Jika bicara perjuangan di masa kemerdekaan, bagiku Pak Melkhior Duha adalah pahlawan. Kegigihan beliau beserta keteguhan keluarga yang selalu mendukung, menyempurnakan perjuangannya.
Ia menjadi pahlawan bagi pusaka Ono Niha, menjadi titik perjuangan pelestarian budaya Nias. Berbicara dengan Pak Duha bukan hanya soal obrolan pertemanan, namun juga perjuangan untuk masa depan masyarakat dan budayanya.
Bangga rasanya pernah mengenal sosok ini. Seorang teman yang berlimpah pengetahuan, ayah yang menomorsatukan pendidikan anak, dan suami yang mencintai rumah.
Aku ingat sekali, ia memiliki cita-cita jangka pendek agar anak ketiga diterima di Jurusan Arkeologi Universitas Gadjah Mada. Serta cita-cita jangka panjang agar dapat membuat Museum Budaya Nias. Kuamini kedua cita-cita itu dan menuliskan ceritanya di sini
Pagi tadi kutelepon Ibu Dina Waoma, istri Pak Duha yang sedang menguatkan diri di depan jenazah Pak Duha. Beliau berharap semua teman yang mengenal memaafkan segala kesalahan. Amin.
Indonesia sedang kehilangan salah satu pelestari terbaiknya. Selamat jalan, Pak Duha. Doakan kami memiliki keteguhan yang sama, agar dapat melanjutkan cita-cita perjuanganmu!
"Sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah dan kepada Allah jugalah kami kembali..."
[Foto saat aku berkesempatan menginap di rumah keluarga Duha di Gunungsitoli Nias, Februari 2016]
Mlekom,
AZ
0 comments:
Post a Comment