluarga, ambil pakaian, dst), tak bisa kembali ke Jogja akibat tak memiliki dana. Meski bea medis ditanggung Jamkesmas, bea transportasi tak ada yang menanggung.
- Bisa pula kita datangkan murid-murid sekolah bergantian, yang akan bermanfaat bagi kedua belah pihak. Bagi anak-anak yang sehat, mereka akan mendapat pelajaran penting tentang pentingnya sehat, di sisi lain pasien akan berinteraksi dengan orang baru yang mungkin akan menambah percaya diri mereka, atau menjawab kerinduan pada teman-teman sebayanya. Saya bilang mungkin, sebab bisa jadi sebaliknya: mereka makin kehilangan percaya diri di antara anak-anak sehat itu. Kita perlu konsultasi dengan dokter di bangsal ini, mungkin.
Trims pada Tante Kristi untuk kesempatan ini. Membuat saya sangat ingin bergabung dengan teman-teman relawan lain di sini.
Mlekom,
AZ