Wednesday, December 25, 2013

Posted by adrianizulivan Posted on 7:32:00 PM | No comments

Bersiap 2014


Sudah Natal. Berarti Tahun Baru tak akan lama lagi, ya!

Dalam rangka ikut-ikutan menyambung kebiasaan membuat wish-list tahun baru, aku tulis sekarang saja agar tidak keduluanan orang banyak.

Harapan tahun lalu yang terkabul:
Duh lupa! Trus nyontek ini...
  1. Jahit dress sendiri. Yay! Malah bukan hanya dress, ada tidak terlalu banyak lainnya. Malah bikin blog buat pamer jahit-menjahit segala :)
  2. Nambah daftar kunjungan ke candi. Ini si cukup banyak, sampe lupa mana saja.
Intinya, dari sembilan mimpi 2013, hanya dua itu yang tercapai. Sebagian lainnya masih akan masuk ke harapan 2014 ini :)

Harapan tahun depan:
  1. Punya rumah atau tinggal di rumah sendiri, meskipun ngontrak.
  2. Dapat pekerjaan impian: Punya gaji bulanan, punya jam kerja. Cape lho, tiga tahun jadi pengusihi (pengusaha itu untuk lakik!). Kalo hari ini nggak nyari proyek, belum tau bulan depan bisa makan :) Pengennya sih kerja di Singapur, tapi lamaran nggak keterima-terima *nangis*. Pengen kerja di Indonesia Timur, dilarang Mama (padahal sudah nyaris jadi penghuni sebuah kota pesisir nan indah bernama Kupang). Yaudah, kerja di Jakarta pun tak apalah, asal.... gaji dua dijit, LSM atau perusahaan media besar (ough, Google Indonesia buka lowongan Marcomm tuh! *ngarep*), banyak jalan dinas ke luar kota/negeri.
  3. Menerbitkan media sendiri. It's just a step ahead!
  4. Mendaftar studi Master. Ayo, belajar tupel lagi, Mbaknya...
  5. Kecilin perut. Nah!
  6. Masak kue sendiri. Amin!
Dua harapan terkabul, enam di tahun depan. Yang satu lagi mana? Nggak perlu lah, kebutuhan berubah :)

Selamat Natal. Mari bersiap menuju 2014!

Gambar dari sini.

Mlekom,
AZ

Tuesday, December 10, 2013

Posted by adrianizulivan Posted on 12:39:00 AM | No comments

Si Cengeng

Merekam ujian Mba Uut.

Aku cengeng. Aku akui itu. Urusan putus hubungan, diselingkuhi, atau berdebat hebat dengan pasangan bukan hal luar biasa untuk sekadar membuat aku menangis. Sudah sering :) Juga ketika kehilangan hewan piaraan yang sudah kami anggap sebagai bagian dari anggota keluarga. Tapi makin ke sini, tingkat kecengenganku makin aneh. Aku juga menangis ketika:
  • sebuah barang yang sudah berbulan-bulan bertengger di garasi rumahku, diambil oleh pemiliknya
  • nganter mas-mas itu waktu mau pergi jauh, meski kutahu bahwa dia akan segera kembali
  • kangen pada rumah, bukan keluarga/orang-orang di dalamnya, tapi pada bentuk desain/keruangan pada bangunan rumah (physically) 
  • teringat hal menyenangkan yang tak pernah kudapat lagi
  • menyaksikan ujian terbuka.
Yang terkahir adalah kejadian pagi tadi. Aku diundang Wahyu Utami untuk menghadiri agenda promosi studi doktoralnya di Arsitektur UGM. Saat dia presentasi tegang banget (7 profesor penguji!), hingga Dekan membacakan berbagai hal yang intinya: Studi Anda sangat baik, Anda lulus cumlaude, selamat Doktor Wahyu Utami!

Mberebes mili, kata orang Jawa. Air mataku ngalir tak berkesudahan. Aku bukan siapa-siapanya Mba Uut--panggilanku untuknya, hanya teman yang cukup dekat. Aku membayangkan jika itu adalah aku yang ada di sana... Atau kamu! Pasti bahagia sekali.

:'(

Ah, dasar si cengeng!

Selamat buat Mba Uut. Selamat menempuh hidup baru sebagai perempuan bertitel tiga.

Mlekom,
AZ

Friday, December 6, 2013

Posted by adrianizulivan Posted on 9:49:00 PM | No comments

Pampis Ternate


Cukup lama nggak masak. Gegara obrolan di grup WhatsApp bulan lalu, aku sangat ingin coba makanan ini. Pampis. Sebenarnya bukan hanya makanan Ternate, Maluku Utara. Nyaris seluruh Maluku mengenal menu ini. Adikku yang hobi icip-icip di warung bilang "Pampis Manado, ya?" dan Papaku yang dua tahun bertugas di Ambon juga mengenalinya.

Pampis bikinanku ini kusebut Pampis Ternate, sebab idenya memang kudapat dari obrolan dengan Ko* Maulana Ibrahim. Beliau adalah salah satu penggagas Naskuter, sebuah warung kuliner pusaka Ternate yang memiliki banyak pelanggan di Yogya.

Nanya-nanya ke Oom Google, ketemu resep milik Endang Indriani dengan cuplak-cuplik dari berbagai resep lain. Dengan sedikit modifikasi, ini dia resep olahanku:

Bahan:
  • Tongkol tuna 1/2 kg (1 ekor)
  • Bumbu halus: 7 cabe merah keriting, 3 cabe rawit merah, 3 bawang merah, 2 bawang putih, 1 ruas jahe, 1 ruas kunyit
  • Rajang halus: 3 lembar daun jeruk, 1/2 lembar daun kunyit, 2 batang daun bawang
  • Rajang kasar: 1/2 lembar daun pandan, 1 batang sere
  • 3 batang daun kemangi, petik daunnya.
  • 3 biji asam jawa
  • 2 sdm gula merah
  • 1 buah jeruk nipis
  • Garam, merica
Cara Masak:
  • Bersihkan tongkol. Potong bulat-bulat tipis (untuk memudahkan suwir). Lumuri dengan garam (1 sdt) dan jeruk nipis. Diamkan 5 menit. Masukkan kukusan. Masak setengah matang (daging tidak berwarna merah lagi). Angkat. Tunggu dingin. Buang tulang. Suwir-suwir. Faktanya, aku tidak menyuwir (dengan tangan), namun ngebejek (pencet-pencet pakai sendok-garpu). Sepertinya lebih baik jika langsung dengan tangan, sebab bisa merasakan langsung tulang ikan yang mungkin tercampur daging suwiran. Teksturnya pun akan lebih terasa, seperti yang dibuat Mbak Endang ini.
  • Tumis bumbu halus hingga harum. Tambahkan garam, merica, gula merah dan asam jawa. Aduk. Masukkan rajangan daun halus dan kasar, serta kemangi.
  • Masukkan suwiran ikan. Masak hingga kering.
Pampis dapat disimpan lama, namun harus di lemari pendingin, sebab agak basah. Jadi tinggal masukkan toples, simpan di kulkas. Keluarkan tiap ingin menyantap. Jika ingin lebih kering, setelah disuwir, daging ikan bisa digoreng hingga seperti abon, lalu lakukan langkah yang sama. 

Untuk rasa, ada pula yang menambahkan kecap manis, aku lewatkan ini sebab sudah memakai gula merah. Ikan yang dipakai biasanya cakalang. Tapi berhubung di Yogya gak ada, aku cari tongkol. Kebetulan di pasar tadi dapat tongkol tuna. 

Di Ternate, pampis ini menjadi lauk pelengkap nasi kuning, bersama singkong goreng yang dipotong tipis-tipis semacam keripik. Sajian nasi kuning Ternate dengan menu lengkap seperti itu bisa disantap di Warung Naskuter, Jalan Prof Dr Sardjito No 11, Terban, Yogyakarta (selatan Apotek UGM).

Aku makan dengan nasi putih panas, plus keripik singkong dari Bantul, Yogyakarta. Rasanya? Nggak enak sih, tapi ueeeenak banget! Bahagia sekali bisa bikin makanan seenak ini, untuk pertama kali. Gak pakai gagal, gak pakai dibantuin Mama :)

Cobain deh! Masaknya mudah, kalau beli di Naskuter pun (akan lebih) mudah! #edisiPromo :))

Mlekom,
AZ

*Bahasa Ternate: ko (koko) = abang

Thursday, December 5, 2013

Posted by adrianizulivan Posted on 10:38:00 PM | No comments

Jelajah Pabrik Sejarah Yogyakarta

Tegel kunci

Mari memulai rangkaian Jelajah Akhir Tahun! 

Jelajah yang diinisiasi oleh Indonesian Heritage Inventory (IHI) ini akan terdiri atas beberapa seri, dengan seri pertama bertema "pabrik". Di Yogyakarta ada sejumlah pabrik bersejarah, yang telah menjejak waktu sejak jaman kolonial. Beberapa masih berdiri, meski terseok jaman. 

Limun AyHwa. Gambar dari sini.

Dalam jelajah edisi Sabtu, 7 Desember 2013 ini, kami undang Anda untuk mengikuti jelajah ke tiga pabrik bersejarah di Yogyakarta:
  1. Tegel Kunci (1927). Jl. KS. Tubun 95 Yogyakarta (tidak jauh dari kawasan Malioboro). Baca kisahnya di sini. |  http://tegelkunci.com/
  2. Limun Manna (1949) Jl. Dagen No. 60 (barat Malioboro) atau Limun AyHwa, Jalan Pandega Marta No. 100 (Jakal KM 6). Baca kisahnya di sini
  3. Cerutu Tarumartani (1918)  Jl. Kompol Bambang Suprapto No. 2A Baciro, Gondokusuman (timur Stasiun Lempuyangan). Kisahnya di sini
Cerutu Taumartani.
Kegiatan ini gratis, tanpa dipungut biaya. Yang mau ikut membayar HTM masing-masing.

Mlekom,
AZ

Monday, November 25, 2013

Posted by adrianizulivan Posted on 7:54:00 PM | No comments

Selamat Hari Guru, Paman!

Keluarga Budhe di pernikahan Kakak akhir tahun lalu, minus Paman.
Pernah tahu bahwa di Indonesia ada rumah sakit khusus stroke? Ada, di Bukittinggi, Sumatera Barat, bernama Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN). Mengapa RS nasional bukan di pusat? Guyonan orang lokal sih: Karena makanan Minang penuh santan, jeroan, pedas, asin, dst.

Aku gak minat membahas tentang RS ini. Namun alasan "urang awak rentan penyakit stroke, akibat makanannya dituduh sebagai penyebab utama penyakit stroke". Keluargaku punya pengalaman ini.

Mamaku punya kakak angkat, kupanggil Paman. Paman tinggal dengan keluarga Mama sejak mereka masih SD di Pulau Telok, Nias, Sumatera Utara. Keluarga Mama adalah pengusaha, menjual berbagai macam hasil tani dan membuka toko panglong. Paman bertugas menjaga toko dan merawat dua adik barunya: Mamaku dan Etek (adik Mama yang juga perempuan).

Masa kecil mereka begitu menyenangkan. Hidup sebagai anak pantai yang mengayuh sampan untuk memetik kelapa di pulau milik Ayah mereka, sembunyi di ladang saat bolos mengaji, hingga menggoda para pelanggan toko yang singgah.

Paman merantau ke Jawa, ambil sekolah kedokteran di Yogya. Sayang, Pendidikan Kedokteran Paman terputus akibat Ayah Mama meninggal. Tak ada lagi biaya sekolah. Akhirnya Paman pindah ke Solo, ambil Pendidikan Keguruan yang biaya sekolahnya lebih murah. Paman membiayai dirinya sendiri.

Paman menjadi guru di SMA Al-Islam Solo. Lalu menikah dengan muridnya (semoga aku tak salah ingat!), yang kini kupanggil Budhe. Bukan pernikahan mudah, sebab Paman adalah anak sebatangkara yang tidak memiliki orangtua dan kakak-adik kandung. Terlebih lagi, dia datang dari negeri antah-berantah di pulau seberang yang tak pernah tercatat dalam kisah pewayangan, atau jazirah nabi.

"Dia shalat-nya baik, orangnya santun, apalagi guru di sekolah Islam," kata Ayah Budhe tentang Paman. Aku tahu kisah ini tahun lalu, diceritakan Budhe. Pernikahan ini melahirkan empat sepupuku yang semuanya perempuan. Aku baru bersua dengan mereka 16 tahun lalu, saat keluargaku menjadi turis di Jawa.

Saat pertama ke Solo, aku tinggal di sebuah rumah joglo yang sangat cantik. Rumah milik keluarga besar Budhe ini berdiri di tengah sebuah pekarangan luas. Sayang, rumah ini kemudian dibongkar saat pembagian warisan. Kini ada banyak bangunan di tanah itu, banyaknya sejumlah anaknya Simbah.

Kalian tentu tahu bagaimana kehidupan guru di zaman itu. Paman, meski sempat menjadi Kepala Sekolah, tidak berpenghasilan besar. Namun keempat sepupuku diterima di sekolah negeri--berturut-turut Universitas Sebelas Maret (UNS), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Diponegoro (Undip). Ini tentu menjadi kebanggan bagi keluarga besar kami, apalagi kemudian mereka lulus cum-laude dan mendapat pekerjaan yang baik.

Paman terkenal sangat disiplin di sekolah. Banyak murid takut padanya. Ini kudengar dari muridnya yang berkunjung. Tiap Lebaran tiba, murid-murid Paman, terutama yang sudah lulus, tak pernah putus berkunjung ke rumah. Mereka selalu membawa oleh-oleh dari kampungnya.

Mungkin faktor gen Sumatera yang membuat Paman memang keras. Mungkin pula karena kehidupan kecilnya yang memang keras. Meski begitu, banyak orang bilang kalau Paman 'sangat Jawa'. Tutur bahasanya halus, tak pernah kasar. Paman juga sering bergurau dengan Adikku, satu-satunya anak laki-laki di keluarga besar Mama.

Ketika kami pindah ke Jawa, hubungan dengan keluarga Paman semakin dekat. Terutama setelah kedua orangtuaku tinggal di Yogya. Tiap Lebaran kami ke Solo, sebagai kunjungan terhadap orang tertua di keluarga. Keluarga Solo adalah keluarga dengan jarak terdekat dengan kami. Memang Etek tinggal di Jakarta, adapula sepupu Papa yang di Bandung. Namun kami tentu sowan kepada yang lebih tua.

Budhe yang asli Solo tentu tak biasa memasak makanan Sumatera. Maka Paman sering membeli makanan di Warung Makan Padang, untuk mengobati rindunya pada kampung. Budhe juga belajar menu-menu tertentu. Jika berkunjung ke Solo, Mama juga selalu memasakkan makanan kesukaannya. Tiap kami berkunjung ke Solo, Paman selalu mengajak Adikku makan di Warung Padang.

Sampai Paman terkena penyakit stroke ringan. Paman mulai membatasi makannya. Tidak lagi memilih jeroan dan santan. Budhe sangat protektif. Mama hanya membawakan menu bebas santan dan daging, seperti Ikan Sampade. Kepada Mama, Budhe pun meminta resep beberapa masakan Sumatera yang bebas kolesterol.

Namun, jika di luar rumah, tentu sulit mengontrol Paman. Setelah sehat, daging dan santan kembali disantap. Seingatku, dalam 1.5 tahun, Paman tiga kali mondok di RS akibat strokenya kambuh. Hingga akhir 2011 lalu.

Hari ini dua tahun lalu, kami sekeluarga berangkat mendadak ke Solo. Paman sudah tidak ada, kata sepupuku di telepon. Ini setelah seminggu terbaring tak sadarkan diri di RS akibat pendarahan otak.

Hari itu adalah 25 November, Hari Guru, sebagaimana hari ini. Pergi seorang Azril, si pendidik dari negeri antah-berantah.

Selamat Hari Guru, Paman. Terimakasih sudah mendidik orang yang melahirkanku!

Mlekom,
AZ

Saturday, November 23, 2013

Posted by adrianizulivan Posted on 11:00:00 PM | No comments

Bersua Walikota




Sejak dimulai pada Oktober lalu, Festival Seni Mencari Haryadi (FSMH) belum pernah sekalipun bertemu dengan Haryadi Suyuti, Walikota Yogyakarta yang selama ini 'dicari'. Hingga pihak Gubernuran bantu memfasilitasi, lewat pertemuan pada Selasa, 26 November 2013 pukul 19.00 di Pendopo Kepatihan, Jalan Malioboro


Sarasehan bertajuk "Jogja untuk Semesta" ini akan diawali dengan paparan dari narasumber, yaitu:

  1. Agung Kurniawan - seniman; mewakili gerakan Warga Berdaya dan FSMH
  2. Sumbo Tinarbuko (Dosen DKV ISI dan Pegiat Komunitas Reresik Sampah Visual)
  3. Bakti Setiawan (Dosen Arsitektur UGM, pemerhati tata kota)
  4. Haryadi Suyuti, Walikota Yogyakarta
Usai paparan, akan ada sesi tanya-jawab yang bisa dimanfaatkan oleh warga untuk berdialog langsung tentang kota. Sarasehan ini mengundang seluruh masyarakat Kota Yogyakarta. Akan ada minuman hangat dan makanan ringan untuk kita.

Monggo manfaatkan dengan baik forum yang langka ini. Mencari Haryadi itu susah lho :)

Humas FSMH

Friday, October 18, 2013

Posted by adrianizulivan Posted on 7:43:00 PM | No comments

Menuju "Disability Day"

Desain poster: Anang Saptoto


Sejak 1981, Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mencanangkan 3 Desember sebagai International Day of People with Disability atau sering disebut dengan Disability Day. Indonesia merupakan salah satu negara yang memeringatinya. Tahun ini, Sentra Advokasi Perempuan, Difabel dan Anak (SAPDA) bersama Warga Berdaya mengajak masyarakat untuk terlibat. Tak hanya pihak-pihak yang bergerak dalam isu ini, namun juga seluruh elemen masyarakat Yogyakarta.

Kegiatan ini berupa rangkaian panjang sejak 25 November hingga 3 Desember 2013. Ada beragam aktivitas yang akan dilangsungkan, seperti diskusi, seminar, pelatihan, jelajah, permainan, lomba, pentas seni dan beragam aksi publik lainnya. Siapa melakukan apa dan bagaimana, akan dibahas pada pertemuan yang akan dilaksanakan pada Senin, 22 Oktober 2013 pukul 14.00 di Warung Jawi, Dalem Sopingen, Kotagede Yogyakarta. Lihat TOR di sini.

Kehadiran seluruh warga Yogyakarta sangat diperlukan, untuk memberi masukan terkait kegiatan yang akan dilakukan. Siapapun Anda; pelajar, akademisi, praktisi, seniman, ibu rumah tangga, banker, pedagang, wartawan, dsb. Kontribusi berupa keterlibatan aktif di ajang ini juga dinantikan. 

Diharapkan, momen ini akan menjadi gerakan penting dalam proses pengenalan disabilitas di masa mendatang.

Konfirmasi kehadiran: 
085747014100 (Ika) | 087839101000 (Donna)

Alamat Warung Jawi
Jl. Mondorakan, Klaster Dalem Sopingen, KG 2, No. 859, Kotagede, Yogyakarta (cek denah di poster)


Thursday, October 17, 2013

Posted by adrianizulivan Posted on 9:24:00 AM | No comments

Difabel?



Mungkin tak semua orang memahami arti judul tulisan ini. Difabel merupakan singkatan dari different ability people, yang diartikan sebagai orang dengan kemampuan khusus. Istilah lain untuk pemaknaan tersebut adalah disability dan handicapped.

Semua istilah tersebut belum populer di telinga masyarakat kita. Kita lebih familier dengan istilah penyandang cacat, individu yang mengalami kelainan fisik, dan orang berkebutuhan khusus. Meski tampak sama, ragam istilah tersebut memiliki dampak psikologis berbeda. Tanpa disadari, istilah-istilah ini seringkali menciptakan diskriminasi bagi penyandangnya.

Terlepas dari istilah, ada banyak hal penting yang wajib diberikan negara sebagai hak difabel. Diantaranya adalah aksesibilitas ruang publik, fasilitas khusus terkait ketersediaan informasi dan transportasi, hingga pendidikan inklusi. Pendidikan inklusi adalah pelayanan pendidikan bagi siswa difabel di sekolah umum--bukan Sekolah Luar Biasa (SLB). Pada dasarnya, pendidikan inklusi tak hanya menyasar pada penyediaan sarana khusus bagi difabel, namun juga mengajarkan siswa non difabel tentang keberadaan disabilitas di sekitarnya.

Bentuk pendidikan ini semestinya diajarkan pula kepada masyarakat umum, melalui jalur-jalur informal. Perlu disadari, masih banyak di antara kita yang belum memahami isu ini. Bagaimana cara berinteraksi dengan difabel dalam keseharian, misalnya. Jika ada pengguna kruk--tongkat alat bantu jalan--yang berdiri di dalam bus, bersediakah kita memberikan tempat duduk? Apa yang harus kita lakukan ketika menyeberangkan seorang tunanetra? 

Banyak hal yang menunjukkan ketidaksiapan kita dalam memberikan hak bagi difabel. Memarkir kendaraan di atas trotoar, lalu duduk di warung tenda yang berdiri di atas trotoar. Ini sering kita lakukan, tanpa menyadari bahwa hal ini membahayakan penyandang tunanetra. Kendaraan-kendaraan dan warung tenda yang berdiri di atas trotoar akan menutup akses tunanetra terhadap guiding block--fasilitas berupa ubin berstruktur menonjol sebagai pengarah jalan. Coba bayangkan, bagaimana jika mereka terbentur pintu mobil atau tersandung kompor di warung!

Bahkan ruang publik yang diatur negara pun tidak memihak difabel. Informasi di stasiun tak ramah tunarungu, sebab pengumuman kedatangan kereta api hanya menggunakan pengeras suara. Toilet umum tidak memiliki pintu yang lebar, sehingga tak bisa dimasuki kursi roda. Itu sedikit persoalan yang kerap kita temui.

Mungkin tak bijak juga jika menyalahkan orang-orang yang menutup akses trotoar ini. Menyalahkan pemerintah? Kebijakan yang tidak peka difabel tentu muncul dari ketidaktahuan para pengambil kebijakan. Minimnya pendidikan disabilitas yang didapat masyarakat, bisa menjadi penyebab. Untuk itu, pendidikan terkait pengenalan disabilitas sangat diperlukan. Proses diseminasi pengetahuan ini tak hanya menjadi pekerjaan pemerintah, namun juga seluruh masyarakat.

Gambar dari sini.

Mlekom,
AZ

Tuesday, August 20, 2013

Posted by adrianizulivan Posted on 6:53:00 PM | No comments

ngeLasem


Setelah tertunda 1.5 tahun, akhirnya jadi juga ke Lasem. Yang mau ikutan, pendaftaran masih dibuka. Perjalanan tidak dipungut biaya, namun kita berbagi bea bensin. Penginapan sudah disediakan teman-teman komunitas Rembang-Lasem Heritage, makanan bayar masing-masing ya!

Akan ada dua mobil, dengan dua rute: Satu via Solo (mampir di acara IUSF) , lainnya via Magelang. Acara utamanya adalah bertemu dengan komunitas pelestari heritage di DIY-Jateng. Acara sampingannya, tentu jalan dan makan. Berikut jadwalnya:

Sabtu, 24 Agustus 2013
07.00 - 12.00 Perjalanan dan pertemuan di/ke Solo (Mobil 1); Perjalanan dan pertemuan di/ke Borobudur - Magelang - Ungaran (Mobil 2)
12.00 - 18.00 Perjalanan ke Lasem: via Purwodadi (Mobil 1), via Semarang (Mobil 2)
19.00 - 20.00 Pertemuan dengan Gus Mus di Rembang 
21.00 - 24.00 Makan malam; Ngobrol #1 di Rumah Candu, Lasem
.... istirahat di Lasem

Minggu, 25 Agustus 2013
07.00 - 08.00 Sarapan
08.00 - 11.00 Jelajah Pusaka Lasem: Kelenteng Tjoe An Kiong, dsb (rute akan disusun oleh tim Lasem)
11.00 - 12.30 Menuju Desa Bonang, Lasem dan makan siang
12.30 - 15.00 Ngobrol #2 di Desa Bonang, Lasem
15.00 - ... Perjalanan kembali ke Yogyakarta via Semarang (Mobil 1 dan Mobil 2)

Gambar dari sini.

Mlekom,
AZ

Wednesday, August 7, 2013

Posted by adrianizulivan Posted on 11:32:00 PM | No comments

1426 H

H-1 Idul Fitri 1426 Hijriah. Beberapa hari sebelumnya, aku dan adik sudah tiba di Jakarta. Kami mudik dari Jogja untuk merayakan Lebaran bersama keluarga. 

Lebaran kali ini berbeda. Di hari terakhir Ramadhan, Mama tak sibuk menghias Bolu Keju dan Black Forest yang menjadi suguhan wajib keluarga. Tak ada pula toples-toples cantik berisi Nastar, Putri Salju, Goodtimes, Marmer Citrun, Skippy, Kripik Bawang, Kacang Bawang, Kerupuk Ikan dan permen Ting-ting atau Gula Asam. Lupakan manisan pala, salak dan pepaya yang biasanya mampir lama di kulkas.

Rumah pun sepi aktivitas. Biasanya di hari ini, kami sibuk membantu Mama menyiapkan ini-itu terkait santapan Lebaran. Aku akan disibukkan dengan memindahkan kue-kue cantik dari kaleng/toples plastik ke toples kaca bening. Papa akan diminta menyicipi berbagai masakan dengan ujung lidahnya yang masih berpuasa; "Garamnya sudah pas, Pa?". Semua orang mempunyai peran masing-masing. Namun tidak Lebaran kali ini, sampai siang hari Papa memberikan sedikit uang kepada Mama.

Bersama Adek, Mama langsung ke Tanah Abang, membeli kain sarung dan dua baju koko; satu untuk Papa, satu untuk adek. Lalu berbelanja bahan makanan untuk santapan Lontong Sayur esok hari. Semua dimasak hingga dini hari.


Cerita ini kuketahui siang tadi, delapan tahun kemudian, saat di dapur bersama Mama. Mama sedang mencetak Kukis Coklat untuk mengisi toples Lebaran kami esok. 

"Kok bisa sampai benar-benar kesulitan duit begitu, Ma?" tanyaku.

"Kita kan sedang bangun rumah ini. Eh tiba-tiba ada teman Papa ngasih uang, karena tahu Papa nggak ada uang..."

Tahun itu, akhirnya kami berlebaran dengan suguhan lengkap Lontong Sayur Medan. Seorang kerabat keluarga membawa dua toples kukis sebagai buah tangan. Jadi juga kami berlebaran :)

Tahun ini, tak ada yang melebihi rasa syukur kami. Kini kami dapat merayakan Lebaran di rumah ini. Rumah yang dibangun dengan mengorbankan sebuah Lebaran kami di tahun itu.

Selamat Idul Fitri 1434 Hijriah!

Mlekom,
AZ




Saturday, July 27, 2013

Posted by adrianizulivan Posted on 8:49:00 AM | No comments

Cara Nesta Memahami Situs Purbakala

“Yang terakhir!” teriak Hanesta Aldera Rizzy (8) ketika ditanya candi kesukaannya. Seharian itu (14/06), Nesta, panggilan bocah ini, ikut rombongan panitia Tahun Pusaka Indonesia 2013 dalam Jelajah Percandian Sekitar Kawasan Prambanan. Ada empat candi yang dikunjungi, yaitu Kedulan di Kabupaten Sleman, DIY; serta Sari, Plaosan dan Sojiwan di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.

Tak mengherankan jika Nesta begitu mengagumi Sojiwan. Candi yang disekeliling bangunannya dipenuhi panel berelief fabel itu, tentu menarik minat anak. Ada kisah angsa dan kura-kura, kera dan buaya, gajah dan kambing, serta sembilan kisah menarik lain. Nesta terus mencari relief kinnara-kinnari, dua burung kembar dalam mitologi, yang telah lama dikenalnya.

Nesta tak sendiri, ada sejumlah anak lain yang berkerumun mendengar kisah panel per panel yang diceritakan Elanto Wijoyono. Anak-anak ini adalah warga yang bermukim di sekitar Candi Sojiwan.

Anak-anak menyimak fabel relief Sojiwan
Sebagai penggagas acara, Elanto merasa penting untuk melibatkan warga sekitar, termasuk anak-anak. “Kunjungan ini memang untuk untuk menangkap persepsi masyarakat lokal terhadap situs purbakala di sekitarnya.” Rombongan tak hanya berbincang dengan anak-anak, namun juga petugas penjaga candi, pengunjung, orangtua yang mengawasi anaknya bermain, hingga petani yang beraktivitas di sekitar kawasan situs purbakala ini.

Rombongan merasa takjub dengan keahlian seorang petugas kemanan di Candi Kedulan. Sebagai lulusan SMK yang tak pernah mendapat pendidikan kepurbakalaan, ia mampu menjelaskan banyak hal terkait candi yang dijaganya itu. Seorang pengunjung dari Yogyakarta yang datang bersepeda santai, menyayangkan minimnya publikasi terhadap situs-situs marjinal. Masyarakat lokal menyatakan penghargaan kepada Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) yang akhir-akhir ini mulai melibatkan warga Sojiwan dalam berbagai kegiatan. Lihat bagaimana sepasang suami-istri petani memanfaatkan lahan di sekitar kompleks Candi Plaosan untuk mengeringkan hasil panen jagungnya.

Menjemur hasil panen di depan kompleks Candi Plaosan
Pengalaman tak menyenangkan juga mewarnai jelajah ini. Rombongan sempat bersitegang dengan dua petugas di pintu masuk Candi Plaosan. Keduanya meminta biaya masuk pengunjung tanpa memberikan karcis, sedangkan rombongan tak ingin memberi uang tanpa bukti pembayaran.

Yang pasti, berbagai persepsi ini penting untuk memetakan pemahaman warga terhadap situs purbakala. Itulah pesan penting dalam agenda jelajah yang diselenggarakan pada Hari Purbakala Indonesia tersebut. “Ini sebagai peringatan sederhana untuk mengenang perjuangan perintis ilmu arkeologi. Melalui jelajah percandian, kami ingin melihat hasil upaya konservasi yang telah dilakukan selama ini,” jelas Prio Atmo Sancoyo, koordinator acara.

Pemerintah kolonial Hindia Belanda membentuk Oudheidkundige Dienst in Nederlansch-Indie pada 14 Juni 1913, yang kemudian diperingati sebagai Hari Purbakala Indonesia. Lembaga ini dibentuk untuk menangani hal kepurbakalaan ini kemudian menjadi Jawatan Purbakala (1936), hingga menjadi Dinas Purbakala (1951) yang bertanggung jawab kepada pemerintah Republik Indonesia. Tahun 2013 menjadi istimewa, sebab usia kepurbakalaan Indonesia mencapai angka 100.

Pemilihan candi-candi kecil di sekitar kompleks utama percandian Prambanan bukan tanpa alasan. Beberapa waktu lalu, terjadi kehebohan nasional terkait rencana pembangunan hotel di areal penyangga Candi Prambanan. Padahal, pemerintah telah menetapkan areal tersebut sebagai kawasan strategis nasional (KSN). 

Selain alam, menurut Elanto, faktor manusia berpengaruh besar pada kelestarian situs arkeologi. Desakan pembangunan kawasan yang merambah hingga kawasan pusaka (heritage) harus dicermati, apalagi jika melanggar prinsip pelestarian. Konsistensi pemerintah dalam mengawal komitmen pelestarian harus dipantau bersama oleh masyarakat. Ini penting, agar kelestarian pusaka purbakala dapat terjaga dan termanfaatkan seutuhnya untuk kepentingan ilmu pengetahuan. “Pekerjaan rumah terbesar selanjutnya adalah bagaimana menjadikan potensi ini sebagai entitas yang dapat bermanfaat secara riil bagi kehidupan sosial budaya masyarakat setempat dan bangsa Indonesia,” imbuhnya.

Ada ratusan situs marjinal yang terdapat di areal KSN sekitar Prambanan, termasuk keempat candi yang dikunjungi rombongan ini. “Meski tak utuh, situs-situs ini juga menyimpan beribu pengetahuan yang harus terus digali dan dikabarkan pada khalayak,” kata Prio. Menurutnya, agenda menggali pemahaman warga sekitar situs arkeologi akan rutin dilakukan, di berbagai kawasan pusaka lainnya.

Pemetaan pemahaman seperti ini akan membantu pihak-pihak yang bekerja di ranah pelestarian untuk menentukan arah kebijakan konservasi. Pemetaan ini dapat menentukan bentuk pelayanan seperti apa yang dibutuhkan warga sekitar; apakah pendidikan kepurbakalaan, pelibatan dalam konservasi, dan seterusnya. 

Program pelestarian yang tepat sasaran akan berberdampak panjang pada pelestarian situs. Petugas keamanan yang mengerti betapa berharga situs yang dijaganya, warga yang merasa memperoleh manfaat dari keberadaan situs, dan seterusnya. Semua berujung pada rasa memiliki yang berdampak positif pada ketulusan untuk menjaga. 

Sehari usai jelajah, Nesta membuat cerita pendek yang terinspirasi dari fabel Sojiwan. Itulah cara Nesta memahami situs purbakala.

Teks dan Foto: Adriani Zulivan

Tuesday, July 23, 2013

Posted by adrianizulivan Posted on 9:50:00 PM | No comments

Kursus Menjahit di Yogyakarta: Adana

Adana Fashion Design



Program:
  1. Designer (rancang mode)
  2. Pattern making (menjahit)
Lama pendidikan masing-masing selama enam bulan. Jika digabungkan rancang mode dan menjahit, menjadi tujuh bulan.


Biaya:
Biaya berikut sudah termasuk biaya wisuda, namun belum termasuk bea pendaftaran. Segala alat dan bahan (kecuali mesin jahit), disediakan sendiri oleh siswa. Rincian biaya lihat gambar.
  • Rancang mode: Rp 3.600.000,-
  • Menjahit: Rp 3.600.000,-
  • Rancang mode + menjahit: Rp 4.200.000,-
Klik untuk memperjelas gambar.

Kelebihan:
  1. Lokasi di tengah kota. Meski tak dilewati angkutan umum, lokasi ini dapat diakses dengan mudah.
  2. Ruang kursus full AC
  3. Kursus diampu oleh designer kenamaan Jogja.
  4. Hasil desain siswa akan diikutkan dalam acara tahunan Jogja Fashion Week.
  5. Tempat kursus bersebelahan dengan butik. Butik ini memajang rancangan para siswa dan pemilik. Ini menguntungkan siswa, dapat melihat contoh-contoh kreasi.
  6. Ada magang di pabrik garmen atau butik ternama.
  7. Untuk program Designer, ada kunjungan lapangan berupa fashion research ke sentra-sentra garmen, seperti workshop batik, tenun, dst di Jogja dan luar kota.
  8. Ada wisuda di akhir program pendidikan. Tiap siswa diminta merancang baju untuk dipamerkan dalam sebuah ajang fashion show. Selama ini, fashion show diselenggarakan di Balai Pamungkas, mulai wisuda terdekat akan berpindah tempat ke Hotel Phoenix.
  9. Adana merupakan Lembaga Pendidikan Kejuruan (LPK) yang memiliki banyak kejuruan. Salah satunya modelling. Ini keuntungan bagi perancangan busana, dapat model untuk mengenakan rancangannya di fashion show (model disediakan oleh LPK tanpa membayar).



Alamat: 
Jl. Mawar No. 5 Baciro, Yogyakarta
*dari Stadion Mandala Krida, lurus ke utara, tempat di kiri (barat) jalan.

Telp: 0274 - 562325/6522857

Cek blog Si Tukang Jahit untuk melihat daftar tempat kursus menjahit lainnya, di alamat ini.

Mlekom,
AZ

Wednesday, July 17, 2013

Posted by adrianizulivan Posted on 7:19:00 PM | No comments

Buka Puasa Alumni Aktivis Pers Mahasiswa se-UGM


UNDANGAN
Buka Puasa Bersama 
Alumni Aktivis Pers Mahasiswa se-UGM


Mengundang rekan-rekan alumni Aktivis Pers Mahasiswa se-UGM dalam acara buka puasa bersama. Besar harapan kami bila rekan-rekan berkenan hadir dalam kegiatan ini. 

Waktu:
Kamis, 17.00 WIB

Tempat: 
Flora Garden Cafe, Kawasan Hanggar Teras 
Jalan Gatot Subroto Kav 72 Pancoran (lihat peta di sini).


Salam hangat,
Narto
085885266279 


*Sumber: Facebook.

Saturday, July 13, 2013

Posted by adrianizulivan Posted on 3:09:00 PM | No comments

Jelajah Kampung Santri Tertua di Jogja


Ngabuburit di Kampung Kauman Yogyakarta
Menjejak Sejarah
Kampung Santri Tertua di Jogja

Sabtu, 13 Juli 2013


Komunitas Blusukan Kauman akan menjadi pemandu dalam tur ini. Cek rute di poster, dengan agenda sbb:
  • Menyaksikan jejak pengusaha batik Kauman
  • Melihat langgar KH Dahlan yang pernah di bongkar masyarakat Kauman (1890an)
  • Berburu takjil di Pasar Ramadhan Kauman (tentatif)
  • Buka puasa di serambi Masjid Gede Kraton
Catatan:
  • Bertemu di Masjid Gede Kauman (sebelah barat seberang Alun-alun Utara), pukul 15.30 WIB.
  • Acara ini terbuka untuk umum tanpa dipungut biaya.
  • Pengurus masjid menyediakan konsumsi berbuka puasa secara gratis-terbatas.
  • Kontak: 08563853312 (Priyo)

Sunday, July 7, 2013

Posted by adrianizulivan Posted on 11:01:00 PM | No comments

Batik Solo Trans dan Pengemudi Berponsel Ria


Siang tadi tiba di Solo dengan bus dari Jogja, turun di Kerten, lanjut ke Gramedia dengan Batik Solo Trans (BST). BST ini adalah bus sejenis Transjogja atau Transjakarta yang dikelola pemerintah kota. 

Busnya baik dan nyaman. Hanya saja, aku tak nyaman bahkan was-was melihat kelakuan pengemudinya. Mas sopir, sejak aku naik hingga melewati Solo Grand Mall (SGM), terus berbicara di telepon. 

Aku yang duduk tepat di belakangnya coba mengambil gambar kejadian ini. Bahkan, si Mas Sopir terus menatap HP di tangannya, sambil menginjak gas ketika lampu lalin berubah hijau. Sungguh membahayakan penumpang!

Bus yang dikendarai bernomor 005. Video diambil pukul 12.49 WIB.

Lain kali hati-hati ya mas!

Mlekom,
AZ



Wednesday, July 3, 2013

Posted by adrianizulivan Posted on 5:42:00 PM | No comments

Jual Kain Kiloan Yogyakarta: Larasati


Alamat: 
Jalan Babaran Gg 2/737, Umbulharjo, Jogja

Jam buka:
08.30 WIB

Cara ke sana:
Dari Jalan Kusumanegara (utara): susuri Jalan Glagahsari hingga menemukan perempatan. Belok ke kanan (barat) menuju Kali Mambu. Susuri kanan jalan hingga bertemu plang di bawah.



Dari XT Square, bekas terminal Umbulharjo (selatan): Susuri Jalan Glagahsari hingga menemukan perempatan. Belok kiri, temukan plang di atas.

Masuk ke gang yang berada di samping plang. Mobil dapat masuk, namun tak dapat berpapasan. 100 meter kiri jalan akan menjumpai rumah pagar besi hitam berspanduk Larasati. Toko berada di garasi rumah tersebut.



Produk:
  • Beragam jenis kain
  • Beragam ukuran kain
  • Ada perca, bisa untuk kerajinan
Harga:
Per ons beragam, mulai dari dibawah Rp 10.000.
Menurutku, harga di sini mahal.

Plus:

  • Tokonya rapi
  • Tidak ramai, jadi dapat memilih dengan nyaman
  • Ibu penjualnya cantik dan ramah
  • Tawar-tawaran, bisa dapat diskon
Selamat berburu kain!

Cek blog Si Tukang Jahit untuk melihat toko kain kiloan lainnya, di alamat ini.

Mlekom,
AZ

  • Atribution. Powered by Blogger.
  • ngeksis

  • mata-mata