Friday, August 31, 2012

Posted by adriani zulivan Posted on 8:00:00 PM |

Pelecehan di Kantor Walikota Jogja

Pukul 08.30 tadi saya ke Kantor Walikota Jogja di Jalan Kenari. Saya datang untuk mengurus Kartu Kuning (AK1) di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kota Jogja. 

Ini adalah Hari Sego Segawe, program Pemkot Jogja untuk budayakan bersepeda. Tiap Jumat Kompleks Kantor Pemkot bebas kendaraan. Kendaraan parkir di badan-badan jalan di luar pagar kompleks dan di kantong-kantong parkir yang disediakan di sekitar.

Saya memarkir mobil di utara Balai Kota, sedikit ke barat Jalan Kenari. Lalu jalan kaki, masuk melalui pintu gerbang yang ada di samping masjid. Begitu melewati pagar, sejumlah pasang mata menatap dengan tatapan yang tidak saya suka. Ingin melewati, tapi saya memerlukan mereka. Bertanya.

Saya menanyakan posisi Kantor Disnakertrans kepada sekitar 5-6 orang laki-laki di sana. Saya tak ingat pasti jumlah mereka; malas mengarahkan pandangan sebab saya tak nyaman dengan tatapan mereka. Mereka bergerombol di Pos Penjaga Keamanan. Sedang minum kopi (atau teh?) dan merokok. Kebanyakan dari mereka mengenakan seragam berwarna coklat tua sedikit abu-abu.
.
Gambar dari sini.
"Maaf, numpang nanya. Bikin Kartu Kuning di ruang mana, Pak?" kata saya akhirnya setelah memutuskan bapak mana yang "aman" untuk bertanya di antara banyak tatapan tidak menyenangkan itu.

Beliau dan beberapa yang lain menjawab. Salah seorang nyeletuk "Kalau sama embaknya, saya anterin juga nggak apa-apa," katanya sambil cengengesan dan disambut riuh tawa dari beberapa lainnya. Tak saya tanggapi. 

Saya pun berjalan lurus ke arah selatan. Kantornya terdapat di pojok. Baru beberapa langkah, dari arah berlawanan lewat seorang berbadan kekar dengan seragam sama. Dengan tatapan yang sama dengan orang-orang di Pos Jaga, ketika posisinya di dekat saya, lelaki setengah baya ini nyeletuk:

"Mbaknya jalan kaya pragawati!" sambil cengengesan dan meneruskan jalannya. Saya, lagi-lagi, malas menanggapi. Sempat saya pelototi matanya sampai dia berbelok.

Disnakertrans
"Mbak, yang seragam coklat tua apa abu-abu itu Satpam sini?" tanya saya pada petugas di ruangan ini.
"Satpol PP Mbak," jawabnya.
"Kantornya di dekat gerbang utara?"
"Iya, Mbak. Itu yang ada mobil patrolinya."

Saya perlu keluar untuk fotokopi. Malas rasanya melewati Pos Jaga itu lagi. Saya tanyakan apakah di dalam kompleks itu terdapat jasa fotokopi. Ada, di bagian tengah komplek, arah timur. Pfuiih... lega rasanya sebab tak harus bersua "pasukan berseragam" itu hingga tiga kali!

Di depan warung fotokopi saya lihat mobil patroli. "Jadi itu kantornya," batin saya. Saya berhenti, berpikir. Antara ingin mampir untuk melaporkan kelakuan tak senonoh tadi; atau langsung kembali ke Disnakertrans untuk segera menyelesaikan urusan dokumen.

Pilihan kedua menang. Saya harus segera ke Barat Jogja agar segera tiba di Stasiun Lempuyangan untuk mengejar KA Prameks pukul 09.30.Saat menimbang-nimbang itu, dua orang "pasukan berseragam" lewat, menghampiri.

"Mau kemana, Mbak?" tanya salah satu dari mereka.
"Habis fotokopi, Pak."
"Mencari kantor apa?"
"Tidak trims, Pak. Saya sudah ke Disnakertrans sana," jawab saya menunjuk selatan.
"Baik, mari..." jawabnya. Sangat sopan!

Urusan AK1 selesai. Saya, dengan terpaksa, melewati gerbang yang sama dengan yang saya lewati saat memasuki kompleks ini. Atau pilihan lain adalah berjalan melalui pintu timur, lalu berbelok ke kiri (barat) untuk ke parkiran. Ini pilihan tak cerdas.

Beberapa langkah sebelum Pos Jaga gerbang utara, saya dengar suitan dari dalam sebuah kantor. Saya ikuti arah suara. Itu ternyata Kantor Satpol PP. Begitu yang tertulis di plang nama di depan ruangannya. Jadi, yang tadi ada mobil patroli hanya pinjam halaman untuk memarkir.

Saya tatap garang mata mereka yang di dalam kantor itu. Tiga orang berseragam. Mulut mengepul asap, tatapan menyebalkan, mulut komat-kamit mengucap kata-kata yang untungnya tak dapat saya dengar--sebab jarak yang cukup jauh.

Saya pelankan langkah, terus menatap hingga mereka kikuk lalu berpura-pura sibuk dengan buku di depannya. Ingin rasanya mampir, menanyakan apa maksud mereka, lalu mencatat nama dan mengambil foto mereka. Saya berjalan pelan sambil terus menatap tajam, sampai leher saya harus berputar sekian derajat untuk dapat terus melihat mereka yang sudah tertinggal di belakang saya.

Lagi-lagi, ego saya dikalahkan waktu yang sangat terbatas. Saya terus berjalan. Kali ini menatap ke gerbang, menghindar Pos Jaga yang mulai sepi. Beruntung, tak ada riuh saat saya lewat. Tak ingin pula saya mengucap terimakasih pada petugas baik yang tadi menjelaskan letak kantor Disnakertrans. Selain malas, saya tak ingat lagi siapa orang baik tadi. Lagipula, pikiran saya jauh: Segera ke Barat Jogja.

Adukan!
Saat mengantri di Disnakertrans tadi, saya sempat kirim Twitter:
"Kantor Walkot Jogja. Bajingan. Nanya t4 ke Satpam: khusus mba, sy anterin gpp. Lg jalan sendiri, ada yg lewat, bilang: mbanya jln kaya model"
Berbagai tanggapan masuk. Sila baca di sini. Seorang teman langsung menelepon, minta izin untuk menghubungi orang Pemkot untuk menanyakan kepada siapa harus melaporkan kasus ini. Saya izinkan. Jawabannya:
"Bikin surat aduan kepada Walikota dengan tembusan ke Bagian Humas dan PPNS (Dintib)"
Akan segera saya buat. Pekan depan, setelah kembali dari luar kota!

Wajar?
Tanggapan di Twitter beragam. Ada yang mengganggap itu wajar, ada pula yang merasakan hal sama dengan saya: bahwa itu adalah perbuatan tak senonoh. Menurut saya, itu pelecehan. Ada pula teman yang melihat dari sisi pakaian.
RT @gabri_ns: @adrianizulivan @tovicraharja kalo emang suka pamer badan sih wajar kalem kalo digituin, cenderung suka malah. tapi mbak adri ini kan bkn cewek kayak gitu b^-^ pakaiannya selalu sopan, jadi wajar kalo digituin marah..
Saya tak sepenuhnya setuju dengan pernyataan ini. Apakah kemudian, perempuan yang pakai rok mini boleh dilecehkan? Saya juga tak yakin ada perempuan yang suka "digituin" (meminjam istilah @gabri_ns). Tak ada pelecehan yang wajar bagi orang berpakaian apapun.

Ah beruntung saya, kemarin mengenakan pakaian yang baik. Kemeja sepanjang pangkal paha + celana lebar bahan lembut + jas longgar sepanjang panggul. Akan bagaimana lagi tatapan mereka jika saya berpakaian buruk?
.
Padanan pakaian ini yang saya kenakan ke Balkot.
Semoga ini menjadi pelajaran buat saya dan siapapun. Hai "pasukan berseragam", jika lain kali kita sempat bertemu dan kalian melakukan pelecehan lagi, saya tak akan segan-segan memperkarakan dan mempermalukan kalian di depan anak perempuan, istri dan ibu kalian. Semoga kesempatan ini tak pernah datang lagi, ya!

Salam hormat,
Adriani Zulivan,
Warga Jogja


Categories:
  • Atribution. Powered by Blogger.
  • ngeksis

  • mata-mata