Thursday, December 29, 2011

Posted by adriani zulivan Posted on 7:33:00 PM |

Sesorean Tur Candi

Hari ini aku dan Ndil janjian dengan orang Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jateng. Janjian pukul 14.00, kami tiba sejam sebelumnya di kantor BP3 yang terletak di utara Kompleks Candi Prambanan.

1. Soto Mbah Semar
Untuk habiskan waktu, kami makan di Warung Soto Mbah Semar yang terletak tak jauh dari BP3. Suasananya asyik, pecel dan dawetnya enak. Meski warung soto, ada menu lain di sana.


2. BP3 Jateng
Lalu ke BP3, melihat banyak arca yang dipajang di kantor itu. Sayang, kami tak sempat memotret, sebab waktunya sangat terbatas.

3. Candi Plaosan
Setelahnya ke candi yang indah banget: Plaosan! Candi ini cantik sekali. Membuatku ingin menikah di sini... Meski seing melihat candi ini dari kejauhan, dalam perjalanan ke-dari lereng Merapi, baru kali ini berkesempatan mampir, melihat. Aku tak memotret. "Aku akan kembali lagi ke sini," kataku pada Ndil. 

Ketika akan masuk, kami--ehm: Ndil, maksudku--sempat berdebat dengan petugas yang meminta "seiklasnya" untuk bea masuk, setelah kami mengisi buku tamu. Dia minta seiklasnya, sebab tak ada tiket. Setelah berdebat panjang sebab Ndil tak mau membayar tanpa tiket, kami dipersilahkan para Satpam penjaga untuk masuk, dengan menggerutu.

4. Candi Sari


Dari si cantik Plaosan, kami ke Candi Sari. Aku tak pernah tahu keberadaan candi ini. Candinya hanya satu bangunan tunggal, memiliki dua lantai seperti Candi Plaosan. Di candi yang berada di wilayah Kabupaten Sleman, DIY ini, ada penjaga dengan karcis.


5. Candi Kalasan


Dari Sari, kami ke Candi Kalasan. Candi ini sangat-sangat sangat sering kulihat, sebab ia berada di lintasan jalur Jogja-Solo. Kupikir ini hanya candi sederhana. Ternyata, tembok-tembok candi ini memiliki ukiran yang cantik. Menurut Ndil, ini adalah salah satu candi dengan ukiran indah.

Di kawasan DIY ini ada karcis. Ndil bersedia membayar, setelah mencatat di Buku Tamu.

6. Candi Kedulan


Sedih melihat candi ini. Sudah bertahun-tahun ekskavasinya terbengkalai akibat persoalan pembebasan lahan. Sudah lama Ndil cerita tentang keberadaan candi ini, setiap kami pulang dari lereng Merapi. Namun karena dia masih di dalam tanah, maka tak pernah terlihat dari kejauhan.

Oh iya, kami tak membayar untuk melihat candi yang berada di Kabupaten Sleman, DIY ini. Tak ada tiket, hanya mengisi buku tamu. Sang petugas tidak memaksa menarik uang masuk. DIY memang berbeda dari manajemen di Jateng, ya!


Dari sini, kami pulang. Di otakku masuk berbagai imaji. Ini kali pertamaku mengunjungi keempat candi tadi. Bener kata BOL BRUTU: Nyandi itu nyandu!

Lain waktu akan kutulis satu per satu tentang candi itu. Kali ini edisi narsis dahulu, ya! :))

Oh iya, saat melihat Candi Sari, ada dua orang kulit hitam yang kuyakin dari India. Salah seorang dari mereka membawa kamera dengan lensa cukupan. Memotret sana-sini tanpa banyak bicara antar mereka. Lalu menanyakan letak Candi Kalasan. Di Kalasan kami bertemu mereka lagi. Sepertinya, keduanya sedang menelusuri jejak nenek moyang mereka, hehehe.


Mlekom,
AZ

Friday, December 2, 2011

Posted by adriani zulivan Posted on 1:01:00 PM |

+31651666486

Gambar dari sini
+31 Alhamdulillah Ndil…

Itu twitku pasca dapet SMS.

Cindil: Test pake nomor londo k ayang. Pasti mahal. Aku sdg naik kereta k rmh mbak hasti
Aku: Alhamdulillah ayang… Aku bisa tidur nih klo gini *peluk ayang*

Mlekom,
AZ

Friday, October 28, 2011

Posted by adriani zulivan Posted on 9:57:00 PM | No comments

JALIN Merapi di Teng2Crit


Kita dapat undangan dari @argamoja, pengelola @teng2crit. Teng-teng crit adalah singkatan dari tenguk-tenguk crito. Bahasa Jawa yang aku tak tahu artinya. Namun, @teng2crit merupakan talkshow mengenai berbagai hal terkait dunia maya. Acara obrolan kaum onlen Jogja, di @AngkringanGK, sebuah angkringan tempat ngumpul para Mimin Jogja.

Aku dan Ndil datang mewakili JALIN Merapi.

*

*
Foto:
@argamoja di http://tengtengcrit.tumblr.com/post/12106546787/foto2-ttc8-satu-tahun-erupsi-merapi-2010

Video:
@fotodeka di http://www.youtube.com/watch?v=7-b1XMeKbF0&feature=mfu_in_order&list=UL

Tentang obrolan ini:
http://choro.wordpress.com/category/yang-anyar-anyar/
http://tengtengcrit.tumblr.com/post/12106419873/review-ttc8-satu-tahun-erupsi-merapi


Monday, October 3, 2011

Posted by adriani zulivan Posted on 10:11:00 PM | No comments

Kaos Baru Alhamdulillah…



[Sing it like the song "Baju Baru Lebaran"]
Kaos baru, alhamdulillah.
Dipakenya di Borobudur.
Yang dikasih si Cindil sayang.
Oleh-olehnya dari Bandung.

Sunday, October 2, 2011

Posted by adriani zulivan Posted on 10:30:00 AM | No comments

Samsidar Yusni

Ki-ka: Kakakku, ..., Yusni, ..., aku, Fauzan Anhar

Dapat berita mengejutkan mengenai kecelakaan pesawat yang menewaskan seluruh penumpangnya. Salah satunya adalah Yusni, teman masa kecilku di Kutacane, Aceh Tenggara. Foto-foto ini bidikan papaku, tahun 1993.

Lihat berita menyedihkan itu di sini.


Mlekom,
AZ

Friday, September 23, 2011

Posted by adrianizulivan Posted on 12:44:00 PM | No comments

Saling Memotret





Aku ikut Ndil yang jadi narasumber sebuah talkshow di radio. Aku menunggu di depan studio. Saat break iklan, Ndil mengintip dari jendela. AKu motret. Eh terus si Ndil ikutan motret. Jadi motret-motretan (bahasa apa ini?!).

:)

Mlekom,
AZ


[20130511]

Saturday, September 17, 2011

Posted by adrianizulivan Posted on 9:55:00 PM | No comments

Kanal Porong, Situs Sejarah yang Menunggu Punah


Linimasa @paringwaluyo Tanggal 11 Agustus 2011

Mungkin tak banyak yang tahu bahwa terdapat sebuah situs bersejarah di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Situs ini kini terancam punah, akibat bencana semburan lumpur Lapindo. Apa dan bagaimana? Simak tweet series dari linimassa Mas @paringwaluyo ini:
  • Th 1000 M, Raja Airlangga membuat kanal Porong utk antisipasi banjir di wilayahnya #lapindo
  • Kanal Porong itu dikerjakan dalam waktu 99 hari. Proyek besar pd jaman Airlangga #lapindo
  • Hasil penggalian kanal Porong, tanahnya dibikin tanggul kanan-kiri sungai dg alat yg sederhana #lapindo
  • Masa Hayam Wuruk, kanal ini jd jalur memasuki kerajaan majapahit, selain sungai mas di surabaya #lapindo
  • Irigasi kanal porong, n sungai2 kecil sekitarnya jd irigasi persawahan luas di jenggolo, wil majapahit #lapindo
  • Utk menandai kemakmuran porong n sekitarnya, Hayam Wuruk bangun candi pari, di desa candipari, porong #lapindo
  • Bahkan, pedagang2 Islam, jg gunakan jalur kanal porong utk masuk kawasan majapahit #lapindo
  • Di muara kanal porong, menuju ke surabaya, terdpt makam islam yg sangat tua #lapindo
  • Setiap jelang ramadhan, makam itu ramai dikunjungi orang. Makam terletak di daerah ketingan. Sbb byk ikan keting #lapindo
  • Konon makam itu ibu/kerabat walisongo, meninggal saat rombongan akan memasuki jalur kanal porong menuju majapahit #lapindo
  • Masa pendudukan belanda, kanal porong yg agak berkelok di desa kedungcangkring, oleh belanda jalurnya diluruskan ke timur #lapindo
  • Bekas kanal porong lama, yg dilurukan oleh belanda, disebut kali mati sampai skrng #lapindo
  • Pembangunan kembali kanal porong oleh belanda inilah yg jd sungai porong sampai saat ini #lapindo
  • Namun sjk kasus lapindo muncul, eksotika kanal porong bagi petani n petambak, rusak akibat pembuangan lumpur lapaindo smp skrng #lapindo
  • Lapindo, korporasi milik grup bakrie jd pencetus sjrah hitam bagi hancurnya peradaban di kanal porong n sekitarnya #lapindo
  • sudah berjalan 5 th lebih pembuangan lumpur ke kanal porong yg menyejarah, tak tau akan sampai kapan ini terus berlangsung #lapindo
  • UNEP pernah ajukan assasment agar buat kanal sendiri utk buang lumpur ke laut #lapindo
  • Namun gagasan itu tak pernah dihiraukan oleh pemerintah, apalagi oleh lapindo #lapindo
  • Salah satu dasar penolakannya, krn butuh biaya yg sangat mahal yg bakal dikeluarkan oleh #lapindo
  • Kini, dimuara sungai porong ditempatkan penyedot lumpur yg mengalir melalui kanal porong #lapindo
  • Lumpur yg mengalir ke muara kanal porong disedot lalu ditimbun ke pulau sarina. Pulau kecil awalnya, tp kini penuh lumpur #lapindo
  • dana trilyunan rupiah dianggarkan oleh pemerintah tangani proyek mulai dari nanggul sampai tumpuk lumpur ke pulau sarina #lapindo
  • Budget BPLS utk tangani semua ini terus meningkat: 2007=800M, 2008=900M, 2009=1T, 2010=1,1T, 2011=1,2T #lapindo
  • Publik hrs protes duit rakyat dipakai utk tangani bencana dg dikelola tetap status quo agar proyek terus jd unfinishing #lapindo
Ilustrasi dari sini.

Mlekom,
AZ


20140405

Sunday, September 4, 2011

Posted by adriani zulivan Posted on 11:01:00 PM | No comments

Diskusi Merapi hingga Kopi Jo

Bersama Mas Yanuar Nugroho, Mbak Maria Santi, Mbak Ambarsarisewi, dan Cindil.

Pagi dari Jogja ke kampungnya Mbak Santi di Muntilan, lereng Merapi. Nemenin Mas Yan diskusi dampak bencana gunungapi Merapi bersama penduduk setempat. Banyak hal menarik selain obrolan tsb:
  • suguhan makanan yang luar biasa enak.
  • suguhan pemandangan indah, terutama perkebunan warga. Yang paling bikin takjub adalah tanaman kebutuhan sehari-hari (cabe, tomat, terong, sawi, daun bawang, seledri, dst) di pekarangan rumah. Kegiatan ini menjadi semacam “keharusan” bagi tiap warga setempat yang didorong oleh perangkat desanya. Menarik banget!
 Foto: Mbak Santi

Setelahnya mampir ke Taman Budaya Jogja yang saat itu sedang menyelenggarakan Pasar Kangen Jogja. Salah satu hal menarik disana adalah Kopi Jo. Kopi spesial yang diracik dengan campuran kopi dan susu. Hanya ada di event-event di Jogja, tidak buka lapak. Sayang aku tidak mencicipi, karena insom yang kerap mendera.

 Foto: Mas Yan, oleh Cindil

Mlekom,
AZ

Wednesday, August 24, 2011

Posted by adriani zulivan Posted on 7:42:00 PM | 1 comment

Tentang Pendidikan Anakku

Barusan baca linimasa akun Twitter seorang teman:
@budinddharmawan: +1 RT @senirupa: Apa pentingnya sih tinggal di Jakarta? Punya ketergantungan pada macet ya???

Entah kenapa, dua hari lalu aku teringat dengan Balige, sebuah kota kecil di pinggiran Danau Toba. Balige menawarkan pesona kota yang luar biasa indah. Perbukitan, pertanian, perkebunan, dan tentu saja bentang danau yang begitu meggoda mata.

Salah satu hal yang membangkitkan ingatanku pada kota ini adalah perbincangan kami mengenai di mana kami akan menyekolahkan anak-anak kami nanti? Serta-merta, aku menyebutkan Balige, setelah semalaman mempertimbangkannya.

Seorang teman, Dr Yanuar Nugroho, yang tinggal di Manchester Inggris, saat ini sedang merencanakan kepulangannya ke Indonesia. Meski sudah menjadi dosen tetap di Manchester University, beliau benar-benar ingin pulang ke Indonesia.

Ia tidak memilih Jakarta, sebagaimana impian begitu banyak warga Indonesia. Ia menginginkan kota yang tenang. Meski berasal dari Solo, Mas Yan --begitu ia biasa kupanggil-- memilih Jogja sebagai tempat tinggalnya bersama anak-istri yang rencananya akan kembali ke tanah air lima tahun mendatang. Dan ternyata, istri Mas Yan juga asli Jogja :)

Mengapa Jogja? Sebab hanya di Jogja mereka menemukan sekolah yang tidak harus masuk enam hari seminggu. Selama ini di Inggris mereka mendidik kedua putri mereka dengan metode home schooling.
Banyak pertimbangan mengenai hal ini; beban studi siswa yang berat (banyaknya PR dan tugas-tugas sekolah lainnya), keharusan tinggal di sekolah selama 6-8 jam, hingga mininya kesempatan orangtua untuk mendidik sendiri anak-anaknya.

OK, itu alasan Mas Yan dan istri. Alasanku mungkin lebih rumit: Aku menginginkan anak-anak bisa belajar bahasa Inggris tanpa terpaksa --seperti yang terjadi padaku dan ayah mereka--. Aku menginginkan mereka mendapat dasar yang baik dalam urusan agama. Aku juga menginkan agar mereka memiliki pengetahuan yang mendalam tentang ke-Indonesia-an.

Itu artinya, aku ingin tinggal di daerah yang berbahasa Inggris, sebab bahasa ini sangat bermanfaat. Aku mengalami sendiri bagaimana sulitnya belajar bahasa ketika bahasa itu jarang digunakan dalam keseharian.
Sebagai contoh, aku sedikit-banyak mengerti 6-7 bahasa daerah dari keseharianku ketika masih ikut ayah yang kerja nomaden ke berbagai daerah di Indonesia. Aku tak pernah kursus untuk memahami berbagai bahasa tersebut. Interaksi dengan penduduk setempat --selama minimal dua tahun-- memudahkan upaya tersebut.

Aku ingin anakku mendapat fondasi agama yang baik. Aku sepertinya tidak akan sanggung menanamkan fondasi ini dengan keterbatasan pendidikan agamaku, yang hanya kudapat dalam keseharian keluarga --yang juga tidak agamis (berdasar ukuran pribadiku)-- serta TPA (Taman Pendidikan Quran) semasa kecil.
Aku ingin mereka menjadi pribadi yang tahan godaan dunia, karena sudah dilandasi pendidikan agama tersebut. Menjadikan anak tangguh dengan fondasi agama memang debatable, namun aku merasa itu penting.

Yang terakhir, kuinginkan anak-anakku nanti tahu asal-usul mereka, terkait kebudayaan, suku, daerah, kampung halaman, dan seterusnya. Aku yang hingga saat ini masih bingung jika menyebutkan di mana kampung halamanku ini, tak ingin menggariskan hal sama pada anak-anakku.

Mereka harus sering kuajak ke tempat nenek-moyang kami --meski agak jauh dari mungkin, jika memilih kampung halamanku (juga ayah mereka) sebagai tempat tinggal. Mereka harus bisa berbahasa daerah, jangan sepertiku yang terbata-bata berbahasa ibu dari kebudayaan ayah dan ibuku.
Aku juga inginn mereka mahir memainkan/mempertunjukkan paling tidak satu jenis kesenian tradisional daerah. Entah itu menari, bermain alat musik, dan sebagainya. Memasukkan mereka dalam les-les kesenian tradisional bukan juga pilihan baik ketika mereka samasekali tidak mengenal budaya apa yang akan mereka pelajari nantinya.

Nah, demi mendapatkan semua itu, kira-kira ketiga keinginan itu berbunyi:
  1. Kami akan tinggal di salah satu negara yang menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa nasionalnya.
  2. Aku akan memasukkan anak-anakku ke dalam pesantren selama mereka Sekolah Dasar.
  3. Kami akan tinggal di sebuah daerah yang memiliki budaya yang kental.
Sulitnya mengkombinasikan ketiga keinginan itu!
  1. Mungkin mereka lahir ketika ayahnya masih melanjutkan studi di luar negeri, namun setelah itu bukankah ayahnya harus kembali ke tanah air untuk melanjutkan pekerjaannya?
  2. Melepaskan tanggungjawab orangtua ke guru di usia yang terlalu dini bukankah akan menciptakan banyak hal negatif? Seperti anak yang akan 'jauh' dari orangtua, orangtua yang kehilangan kesempatan untuk mendidik anak, atau bahkan kebencian di anak karena mereka sejak kecil sudah dipaksa mandiri dengan kehidupan ala pesantren?
  3. Daerah berbudaya kental --seperti masih menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar-- hanya ada di kota-kota kecil. Celakanya, mayoritas kota kecil di Indonesia tak memiliki infrastruktur yang baik penunjang pendidikan. Belum lagi sulitnya akses transportasi --jika harus menyekolahkan anak di tempat-tempat ini, berarti ayahnya harus sering bolak-balik dengan tidak mudah akibat tak ada lapangan terbang.
Sulit, yah?

Entah mengapa, Balige masuk dalam benakku. Kota kecil itu, meski tak ada pesawat, banyak menerbangkan anak-anak daerahnya untuk bersekolah di ITB, atau paling tidak UGM dan UI. Kusebut "paling tidak", sebab kedua universitas itu biasanya menjadi pilihan terakhir mereka untuk sekolah di Tanah Jawa setelah ITB. Terdengar sombong, yah? Tapi memang begitu adanya!

Orang Batak dikenal sebagai orang-orang yang cerdas. Selain gigih, mereka juga pekerja keras. Di Tanah Batak ini ada dua Sekolah Unggulan, ini sejenis Taruna Nusantara (Magelang, Jawa Tengah) yang terkenal menjadi pondokan dari siswa cerdas se-Indonesia. Kedua Sekolah Plus itu adalah Soposurung (Balige) dan Matauli (Sibolga, Tapanuli Selatan). Di tingkat SD-SMP ada pula seleksi siswa berprestasi dari seluruh sekolah di penjuru kota yang akan digabung ke dalam sebuah kelas yang disebut "SD Plus" atau "SMP Plus", dan seterusnya.

Mereka yang masuk ke sekolah plus-plus ini akan terjamin masuk ke perguruan tinggi bergengsi. Bergengsi, dalam pengertian di negara tercinta ini, adalah perguruan tinggi milik pemerintah yang untuk memperebutkan sebuah bangkunya harus berjuang melawan hingga belasan ribu anak bangsa.

Warga Balige yang menggunakan bahasa Batak Toba sebagai bahasa pengantarnya ini akan menyulitkan usahaku untuk mengenalkan Bahasa Inggris pada anak-anak. Namun, percaya atau tidak, banyak teman sekolahku di Balige dulu yang jago bahasa Inggris!
Bukan karena les, sebab mereka tidak memiliki dana yang cukup untuk membayar kelas tambahan, namun karena mereka pintar-pintar itu tadi! Ya, pelajaran apapun yang dimasukkan ke dalam otak mereka, sepertinya masuk dan tercerna dengan baik, termasuk pelajaran Bahasa Inggris di sekolah.

Masyarakat Balige, sebagaimana suku Batak lainnya, mayoritas beragama Kristen (Katolik dan Protestan). Namun umat Islam disana mendapat tempat yang baik. Ini akan tetap menjamin kemerdekaan kami untuk beribadah.

Nah, Balige masih sangat erat budayanya. Meski aku dan suami tidak berasal dari Batak Toba, kehebatan anak-anak Batak dalam mencapai cita-citanya dengan cara memanfaatkan setiap kesempatan untuk belajar diantara kesempitan mereka dalam hal perekonomian cukup menjadi alasan untuk menghapus luar negeri dan pesantren dalam daftar pendidikan anakku kelak!

Jika benar-benar ada kesempatan itu, aku akan mencoba membuat semacam sekolah terbuka bagi anak-anak kurang mampu di Balige. Sekolah gratis itu akan terdiri atas dua kelas: 
  • kelas agama (bagi yang beragama Islam) dengan mengajak ustadz/ah muda yang bersedia digaji kecil
  • kelas Bahasa Inggris, dengan mengajak para Sarjana Sastra Inggris yang juga bersedia mengabdi
Dana didapat darimana? Itu yang harus kupikirkan dari sekarang: Merancang sistem pendanaan yang disumberkan dari sumbangan donatur.

Jika begini, urusan anak selesai! Ayahnya gimana, yah?

Mlekom,
AZ


[20130530.rgd]


Sunday, June 12, 2011

Posted by adriani zulivan Posted on 6:16:00 PM |

Hari Berbagi Pengalaman

Apa kabar,
Mohon maaf baru bisa kirim informasi beasiswa USAID. Berikut detil link beasiswa PRESTASI.
  1. Home PRESTASI di IIEF (pelaksana USAID)
  2. Release di USAID
  3. PRESTASI Graduate Scholarship on facebook 
Terakhir aku cek belum ada berkas formulir yang bisa diunduh. Pengumuman ini memang belum “resmi”. Artinya, setelah semuanya siap, biasanya mereka akan mengumumkannya di media nasional maupun lokal. Dan tentu saja, setelah beriklan di media, website-nya sudah lengkap dengan informasi jurusan/spesialisasi di tiap bidang.
Ada lima kluster studi master yang ditawarkan, antara lain:
  1. pertumbuhan ekonomi: studi perencanaan pembangunan, pengembangan ekonomi, penanggulangan kemiskinan dll.
  2. kesehatan: berbagai spesialisasi di bidang kesehatan
  3. pendidikan: kurikulum, perencanaan, manajemen pendidikan, dll
  4. demokrasi dan tata kelola pemerintahan: administrasi negara, kebijakan public, manajemen proyek, manajemen keuangan public, analis kebijakan, dll
  5. lingkungan: kebijakan dan manajemen lingkungan, biodiversity, sustainable development, dll.
Ke orang lain aku nggak akan bilang sejauh ini. Tapi buat sesama BUL sih...ciee... He3... Ini sharing pengalamanku. Modal utamanya ada niat sama minat untuk sekolah lagi. Artinya, kita yang mesti menyesuaikan dengan program donor.

Adri skrng banyak tangani isu NGO kan? Seputar pengelolaan program, kaitannya sama jaringan, media, mitra, mungkin kalau lebih lama lagi nantinya, ikut bikin proposal, ikut di manajemen projek, dst. So, soal bidang atau spesialisasinya, ikutin kluster yg ada ditawarin USAID. Misal, untuk sosiatri, bisa ambil master social polisy. atau, kalau kaitan sama kerjaan, ya non profit manajemen masternya.

Ini sekadar contoh saja. Bahwa tidak selalu yang kubilang "menyesuaikan" dengan program donor, itu nggaak relevan dengan kebutuhan kita. Misal di lembaga kamu kerja skrng ini punya konsen jg soal pendidikan. Nah, kalau bidikannya mau jd expert, ya ambil master pendidikan. Kan spesialisasinya banyak tuh. Misalnya, kamu ambil master bidang politik dan advokasi pendidikan. Jadi memang, misal itu judul paper di Indonesia, yg seolah sgt mikro, di sini bs jd nama program/spesialisasi sekolah.

Jadi prinsipnya itu, ada niat dan minat dulu. Soal lain2, bisa diusahakan. Dan pasti terasa ringan kalau niat dan minat sekolah kita tinggi. Syarat2, standar (nanti bisa diupdate, menyesuaikan dengan pengumuman IIE-USAID). Pengalamanku:
  1. Legalisir ijazah dan transkrip S1/S2 (dalam negeri) dalam bahasa Indonesia dan Inggris (diterjemahkan di lembaga bahasa resmi baik swasta maupun di pusat bahasa universitas; nanti minta mereka stempel hasil terjemahannya).
  2. Surat nominasi. Kalau bisa dari direktur lembagamu bekerja. Atau kalau nggak ada ya manajermu. Atau mantan dosen pembimbing. Tp yg utama bos di kantor. Isinya antara lain: bahwa lembagamu sedang berbenah, membutuhkan penguatan SDM dan institusi, dan kandidat diproyeksikan untuk berperan penting. Untuk itu, studi master di US akan memberikan perspektif baru, pengetahuan baru, pengalaman praktis baru (ada skema magang baik di pemerintahan maupun lembaga non-profit di US) sehingga sepulang nanti akan menginspirasi dan menjadi motor pengembangan lembaga.
  3. Surat rekomendasi 3 buah. Surat ini pada dasarnya berisi testimony dari orang yang dikenal pelamar beasiswa (kepala dinasnya/atasannya, mitra kerja, mantan dosen pembimbing saat di universitas, dll) bahwa si pelamar adalah mumpuni secara kapasitas akademik, punya track record pekerjaan yang baik, berdedikasi, punya semangat belajar baik, kemampuan adaptasi baik, dst. Intinya, karena USAID tidak kenal dengan si pelamar beasiswa, mereka ingin ada “garansi” dari orang yang kredibel yang kenal dengan pelamara beasiswa.
  4. Esai. Nah, ini gampang-gampang susah. Tapi butuh banyak pemikiran. Panjangnya cuma 500 kata. Isinya mesti meyakinkan. Biasanya diminta jawab tiga hal: alasan kenapa mendaftar beasiswa, apa manfaat yang diharapkan, lalu apa yang akan dilakukan setelah pulang. Akan sangat bagus jika tulisannya direfleksikan dengan pekerjaan/peran keseharian/tugas di kantor.
  5. Bahasa, mereka minta sertifikat TOEFL intitusional dengan skor 450. dikit kan syaratnya? hehehe
Prosedur tesnya, pengalamanku, adalah screening berkas/administrative. Kalau lolos, akan dipanggil wawancara. Untuk di luar Jakarta, wawancaranya lewat telepon. Yang wawancara biasanya 5 orang: 2 expert di bidang terkait (kesehatan/pendidikan/dll), 1 perwakilan IIEF, perwakilan USAID. Kalau lolos, berarti diterima.

Untuk TOEFL kurang dari 500, akan dikursuskan di IALF (Jakarta/Surabaya/Bali). Semua biaya ditanggung USAID.

Demikian dulu ya. Semoga bisa membantu. Semoga banyak teman-teman yang berminat.

Salam dari Newark,
Hari


Gambar dari sini.

Sambil lalu, kutodong Hari untuk membagi tips memenangkan beasiswa ke US. Seminggu kemudian, di tengah kesibukannya, Hari menjawab dengan sangat lengkap, di pesan Facebook. Menurutnya, dia memang tak pernah mempublikasikan ini. Menurutku, ini penting disebar agar lebih banyak orang mengerti.

Terimakasih, ya. Semoga aku bisa menyusul...

Mlekom,
AZ

Friday, June 3, 2011

Posted by adriani zulivan Posted on 11:17:00 PM | No comments

Telapak Tangan: Ketika Ulekan dan iMac Jadi Tersangka

Telapak tanganku cidera. Telapak tangan kananku sangat sering sakit dua tahun terakhir, terutama pada setahun terakhir. Ini diawali dari dua cerita saling terkait.

Cerita I: Penghujung Ramadhan 2009
Aku dan Oetha, adik semata wayangku, akan berlebaran ke Kota Sungai Penuh, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Ayah kami saat itu bertugas di kota kecil yang indah itu. Akibat ini perjalanan darat pertama kami ke Sumatra (adikku nyetir sendiri PP, lho!), seorang kakak sepupu di Jakarta membuatkan kami bekal makanan.

Ada berbagai makanan tahan lama, seperti rendang dan teri dan makanan tidak tahan lama seperti daging dan ayam balado yang dimasak tidak kering. Makanan basah ini untuk makanan buka puasa dan sahur keesokan harinya.

Masakan Mama

Daging dan ayam balado itu biasanya cabenya diulek kasar, jadi pakai penggiling manual, bukan blender. Namun sore itu, kakak sepupuku mau mengulek cabenya dengan blender, sebab dia kecapean. Maka kutawarkan diri untuk menggiling dengan ulekan tangan.

Sumber: http://bit.ly/inhvC4

Jadilah aku mengulek setengah kilo cabe merah mentah dengan ulekan tangan. Usaha itu membutuhkan sekitar 1.5 jam yang akhirnya selesai pasca diambil alih oleh seorang sepupu lain. *ini sepupu cowo, kuat tangannya*. Lama sekali saya mengerjakannya. Selain akibat cabenya belum mateng--jadi masih keras, juga karena itu ulekan kecil sekali. Diameternya cuma 15 cm.

Akhirnya jadi juga itu sambel, meski berbeda dengan potongan cabe umumnya, rasa masakannya tetap sama, penampilan nomer sekian dulu.

Nyaris seminggu kemudian, kita akan kembali ke Jawa. Ibuku memanggil tukang pijat untuk memijat seluruh badanku dan adik agar hilang semua cape selama perjalanan ke Sungai Penuh kemarin. Ibu-ibu yang mijat kaget dengan telapak tangan kananku yang sangat bengkak. Lebih kaget ketika kuceritakan itu akibat mengulek sambel. Beliau pun menyarankan untuk menggunakan batu giling (ulekan dalam bahasa Sumatra) lebar dengan cobek bulat bunder sebesa genggaman tangan.

"Hehe, sudah kapok ngulek saya bu," jawabku.

*
Cerita II: Pertengahan 2010
Sebuah web tempat menyimpan foto baru dibuat di kantorku. Aku bertugas memindahkan seluruh dokumentasi foto yang dimiliki oleh lembaga tersebut. Aku melakukannya selama sekitar dua bulan (yeah! sigh) menggunakan iMac.

Sumbe: http://bit.ly/iKeC86

Fasilitas iMac memang sangat membantu kerja-kerja membosankan seperti itu, namun fisiologi mouse-nya sangat tidak bersahabat dengan fisiologi tanganku.

Sumber: http://bit.ly/mlJ6MZ

Sempat berhenti menggunakan iMac pasca upload dokumen foto, aku "terpaksa" menggunakannya lagi saat mengadmini sebuah akun Twitter untuk bencana erupsi Merapi yang arus informasinya membuat kami, para admin, bisa melek 24 jam selama sekitar tiga bulan sejak akhir 2010 lalu.

Aku sempat mengganti mouse bawaan tersebut dengan mouse biasa berbentuk bulat yang tidak pipih. Namun tidak banyak membantu, sebab sepertinya telapak tanganku sudah sangat butuh terapi-entah-apa untuk meregangkan syaraf dan/atau otot pergelangan tangannya.

*
Pasca ngulek sambel sebelum mudik 2009 lalu, setelah dipijat di Sungai Penuh, telapaka tanganku bisa normal kembali. Namun pasca menggunakan mouse Mac tersebut hingga saat ini belum pernah telapak tangan kananku normal seperti sebelumnya.

Coba tidak pakai mouse? Ini makin sakit saat memainkan jari-jari di keypad laptop. Mouse Logitech cukup membantu, meski sakit di telapak tangan ini belum pernah pulih.

Sumber: http://bit.ly/jQpUK5


Ada cerita dari teman kantor yang mengalami cidera sama. TErnyata sakit ini jamak didera pengguna komputer. Barusan kucoba googling di sini dan ini.
*
Sejak bareng Cindil, aku sering memasak untuknya. Aku tahu bahwa bumbu-bumbu masakan yang berbentuk bubuk tidak baik, namun ini cara untuk tetap bisa membuatkan makanan kesukaan Cindil. Maka di dapur kami ada berbagai bumbu dapur bubuk, seperti bawang putih, lengkuas, jahe, kunyit, ketumbar, lada hitam, lada putih, dan cabe merah. Jika saja ada bubuk bawang merah, aku pasti membelinya.

Sekitar sebulan lalu, Cindil ngomong iseng di YM:
"Enak banget kali ya, makan tempe goreng plus sambel dengan nasi panas"
Ketika kami ketemu, aku buatkan menu itu. Aku ngulek sendiri sambal yang kukarang-karang resepnya: cabe meah, cabe rawit, bawang merah, bawang putih, jeruk nipis.

Pegel banget. Sudah dibawa ke tukang pijat dua minggu lalu, sampe sekarang bengkak. Baru dua jam lalu dipijat ibuku. Juga belum sembuh.



Gimana yah? Aku benci iMac dan ulekan. Kalo iMac bisa ganti mouse. Tapi ulekan? Susah buat sambal doyanan Cindil tanpa alat itu...

Kapan ada blender yg bisa nge-blend cabe tidak halus? Mau donk!

Wednesday, May 25, 2011

Posted by adriani zulivan Posted on 11:01:00 PM | No comments

Jepitan

Berapa lama usia sandal jepit kalian?
Sandal jepitku rata-rata berusia lebih dari setahun, lho!

Dia kupakai untuk kegiatan sehari-hari selain ke kantor. Bahkan di kantor lamaku, di sebuah LSM, ini menjadi 'wardrobe' wajib harian ;)

Di kantor sekarang tidak diperkenankan menggunakan sandal jepit. Namun, aku tetap bersandal-jepit ria dari rumah hingga ke ruang kerjaku. Selain alasan kaki cape bersepatu tinggi, dengan bersandal jepit saya telah menjaga sepatu-sepatu itu dari kelecetan akibat sering digunakan (hey! thats what shoes for!). Hehehe.

Tebak, sandal jepit satu ini bertahan berapa lama di kakiku:


Tuesday, May 24, 2011

Posted by adriani zulivan Posted on 10:06:00 PM | No comments

Perutku Dulu Tak Segini...


Perutku dulu tak segini, tapi kini tak cukup lagi!

Hehehe.
Humm,,, sudah gak inget sejak kapan, mungkin sudah hampir setahun ini, perutku makin gede. Apakah status mendua, eh, tak sendiri lagi (menjadi berdua) berpengaruh pada lingkar pinggang? Hehe, you tell me!

Cindil suka bilang:
"Yuk push up, aku bantuin"
Walah, ya males banget, Pak!

"Yuk nyepeda bareng!"
Duuh, ini juga agak males, yah...

"Yuk jalan kaki!"
Yaaa, mana kuat!

Nahlo, nahlo. Padahal, menurut Cindil, perempuan yang biasa olahraga akan lebih mudah melahirkan, sebab otot-ototnya lentur akibat biasa bergerak.

"Ya Ndil, tar kalo mo lahiran aku tak nyepeda," jawabku.

*
FYI, aku sekarang sudah tidak pakai jeans! Pilihanku, eh pilihan perutku, jatuh pada celana dengan bahan karet di bagian pinggangnya. Jadi seneng celana-celana sebangsa piyama, training, dan hareem.

Lingkar pinggangku dari yang tadinya S, sekarang M. Bahkan kalau pakai celana stretch pilih yang L. Hahaha.

Baju?
Masih sama: S. Tapi sudah tidak XS ;)

BB?
Masih pin lama *halah*
BB sudah naik, dari yang biasanya berkutat di 39-42, sekarang 45-46,5.

Sedap!

Perutku dulu tak segini tapi kini tak cukup lagi.
Ku besar, ku besar tambah buncit!
Perutku kini kok tambah buncitttttt... ;(

Gambar dari sini.

Mlekom,
AZ
[20130530.rgd.pic.fonts]

Wednesday, May 4, 2011

Posted by adriani zulivan Posted on 9:35:00 PM | No comments

Finally, There You Go, JALIN Merapi on Linimas(s)a

Hah, i am being a cameo (only) in this video. Hohoho...
I am so proud of you, dear JALIN Merapi!


Monday, March 7, 2011

Posted by adriani zulivan Posted on 9:23:00 PM | No comments

Trailler Linimas(s)a tentang JALIN Merapi

H2C nunggu hasil anak Internet Sehat mondar-mandir dan mengobrak-abrik Newsroom JALIN Merapi. Ini trailler-nya.


Ini adegan paling seru: Relawan pijet-pijetan! Eh, gak dink. Ceritanya, Mas @anasir (Koordinator Newsroom JM) sedang dikasih salep obat gatal oleh Mba @ambarsaridewi (Admin @jalinmerapi). Mas @anasir dan sejumlah relawan lain di Posko Induk JM, termasuk aku, terkena gigitan serangga. Diduga dari sengatan hewan malam yang muncul dari sawah. Kantor kami nyaris dikelilingi sawah :)

Sunday, March 6, 2011

Posted by adriani zulivan Posted on 12:39:00 PM | No comments

Ayam Amrik Judul Nginglis

Orang Indonesia ini memang kocak, ya. Sukanya makan di ayam goreng kriting yang namanya pake bahasa inglis-inglis-an: McD, KFC, CFC.  Padahal ya Ayam Goreng Mbok Berek, Bu Tini, Code, dll jauh lebih enak. Lebih enak, sebab sambelnya langsung ulek, bukan instan (saos); ada sayuran lalapannya; trus rasanya ya rasa makanan rumah.

Kalo ayam-ayam yang nginglis ini aku gak suka, karena ayam lehon (leghorn) lemaknya ampun deh, trus bumbunya gak ngeresap sampe ke daging, dagingnya tebel banget udah berasa Obelix makan babi. Satu-satunya yang menolong cuma krispinya yang memang seru, kriuk-kriuk meski khawatir bervetsin.
Coba lihat orang yang makan ayam simbok dan simbak itu, sak-tulangnya juga digigit-gigit, dicocop-cocop. Ya karena memang sampe dalem itu nikmat, berasa bumbunya.

Halah, yang makan di resto cepat saji kita juga orang-orang yang tidak membutuhkan ide utama dari "cepat saji" tersebut. Lihat saja bagaimana mereka malah duduk berjam-jam ala cafe ketika menikmati makanan cepat saji ini. Tempat duduk favorit di deket jendela yang menghadap langsung ke dunia luar, biasanya jalan raya. Niat pamer: Ini aku, pecinta makanan Amrik bernama inglis-inglisan. Sebab resto-resto jenis ini biasanya punya dinding kaca bak akuarium manusia.

*
Aku? Ya pernah lah, pernah (atau sering?) makan ayam inglis2an ini. Terutama kalau lagi di bandara, sebab duitku gak sanggup beli ayam goreng merek mbak/mbok atau apapun yg gak nginglis. Yang nginglis itu gak lebih dari 20 ribu udah plus nasi plus minuman. Yang lokal jangan harap bisa makan segitu, terutama kalau di bandara yang harga soto ayamnya aja yaampun banget buat dompetku.

Kalo udah gini, aku kesian juga sama nasib ayam-ayam goreng kita. Jaranggg gitu, liat anak muda jaman sekarang yang pake baju anak muda jaman sekarang yang nongkrong di ayam goreng Mbok/Mbak.
Posted by adriani zulivan Posted on 10:52:00 AM | No comments

Cucu Pt II

Cewe-cewe:



Cewe-cowo (depan, ki-ka), cowo (belakang):


Cewe cakep:


Cewe endut:


Cowo cantik:

Cewe garang:


Umur mereka di poto ini 4-5 bulan. Sekarang sudah berpindah tangan perawatan... *sad*

Thursday, March 3, 2011

Posted by adriani zulivan Posted on 3:54:00 AM | No comments

Seberapa Besar Gairahmu?


Aku punya gairah besar untuk hal-hal yang aku suka. Salah satu yang terbesar adalah menulis. Ah, masa? Blog aja gak update. Jadi anak (baca: staf) media juga jarang banget nulis. Apa soal?

Aku nulis beberapa hal secara bersamaan dan mempublikasikannya untuk lingkup terbatas. Hampir tiap hari ada tulisan, paling tidak satu artikel. Jika tiba saatnya, semua akan dipublikasikan secara terbuka. Apa saja?
  1. Proyek pribadi yang tertunda sejak pertengahan 2008. Buku tri-(atau tetra?)-logi yang edisi pertamanya tinggal edit, edisi kedua masih menulis dan butuh banyak tambahan data, edisi ketiga sudah ada judul dan sedikit data, edisi keempat semoga ada dan diterbitkan juga.
  2. Proyek bersama pasanganku. Sebuah kumpulan tulisan sederhana mengenai keseharian. Ini di-update hampir setiap hari. Per hari bisa muncul tiga tulisan berbeda.
  3. Proyek untuk masa depan :) berupa tulisan ilmiah yang kuharap bisa menjadi jalan menuju masa depan lebih baik di sini. Sebuah proyek besar (besar, paling tidak buatku pribadi karena keinginan kuliah lagi mendasari keikutsertaanku disini), digawangi tim kecil (hanya lima orang): empat paper untuk jurnal internasional.
Selain itu, aku juga menulis--meski tidak selalu update--di dua blogku. Di blog ini untuk segala apa yng kulihat, kudengar, kurasakan sehari-hari, dan di sini untuk tulisan serius berupa opini dan sastra. Di sini (tidak update) untuk salah satu cita-citaku. Berharap bisa punya banyak waktu, cara, dan upaya untuk menyatukan semuanya dalam sebuah web. Tapi web yang ku-design sendiri--ENTAH kapan!

Seseorang bertanya: "Kulihat, sepertinya kamu tidak suka menulis, yah?" pasca aku yang sering malas-malasan, bahkan menolak ketika "disuruh" menulis untuk sebuah media.

Ini memang persoalan. Ketika aku menulis di sana, untuk sejumlah artikel, baru satu kali aku merasa bahwa tulisanku baik. Sulit menggambarkan bagaimana perjuanganku untuk mendapatkan "feel" terhadap tema-tema yang diangkat. Selain dunia yang aku angkat itu merupakan arena baru bagiku (masyarakat, grassroots, desa, pedesaan, pemberdayaan, dst), tema-tema tersebut entah mengapa tak mampu menarik gairahku.

"Tak baik memaksakan diri untuk masuk ke hal yang tidak kamu sukai. Berhenti, berbelok, cari hal baru." (Adriani). Bukankah itu lebih baik?

Dulu, waktu di pers mahasiswa (persma), kami, para jurnalis kampus, selalu berlomba-lomba untuk nampang di media. Paling sering jadi kolomnis khusus opini mahasiswa di harian KOMPAS edisi Jogja-Jateng.

Apalagi kampus akan memberi penghargaan bagi mahasiswa yang menunjukkan tulisannya di media massa. Berupa uang. 50 rb untuk terbitan lokal, 100 rb tingkat nasional. Tidak banyak, tapi kebanggaan ketika diketahui orang-orang kampus itu menjadi sesuatu yang mahal sekali. Beberapa kali aku dikasi selamat (-eh?) dosen dan teman pasca penerbitan tulisanku.

SMS pun jadi penuh ucapan. *gila ya, sebegitu hebatnya untuk hanya sekelas kolom lokal?* Kesempatan makan-makan gratis pun jadi sering, akibat siapapun yang baru nongol di media diminta mentraktir dari honor tulisannya ;)

Kangen masa itu. Tapi kini tidak ada persaingan lagi. Semangat mandek, meski persaingan tak seharusnya jadi alasan. *Dasar males aja lu, mbak!*

Tapi saat ini aku menulis, pasca menimbang-nimbang: kenapa aku jadi tidak produktif lagi sekarang? Kemana gairah menulisku? Sedih jika kehilangannya...

*Inipun aku nulis karena benar-benar gak bisa tidur. Pukul 03.45 dini hari...

:)

Gambar dari sini.

Mlekom,
AZ


[20130530.pic.rgd.ft]

Wednesday, February 23, 2011

Posted by adriani zulivan Posted on 9:17:00 AM | No comments

Bahaya, Longsoran Tebing Kali Apu

Kamis (03/02) pukul 10.39 WIB terpantau longsoran tebing curam di bantaran Kali Apu, Magelang. Hal ini dikhawatirkan membentuk rawa-rawa (pening) baru. Area baru memjadi ancaman banjir lahar dingin Gunungapi Merapi. Pening (rawa) Kali Senowo dan Kali Apu jebol pukul 11.00. Warga di sepanjang aliran bantaran Kali Senowo dan KAli Pabelan harap waspada

Genangan air yang sangat luas dan debet air besar menggenang di aliran kali bagian atas. Sebagian besar bantaran kali tertutup material Merapi, sehingga air tak dapat mengalir sebab menahan genangan. Curah hujan tinggi akan mengakibatkan banjir bah yang turut mengangkut material gunung.

Adriani Zulivan, berdasar laporan Bayu Saptanugraha dan sumber Kompag Merapi

*
Ditulis untuk website komunitas JALIN Merapi dengan tautan berikut.

Monday, January 31, 2011

Posted by adriani zulivan Posted on 8:35:00 PM | No comments

Bersedia Digaji Rendah itu Utama. Kualifikasi itu Setelahnya!

Terhitung 1 Januari, aku resmi masuk dalam golongan orang-orang yang menganggur. Jika bulan ini masih ada kesibukan sebagai relawan JALIN Merapi, bagaimana seterusnya? Waaa, musti cari kerjaan baru nih!

Kerjaan yang kuinginkan adalah kerja tidak di belakang meja di Jogja dengan gaji tinggi. Hehehe, mana ada??? Di Jogja itu gaji S1 ya 1 jutaan saja, sebab UMR hanya Rp 850 ribu! Apalagi, Jogja tidak menawarkan pekerjaan sesuai spesifikasi keahlianku.

Atas izin Cindil dan seluruh keluarga, dengan berat hati kubuat lamaran di sebuah media. Mereka tertarik dengan resumeku dan menanyakan expected salary untuk di Jakarta. Jawabku:


Hummm, barusan saya coba berhitung kebutuhan bulanan jika di Jakarta:

Kost (*): IDR 1.000.000
Makan (IDR 30.000 x 3/hari = IDR 90.000 x 30 hari): IDR 2.700.000
Transport: IDR 750.000
Lain-lain: IDR 500.000
Total: IDR 4.950.000
(*) harga bawah dari harga-harga disini http://www.kostjakarta.com/search/kost%2Bdi%2Bkelapa%2Bgading/

Sementara, itu kebutuhan dasar saya. Saya ingin pula menanyakan apakah saya memperoleh hal-hal lain seperti asuransi, dan apakah tugas mencicipi makanan akan ada alokasi dana tersendiri?


Balasannya:

Adriani,

I like your answer. :) Unfortunately, I can’t satisfy everyone based on that. Let’s put it this way .... We’re offering 2.5-3 Juta for entry level social media manager posisiton. Honestly, this is the standard in Jakarta for such position. It is also comparable to other reputable companies in the field.

So, let’s work out your numbers. If you think you can survive with such salary. We can continue with an online test.

Thank you,


Jawabanku:

Dear HRD,

I don't like it, since your answer doesnt match to my numbers, hehehehe ;)

Im just trying to recalculate it:
By the same price of Kost-kostan and Lain-lain (dont wanna take risk of these two needs), I will survive with IDR 3.350.000. If company pays the transport and bill while I am on my "icip-icip" duty, I can't wait for the online test.



Tidak berbalas. Wassalam!
Heran dengan perusahaan yang mencari pegawai dengan metode ini: Tanya dulu gaji yang diinginkan. Jika tidak sesuai dengan tawaran, lupakan dia!

Hey hey, perusahaan macam apa itu? Ah, tapi ini sungguh terjadi. Perusahaan media ini cukup besar. Tagline "Indonesia Online showcase about food and anything else related" menjadikan mereka cukup leading dalam dunia permakanan.

Ya sudahlah. Belom rejeki, nak! :)

Sunday, January 23, 2011

Posted by adriani zulivan Posted on 9:06:00 AM | No comments

Kebutuhan Lampu Penerangan untuk Pemantau Sungai

Banjir lahar dingin merupakan bencana sekunder dari erupsi Gunungapi Merapi 2010. Sungai-sungai di sekitar Merapi saat ini menjadi ancaman terbesar bagi warga yang tinggal di sekitarnya. Hingga kini, tercatat ada hampir 5.000 jiwa pengungsi akibat banjir lahar dingin.

Bersama relawan dan masyarakat terdampak, JALIN Merapi bekerjasama memantau debit air sungai di kali-kali tersebut, terutama di wilayah Magelang (Jateng) dan Sleman (DIY). Dana khusus untuk pembelian lampu belum ada sama sekali, untuk itu dibutuhkan uluran tangan dari dermawan sekalian. Berikut info kebutuhan tersebut:

Wilayah yang saat ini sangat membutuhkan:
  • Wilayah Kecamatan Dukun terdapat 14 titik. Peta lokaso di sini.
  • Kec Sawangan & Srumbung ada sekitar 30 titik, peta sedang dibuat.
Jenis lampu yang dibutuhkan:
  • Bentuk lampu seperti ini.
  • Kapasitas lampu antara 500-1.500 watt dengan jarak efektif minimal 100 meter dan bisa menembus kabut.
  • Perlu tambahan NCB dan kabel rata-rata 50 meter/titik
  • Lampu bisa dibeli di Yogyakarta. Biaya yang diperlukan Rp 800.000 per titik dengan rincian sebagai berikut:
  1. Lampu Philips 1.500 watt Rp.375.000
  2. Kabel merk NYA 1 rol (50 meter) Rp.300.000
  3. MCB (Magnetic Circuit Breaker) Rp 25.000
  4. Biaya pemasangan oleh warga setempat (konsumsi, BBM, baut, isolasi, dsb) Rp.100.000
  5. Karena yang sangat membutuhkan ada 14 titik, maka jumlahnya 14 x Rp 800.000 = Rp 11.200.000
Mekanisme pemasangan:
  • Pemasangan dilakukan kerjasama Tim JALIN Merapi, Kompag Merapi dan warga di sepanjang sungai.
  • Info selengkapnya bisa menghubungi;
  1. Posko Jalin Merapi Dukun: 087834019273 a/n Bayu
  2. Posko Jalin Merapi Jumoyo:  085878280851 a/n Anang
NB:
Dibutuhkan pula radio komunikasi (handy talkie/HT) dan rig untuk koordinasi di lapangan antar pemantau banjir.

Cek URL berikut untuk donasi.

Adriani Zulivan,
berdasar keterangan Akhmad Nasir (Koordinator Newsroom JALIN Merapi) dan Bayu Sapta Nugroho (Koordinator Posko JALIN Merapi Dukun, Magelang)

*
Ditulis untuk website komunitas JALIN Merapi dengan tautan berikut.
  • Atribution. Powered by Blogger.
  • ngeksis

  • mata-mata