Monday, November 26, 2012

Posted by adriani zulivan Posted on 8:20:00 AM |

Batik Merapi Balerante




Siang tadi saya mengunjungi pengrajin batik di Desa Balerante, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, Jateng. Selain Desa Kepuharjo di Sleman, Balerante adalah satu-satunya desa yang menerima dampak langsung dari erupsi Gunungapi Merapi 2010 lalu. Sebagian desa ini rata dengan tanah. Saat ini warga telah bangkit dengan berbagai upaya. Salah satunya lewat pelatihan membatik yang diberikan oleh relawan dari Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), akhir 2010 lalu semasa mereka di pengungsian.

Kini mulai banyak warga membuat batik. Mereka berharap, industri batik akan berdampak positif terhadap perekonomian mereka, mengingat pertanian bukan pilihan baik di dataran tinggi yang sulit air itu.

Persoalan mereka ada pada pendanaan, publikasi dan pemasaran, serta pelatihan lebih lanjut mengenai teknik membatik.
  1. Dana. Pemerintah, termasuk BNPB, Cuma bilang begini: Kamu pindah ke bawah (zona aman), agar kami beri dana pemberdayaan. Balerante termasuk desa larang huni.
  2. Publikasi dan pemasaran. Wara telah membuat batik, tapi tak ada pembeli karena: a. Desa mereka jauh di lereng gunung yang akses jalur aspalnya rusak berat, b. Tak ada media pemasaran online. Mengakses sinyal internet sama sulitnya dengan menemukan warga yang dapat mengoperasikan komputer.
  3. Pelatihan. Contoh batik produk Balerante telah saya bawa ke Kampung Batik Giriloyo, Bantul (asuhan Bu Sita – Center for Heritage Conservation (CHC) Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik UGM). Ada berbagai masukan terkait peningkatan mutu produk dan cara “mengundang” wisatawan untuk datang. 



Yang dapat kita lakukan:
  1. Mengakses dana-dana pemberdayaan masyarakat? Saya tidak ada ide bagaimana caranya, jika ini kemudian dianggap melawan UU tentang manajemen bencana (atau sejenisnya).
  2. Website. Perkenalkan ke asosiasi batik nasional agar diikutkan ke berbagai event. Dst, dst.
  3. Saya berencana mengajak pengrajin Balerante untuk workshop di Giriloyo. Balerante siap dan Giriloyo telah menyatakan kesanggupannya. Tak ada dana untuk ini, sebab semua bersedia dibayar Rp 0,-. Hanya saja, mengangkut puluhan orang dari lereng Merapi ke ujung Bantul juga tak mudah, mengingat keterbatasan kendaraan mereka. Naik sepeda motor masing-masing, bisa saja memungkinkan namun tetap perlu ada dana untuk bensin. Sebab tidak membayar bea tempat pelatihan dan trainer, saya pikir ada baiknya agar kita tidak membebani Giriloyo. Kita musti sediakan konsumsi (makanan utama dan snack) serta bahan ajar (kain, lilin malam & pewarna) untuk digunakan selama proses pelatihan. Mungkin pelatihan ini perlu menginap agar menghemat waktu. Warga Giriloyo siap memberi tumpangan rumahnya.
Lihat info lainnya di sini.


Mlekom,
AZ 



Sila hubungi CP ini.

Wednesday, November 14, 2012

Posted by adriani zulivan Posted on 9:12:00 PM |

Reka Utama Anindha untuk Mas Kiman

Foto: Sukiman di sini.

Setelah melalui proses seleksi yang panjang, dengan dewan juri yang kompeten di tiap bidangnya. Akhirnya Rabu (14-11-2012) diumumkan nama pemenang lomba kreativitas bidang kebencanaan dan tokoh inspiratif dalam penanggulangan bencana 2012 di Hotel Millenium, Jakarta. Juara masing-masing kategori adalah:

Foto Jurnalistik diberikan penghargaan "Citra Adiluhung":

  1. Afriadi Hikmal (Jakarta Globe), judul: Berangkat 
  2. Agus Susanto (Kompas), judul: Menyeberang Sungai Yetni
  3. Eko Purwanto (Sindo), judul: Selamatkan diri
Film Dokumenter diberikan penghargaan "Citra Leka Birawa":
  1. Hendrik Sumarfi (DAAI TV), judul: Suara kecil dari Kaki Merapi 
  2. Aqida Swamurti (Kompas TV), judul: Warisan smong untuk dunia.
  3. Elverina Hidayati (Metro TV), judul: Hidup nyaman bersama Merapi
Karya Tulis Jurnalistik diberikan penghargaan "Citra Carita Parama":
  1. Zaky Yamani (National Geographic), judul: Petaka mengintai di Utara Bandung 
  2. Ahmad Arif (Kompas), judul: Hidup bertaut maut di jalur gempa
  3. Mohammad Hilmi Faiq (Kompas), judul: Warga Simeulue berdamai dengan tsunami
Tokoh Inspiratif diberikan "Reka Utama Anindha":
  1. Sukiman Mochtar Pratomo (Solo) 
  2. I ketut Sugata (Gianyar)
  3. Bejo (Kebumen)
  4. Eliza Kissya (Haruku, Ambon)
Juara lomba tersebut diberikan setelah mengalahkan peserta lainnya. Total peserta 755, dimana karya tulis jurnalistik 187 peserta, fotografi 519 peserta, film dokumenter 62 peserta, dan tokoh inspiratif 87 peserta.

BNPB juga memberikan penghargaan khusus “Citra Dharma Bhakti” untuk media massa yang memiliki program kebencanaan terbaik. Selama tahun 2012 tim ahli dan independen telah melakukan penilaian terhadap program tayangan TV yang terkait dengan kebencanaan. Tim telah menilai media yang layak menerina penghargaan terbaik adalah:

  1. Metro TV (program Eagle Award - Indonesia Tangguh). 
  2. Kompas TV (program dokumenter Ekspedisi Cincin Api).
  3. Koran Kompas (program khusus Ekspedisi Cincin Api).
  4. Radio Elshinta (stasiun radio pemberitaan bencana yang cepat dan informatif)
Pada kesempatan yang sama Drs Subandriyo, M.Si (Kepala BPPTK) diberikan penghargaan "Adarma Widya Argya"; atas dedikasi dan jasa-jasanya menerapkan ilmu pengetahuan untuk kemanusiaan. Subandriyo dinilai telah memberikan pengabdian yang luar biasa untuk kemanusian terkait dengan penanganan bencana Gunung Merapi.

Diharapkan dengan acara tersebut terjalin hubungan kemitraan dan sinerji antara pemerintah, pemda, masyarakat dan dunia usaha, khususnya media massa, sehingga memiliki visi yang sama dalam membangun masyarakat dan bangsa yang tangguh menghadapi bencana. Selain itu juga menggugah minat menulis, fotografi, film dokumenter mengenai kebencanaan. Dan tokoh inspiratif bisa menjadi teladan bagi masyarakat lain.

Acara ini adalah yang pertama diselenggarakan BNPB, dan akan menjadi agenda tahunan BNPB. BNPB mengucapkan terima kasih atas partisipasinya dan kepada pemenang diucapkan selamat.

Sutopo Purwo Nugroho
Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB


*
Co-pas dari Bayu Nugraha.

Selamat kepada Mas Kiman dari Radio Komunitas Lintas Merapi Klaten, Jawa Tengah (jadi, bukan Solo, seperti tertulis di atas). Semoga terus bermanfaat bagi komunitas warga di lereng Gunungapi Merapi.

Mlekom,
AZ 

Tuesday, November 13, 2012

Posted by adriani zulivan Posted on 10:15:00 PM |

PAUD Gajahwong

Pagi tadi saya bersepeda ke bantaran Kali Gadjah Wong di Ledhok, Timoho (sekitar 400 meter ke utara di perempatan dekat SMK 8 Yogyakarta, belakang perumahan APMD). Pagi ini saya diundang oleh seorang teman yang aktif menjadi relawan di Komunitas Ledhok, kampung pemulung di pusat kota.

Komunitas ini dibangun oleh Bembeng, seorang relawan yang menginginkan warga bantaran kali ini mendapat hak yang sama dengan warga Jogja lainnya, terutama dalam akses pendidikan dan kesehatan. Mengingat, mereka disebut “penghuni ilegal” karena menempati tanah yang –selain tak bersertifikat—juga tak boleh huni akibat ancaman banjir.

Di bawah payung Tabaah (Tim Advokasi Arus Bawah) –organisasi terdaftar yang diketuai Bembeng, Komunitas Ledhok memiliki sejumlah kegiatan yang ditujukan untuk memberdayakan warga, seperti PAUD, pertanian organik yang memanfaatkan sedikit lahan tersisa (berbagai sayuran dan daun mint), peternakan ayam, serta pengelolaan sampah.

PAUD adalah kegiatan utama. Beberapa tahun lalu, hampir seluruh anak usia sekolah di kampung ini diajak mengemis oleh orang ibunya. Anak remaja mengamen di jalan-jalan kota, sedangkan ayahnya memulung. Seluruh keluarga menjadi orang jalanan. Dengan kreativitas Bembeng beserta para pengajar lain, banyak anak tertarik ikut bersekolah di PAUD Gajah Wong. Yang tertarik tak hanya anak, namun juga orangtuanya. Seiring bangkitnya kesadaran bahwa anak tak seharusnya diajak bekerja menafkahi keluarga, para ortu kiini lebih merasa aman ketika anak-anaknya bermain di PAUD dibanding di jalan. Hingga kini, tinggal seorang anak lagi yang ‘bekerja’ di jalan.

Pagi itu, PAUD GW mendapat kunjungan dari SD Tumbuh. Anak-anak (yang kebanyakan dari keluarga sangat mampu ini, dan sebagian anak ekspatriat) Tumbuh diajak bermain dengan PAUD: keliling kampung untuk mengenal lingkungan, menanam tomat, dst. Sayang terjadi sedikit gap antara anak-anak Tumbuh dan PAUD ini. Saya sedih melihat tatapan seorang anak berbaju lusuh dari PAUD ke anak-anak Tumbuh. Tapi ini pelajaran baik, ya. Entah baik buat siapa, bingung saya menjelaskannya…

Hal yang dapat kita bantu:
  1. PAUD GW membutuhkan relawan tetap. Tetap di sini berarti bahwa relawan yang bekerja memiliki komitmen tinggi untuk menyelesaikan pekerjaannya, minimal dalam 1 semester ajar. Perubahan “kakak guru” yang datang membuat anak-anak sulit menyesuaikan diri. Jurusan Pendidikan Anak Usia Dini di UNY mungkin bisa kita tembusi?
  2. Saat ini PAUD memiliki hanya satu kelas, akibat keterbatasan tenaga pengajar & ruang ajar. Mulai tahun depan mereka berencana membagi kelas berdasar usia, menjadi dua kelas. Sebab kebutuhan anak 0-3 dan 4-6 tahun akan berbeda.
  3. Mereka juga mempunyai program untuk usia remaja, yaitu kelas untuk membantu mengerjakan PR sekolah. Anak-anak yang sudah masuk usia SD-SMU akan bersekolah di sekolah-sekolah negeri di sekitaran Timoho. Sayangnya, minat belajar pemuda usia SMP-SMA ini sangat rendah, akibat mereka lebih senang mengamen di jalan…
  4. DANA! Meski bukan persoalan utama, ini menjadi sebuah kendala besar bagi Bembeng untuk mengembangkan komunitas ini. Mereka ingin ada semacam poses orangtua asuh bagi tiap anak di sini.
  5. Teman-teman TABAAH mempunyai website. Mereka menginginkan perubahan pada website untuk menunjukkan pada dunia bahwa mereka ada. http://www.taabah.com/
Dalam rangka ulang tahun dan wisuda angkatan pertama PAUD Gajah Wong, Komunitas Ledhok akan mengadakan Festival Sekolah Gajah Wong. Ada banyak hal yang bisa kita bantu di sini terkait kebutuhan penyelenggaraan. Cek infonya di sini. Lihat foto lain di sini.

Trims pada @kireynazkiya untuk ajakannya.

Mlekom,
AZ 

Thursday, November 8, 2012

Posted by adriani zulivan Posted on 10:08:00 PM |

IHI Poster for NODEM-DIHA


Just send it to the commitee of NODEM-DIHA. Thank you Abdullah Rofii for the hard-work under the tight deadline. *kisskiss*

Mlekom,
AZ

Sunday, November 4, 2012

Posted by adriani zulivan Posted on 10:23:00 PM |

FSG Tunas Bangsa

Minggu (4/11) pagi saya mengikuti aksi relawan  FSG Tunas Bangsa di Bangsal Kanker Anak RSU Sardjito. Bersama pasien, kami membuat gelang dari tali. Kegiatan sederhana ini membuat para pasien anak ceria. Usai kegiatan yang hanya dua jam ini (09.00-11.00), kami mengedarkan puluhan botol sabun cair pemberian donatur ke seluruh kamar di bangsal.

Foto: Tante Kristi di alamat ini.


Pasca kegiatan, saya diperkenalkan kepada seluruh relawan. Saya jelaskan tentang H&D dan menanyakan kemungkinan mendapat kasus spesifik mengenai “mimpi dan harapan” salah satu pasien yang mungkin bisa kita wujudkan. Serempak, mereka menolak: “Kami selalu bersama-sama, jika satu anak mendapat keistimewaan, itu akan berakibat buruk pada kejiwaan mereka”. Sebaiknya membantu untuk pogram yang sudah berjalan saja, agar segala kegiatan bisa dinikmati seluruh anak.
Satu catatan, pasien anak ini memiliki banyak pantangan, terutama debu. Itu alasan mengapa mereka tak boleh berkegiatan di luar ruangan. Bahkan untuk pemberian mainan pun harus sangat diseleksi, misal tak boleh boneka berbulu.
Ada sekitar 20 relawan yang datang silih berganti di tiap pekan. Pagi ini ada 8 relawan yang hadir, mayoritas mahasiswa. Selain minggu pagi (ini hari terbanyak relawan datang), tiap hari ada pula satu-dua relawan yang datang ke bangsal ini. Mereka membantu keluarga pasien untuk bermain dan belajar dengan pasien. Ada pula keluarga pasien yang mendatangkan guru les untuk anaknya.

Kebutuhan relawan ini mendesak, sebab relawan yang datang tak bisa bekerja tetap akibat kesibukan mereka masing-masing. Yang dapat kita lakukan adalah:
  1. Mengajak lebih banyak relawan untuk bekerja di sini, hingga tak ada waktu kosong untuk menemani pasien dan menggantikan peran keluarga yang pastinya sangat cape secara fisik dan emosi.
  2. Relawan juga dibutuhkan untuk konseling emosi keluarga pasien (terutama orangtua). Jika para pasien sangat ceria tiap ada permainan, para ortu yang menunggui anak-anaknya ini bermuka suram. Mungkin yang ada di otak mereka hanya satu: Anakku akan pergi, segera.
  3. Ada pula kasus spesifik dimana anak yang sudah datang ke Sardjito dan divonis kanker --lalu pulang ke desanya untuk persiapan rawat inap (pemberitahuan keluarga, ambil pakaian, dst), tak bisa kembali ke Jogja akibat tak memiliki dana. Meski bea medis ditanggung Jamkesmas, bea transportasi tak ada yang menanggung.
  4. Bisa pula kita datangkan murid-murid sekolah bergantian, yang akan bermanfaat bagi kedua belah pihak. Bagi anak-anak yang sehat, mereka akan mendapat pelajaran penting tentang pentingnya sehat, di sisi lain pasien akan berinteraksi dengan orang baru yang mungkin akan menambah percaya diri mereka, atau menjawab kerinduan pada teman-teman sebayanya. Saya bilang mungkin, sebab bisa jadi sebaliknya: mereka makin kehilangan percaya diri di antara anak-anak sehat itu. Kita perlu konsultasi dengan dokter di bangsal ini, mungkin. 
Trims pada Tante Kristi untuk kesempatan ini. Membuat saya sangat ingin bergabung dengan teman-teman relawan lain di sini.

Mlekom,
AZ

  • Atribution. Powered by Blogger.
  • ngeksis

  • mata-mata