Thursday, January 27, 2022

Posted by adrianizulivan Posted on 9:53:00 AM | No comments

Menghidupi Kehidupan dari Live Life

Melalui gambar hitam putih, seniman dunia JD Hillberry menceritakan kisah sekaligus membangkitkan emosi orang-orang yang melihat karyanya. “Saya merasa berhasil berkomunikasi dengan seseorang, ketika mereka bisa mengidentifikasi esensi dari karya saya,” katanya. 

 

Menceritakan kisah dan membangkitkan emosi, meski hanya dalam hitam dan putih. Hal serupa menjadi alasan bagi Res Harris dan Sinta Carolina, untuk menuangkan karya-karya mereka dalam pameran yang ingin menghidupi kehidupan ini. 

 

Secara ilmiah, warna adalah ekspresi cahaya. Pantulan gelombang cahaya dari suatu obyek, akan sampaikan warna pada mata manusia. Ketika semua cahaya dipantulkan, mata akan melihat putih. Sebaliknya ketika tak ada cahaya, mata akan melihat hitam. Secara teknis, hitam dan putih bukanlah warna, melainkan nuansa. “Namun keduanya dapat berfungsi sebagai warna, sebab dapat membangkitkan perasaan,” jelas Jimmy Presler, perancang grafis asal Amerika Serikat. 

 

Harris pelajari teknik gambar secara formal di sekolah seni rupa, sejak bangku SMA. Ia merasa lebih percaya diri dalam hitam putih, dibanding harus memberi warna lain. Mengontrol ketebalan dan kejutan-kejutan warna dalam penggunaan tinta Cina, menjadi salah satu keahliannya. 

 

Sinta belajar gambar secara otodidak, bermula pada 2013. Dengan pensil warna, ia membuat ilustrasi imajinatif dalam goresan bergaya doodle. Meski kerap gunakan beragam warna, Sinta tetap berhasil kuatkan rinci goresan dalam nuansa hitam putih. 

 

Ketika seseorang mulai belajar menggambar, hitam putih menjadi materi karya yang sangat mendasar. Dalam karya seni matang, kedua warna ini--serta percampurannya berupa abu-abu, menjadi tantangan besar untuk menghidupkan obyek. 

 

Seperti kata Hillberry, meniru realitas bukan tujuan utama. Gambar yang baik bukan sekadar karya yang dijuluki seperti-bukan-lukisan, akibat kemiripan dengan obyek aslinya. Melainkan karya yang mampu mendobrak batas realisme, dengan mengundang rasa keterkaitan dan keterikatan para pemirsanya. Inilah yang ingin dituju oleh kedua seniman dalam pameran ini. 

 

Munculnya kedekatan emosional, adalah penting bagi Harris. Untuk itu ia hadirkan teks dalam gambar, demi memudahkan penyampaian pesan. Ilustrasi kehidupan sosial yang ramai diperbincangkan publik menjadi cirinya, agar orang bisa melihat diri mereka sendiri dalam karyanya. Sesederhana menyajikan gambaran kejadian umum, untuk dijadikan refleksi diri. 

 

Di sisi lain, Sinta justru memulai karyanya lewat penggambaran diri pribadi. Ia sebagai perempuan yang lahir, tumbuh dan berkembang diantara pilihan-pilihan; bersama ragam pemikiran yang mengiringinya merawat kehidupan. Sinta paham bahwa gambaran kesehariannya ini, juga mewakili kehidupan orang lain. Bahwa ia dan banyak orang di luar sana, sedang berbagi kegelisahan dan kebahagiaan yang sama. 

 

Salah satu sifat dasar seni adalah berbentuk individual (The Liang Gie, 1976). Artinya, seni merupakan interpretasi subyektif dari seseorang sebab lahir dari imajinasi pribadi. Pameran ini berhasil mengumpulkan isu global menjadi begitu terasa personal, dan sekaligus menggiring kisah pribadi ke ranah pemikiran kolektif. 

 

Seraya memaknai frasa menghidupi kehidupan, mari temukan jati diri sebagai aku, kamu, kita, kami, dia, mereka, dan siapapun, dalam kesederhanaan sekaligus kompleksitas yang tampil dalam “Live Life” ini! 

 

Yogyakarta, Januari 202

 

-az-

Wednesday, January 19, 2022

Posted by adrianizulivan Posted on 8:38:00 AM | No comments

Bertemu Pak Heru

 

Bertemu dengannya di sekitar Jalan Veteran, Jogja Kota. Di siang terik (17/01) itu, dia membawa keset dan cempal berbahan kain bekas, juga serbet. Ini dibuat oleh sebuah lembaga yang melatih kawan difabel untuk hasilkan barang bernilai jual. Lembaga ini berada di Klaten, Jateng, saya lupa namanya.


Pak Heru tuna daksa. Tiap hari naik bus dari rumahnya di Klaten, untuk berjualan di Jogja. Seharian berjalan kaki, keliling susuri jalanan. Sore hari kembali ke Klaten.


Jaraknya berjalan kaki sangat jauh. Sore itu, dia datang dari sekitar Jalan Magelang di utara Tugu. Berbekal sandal jepit tipis, sebuah topi dan ransel punggung.



Sehari bisa habis 50 lembar. Alhamdulillah. Saya senang dengan Pak Heru, sebab memasang harga wajar. Untuk keset seharga Rp 10.000, sedangkan cempal Rp 5.000 per dua buah.


Ini berbeda dengan pedagang yang 'nongkrong' di banyak sudut jalanan Jogja. Yang sering patok harga gak masuk akal, andalkan rasa iba pengguna jalan.


Jika memungkinkan, yuk beli barang yang dijajakan pedagang yang berjalan kaki menyunggi dagangan. Seperti Pak Heru ini.



Pak Heru gak punya HP, tapi di dompetnya tersimpan nomer telepon istri bertuliskan namanya. Bisa hubungi ke sana, jika ingin membeli.


Semoga laris ya, Pak!


🔻Sudah minta izin Pak Heru untuk foto dan sebarkan nomor HP 🙏

Thursday, January 6, 2022

Posted by adrianizulivan Posted on 8:07:00 PM | No comments

Soal Tempe dan Lainnya...

Bayan adalah sebutan untuk jabatan Lurah di era tiga generasi lalu. Salah satu Bayan di masa itu, dikenal dengan usahanya membuat tempe. Tempe bahan kedelai, yang populer di sekitar Ganjuran, Bambanglipuro, Bantul, YK.

Tempenya masih diproduksi hingga kini oleh anak, cucu dan mantu, dengan nama "Tempe Mbah Bayan". Salah satu cucu adalah Bu Tari, yang semalam kami kunjungi untuk menjenguk suaminya Pak @madebli yang sedang pemulihan paska kecelakaan.


Keluarga Mbah Bayan rutin adakan sedekah Kamis-Jumat. Aktivitas @dapurgendong merupakan salah satu penerima manfaat, yang kerap mendapat sedekah tempe.

Kamis 16 Des lalu, Pak Made berniat antar tempe ke rumah saya untuk donasi ke @dapurgendong. Namun dalam perjalanan dengan motor roda tiganya, Pak Made alami tabrak lari. Beberapa jari kaki patah, harus dioperasi.


Pak Made & Bu Tari adalah penggerak isu kemandirian kawan disabilitas. Saya & @joeyakarta pernah berproses bersama sejoli panutan ini, ketika adakan eksperimen sosial terkait aksesibilitas ruang publik di Yogyakarta. Kami kerap bertemu di agenda lain, bersama kawan jejaring pemerhati isu kota di sejumlah daerah.


Meski sejak satu dekade lalu sudah menyicipi Tempe Mbah Bayan, baru kali ini saya melihat langsung proses produksinya. Gak heran mengapa tempe ini begitu lezat, sebab selalu gunakan bahan berkualitas. Saya bukan penggemar tempe garis keras, tapi kalau yang ini ga pernah bisa nolak 😁

Kemarin beli beberapa bungkus, untuk diolah @dapurhaidanur menjadi lauk nasbung & menu santapan @pasukanbulubulu (iya, kucing kami konsumsi tempe!).

Kalian pengen cicip? DM ya, untuk kontaknya. Sebab ga bisa beli dadakan, seluruh hasil produksi harian dibuat sesuai jumlah pesanan.


mlekom,

az

  • Atribution. Powered by Blogger.
  • ngeksis

  • mata-mata