Dalam doaku subuh ini kau menjelma langit
yang semalaman tak memejamkan mata
yang meluas bening siap menerima cahaya pertama
yang melengkung hening karena akan menerima suara-suara
Ketika matahari mengambang tenang di atas kepala
dalam doaku kau menjelma pucuk-pucuk cemara yang hijau senantiasa
yang tak henti-hentinya mengajukan pertanyaan muskil
kepada angin yang mendesau entah dari mana
Dalam doaku sore ini kau menjelma seekor burung gereja
yang mengibas-ibaskan bulunya dalam gerimis
yang hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu bunga jambu
yang tiba-tiba gelisah dan terbang lalu hinggap di dahan mangga itu
Maghrib ini dalam doaku kau menjelma angin
yang turun sangat perlahan dari nun di sana
bersijingkat di jalan dan menyentuh-nyentuhkan pipi dan bibirnya
di rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku
Dalam doa malamku kau menjelma denyut jantungku
yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit yang entah batasnya
yang setia mengusut rahasia demi rahasia
yang tak putus-putusnya bernyanyi bagi kehidupanku
Aku mencintaimu
Itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan keselamatanmu
[Sapardi Djoko Damono, Dari kumpulan puisi “Hujan Bulan Juni” 1989]
*
Sapardi Djoko Damono (SDD) merupakan salah satu penyair kesukaanku selain Gus Mus, Goenawan Mohamad, Sitor Situmorang, dan masih banyak lagi di angkatan lama. Atau Afrizal Malna, Rako Prijanto, Rois Rinaldi, Medy Loekito, untuk yang lebih kontemporer.
Selasa (12/04) nanti, aku dan 75 orang lain diundang oleh Gramedia Pustaka Utama untuk membacakan puisi-puisi karangan SDD dalam bukunya "Hujan Bulan Juni". Aku akan membacakan puisi berjudul "Dalam Doaku" ini.
Jangan lupa untuk datang, ya! :)
Mlekom,
AZ
0 comments:
Post a Comment