Tuesday, April 21, 2015

Posted by adrianizulivan Posted on 7:45:00 PM | No comments

Penugasan Ambisius


Tahun lalu berniat merayakan Hari Kartini di Rembang dan Jepara, kotanya RA Kartini itu. Berhubung 21 April tahun ini jatuh di hari Selasa, aku tak mungkin ke luar kota. Kebetulan pada Jumat, aku ditugaskan ke Yogya untuk menghadiri undangan peluncuran program IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat).

Sedikit tentang IVA:

Kementerian Kesehatan RI, bersama Jhpiego dan Ford Foundation, meluncurkan program Cervical and Breast Cancer Prevention (CECAP) pada Januari 2007. CECAP merupakan sebuah metode pendeteksian kanker serviks atau mulut rahim dengan penggunaan asam asetat. Metode ini dikenal dengan sebutan IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat).

Sebelumnya, pap smear adalah metode yang banyak digunakan untuk mendeteksi kanker serviks. Selanjutnya, IVA mampu menggantikan metode tersebut. IVA lebih praktis, sebab tidak membutuhkan tes laboratorium. Biaya juga sangat murah. Selain itu, hasilnya dapat langsung diketahui.

Lembaga tempatku bekerja adalah penggagas awal penggunaan metode IVA di Indonesia. Metode ini, bahasa mudahnya, meringankan biaya pemeriksaan kanker serviks. Jika metode pap smear menghabiskan dana hingga jutaan rupiah, IVA hanya membutuhkan sebotol asam cuka (yang biasa digunakan untuk memasak) seharga sekitar Rp 5.000 saja.

Setelah diperkenalkan delapan tahun lalu, kini Pemerintah RI menetapkannya sebagai program nasional. Akhirnya. Penetapan ini dilaksanakan di Yogya, mengambil momen Hari Kartini.

Ditugaskan di Yogya, bagiku selalu, berarti pulang-gratis-dengan-fasilitas-masksimal. Meski agendanya hari Selasa, aku langsung mengambil penerbangan Jumat sore dan kembali Rabu pagi. Kantorku memang memperbolehkan mengambil hari dan waktu kapanpun, meski untuk perjalanan di luar pekerjaan. Seninnya? Senin aku ikut gladi resik dengan panitia.

Panitianya adalah ibu-ibu OASE. Agenda ini disiarkan langsung ke 34 provinsi melalui jaringan TVRI. Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta ini dijadikan pusat agenda, dimana hadir Ibu Negara (Ibu Mufidah, istri Wapres, mendampingi peluncuran di Sulawesi Selatan), Menteri kesehatan, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Gubernur DIY beserta Ibu GKR Hemas, Direktur Utama BPJS Kesehatan, serta jajaran pejabat daerah.

Fungsiku apa? Duduk manis sebagaimana undangan lain?
Maunya sih begitu :p

Tapi... aku diminta mewawancarai Bu Iriana, Bu Nila Moeloek, dan Sri Sultan. Merekam testimoni mereka terkait program IVA, dalam kaitannya dengan peran organisasiku. Nahlo, jadi susah kan. Programnya kapan, wawancaranya kapan!

Sejak pagi aku memasang kamera lengkap. Sampai nggak enak hati dengan tripodku yang agak menghalangi pandangan undangan lain. Saat masuk ke ruang utama (undangan duduk di bawah tenda yang dipasang di halaman Puskesmas Nanggulan, tempat penyelenggaraan agenda), aku ditegur Paspampres.

Diminta duduk di luar, sebab nggak enak sama wartawan, dll dsb, seperti biasanya. Lagian, sepanjang acara berlangsung, tidak memungkinkan untuk melakukan wawancara. Acara hanya berlangsung selama dua jam. Sejam pertama berisi agenda sambutan dan tetek bengek lainnya, sejam terakhir untuk telekonferensi dengan 10 kabupaten/kota lainnya.

Para VVIP langsung kembali ke mobil, bahkan sebelum keseluruhan agenda berakhir. Kapan mau wawancara ya? "Ibu Negara memang selama ini nggak mau diwawancara," kata Bu Sri--panitia OASE yang berhubungan dengan kantorku, saat gladi resik kemarin.

Baiklah.

Informasi bahwa aku mendapat undangan untuk meliput agenda ini menjadi semacam angin segar bagi kantorku. Dari pusat sana di Baltimore, mereka berharap ada setidaknya satu kali saja Bu Negara mengucapkan nama kantorku. Nyatanya, tak ada!

Ya sudah lah, ini memang penugasan yang sedikit ambisius. Sebagaimana kubilang tadi: proyeknya kapan, liputannya kapan :) Paling tidak, aku berhasil menangkap momen-men. Seperti permintaan Baltimore: Maybe the First Lady mentions *** (organisasi kami), at least you can capture the situation.

Tapi bagiku, ini bermakna mudik nyaris seminggu ditanggung rakyat Amerika :p
Atau, sebuah kesempatan bertemu (ah tidak juga, hanya melihat!) Nyonya Jokowi, setelah sebelumnya sempat diskusi bareng suaminya di Gubernuran Jakarta.

Eh, selamat Hari Kartini!

Mlekom,
AZ

Tuesday, April 14, 2015

Posted by adrianizulivan Posted on 11:11:00 PM | No comments

Domestik di Publik


P: Masa berduaan di kantor!
L: Siapa yang bilang?
P: Ada yang bilang
L: ...
P: Pegang-pegang tangan...
L: Siapa yang bilang?
P: Semua orang bilang. Banyak yang lihat. 
L: ...
P: Mereka bilang; percuma rajin solat, rajin puasa...

Obrolan P (perempuan) & L (laki-laki) yang duduk di sampingku ini terhenti, saat bus tiba di halte itu.

Obrolan domestik di ruang publik.

Gambar dari sini.

Mlekom,
AZ

Thursday, April 9, 2015

Posted by adrianizulivan Posted on 3:05:00 PM | No comments

Sik-asik!

Pekan lalu baru mendapat perpanjangan kontrak. Mungkin sudah saatnya untuk cerita tentang segala hal asyik tentang tempat kerjaku sekarang.

Keasikan pertama: Lokasi kantor.
  1. Bukan kawasan semrawut, sebab berada di daerah yang disebut-sebut sebagai Segitiga Emas Jakarta. Akibatnya, kawasan ini meski macet tetap teratur. Dilewati seluruh moda transportasi publik --KRL tentu tidak, namun ke stasiun sangat dekat dan bisa dengan angkum apapun. Ada banyak jalur alternatif; jadi kalau nunggu Trans Jakarta lama (ini tetap menjadi moda andalan, sebab tidak terkena macet) dan naik kendaraan roda empat macet, bisa pakai ojek yang hafal jalan tikus --jalan melalui komplek perumahan elite yang sama sekali tidak semrawut.
  2. Lokasi dekat dengan segala kebutuhan. Pasar tradisional --tempat umum yang paling sering kudatangi-- dekat. Beragam mal, dari yang sekelas ITC sampai yang terbesar di Jakarta, ada di dekat situ. Pasar induk juga nggak jauh --pasar induk favoritku cuma Tenabang :) Terminal gak dekat sih, tapi segala angkutan sepertinya berhenti di terminal terdekat. Ada dua stasiun yang dekat sini.
  3. Sebab lalu lintas di sekitar kantor dan tempat tinggal tidak terlalu semrawut, aku sih sudah beli sepeda. Berharap bisa bersepeda ke kantor. Jika dengan Trans Jakarta tak sampai 10 menit, mungkin mengayuh butuh lebih dari setengah jam :)
  4. Letak kantor tak jauh dari halte Trans Jakarta (ini menghemat energi kaki), dan tak jauh dari halter beragam angkum lain yang membelah kota dari segala penjuru Jakarta dan kota-kota sekitar. Nggak pernah khawatir pulang malam, sebab jalan selalu ramai.
  5. Organisasiku menyewa salah satu lantai di sebuah gedung yang terbilang baru. Gedung baru berarti masih sangat terawat. Jendelaku memamerkan pemandangan dari lantai 21, yang membuat bisa merencanakan pulang naik apa --tergantung dari pandangan mata: jalan macet atau tidak. Bonusnya, kalau malam bisa lihat lampu-lampu Jakarta. #BocahDeso
Keasyikan kedua: Lingkungan dan atmosfer kerja.
  1. Banyak pekerja Jakarta yang menempati gedung di bilangan ternama, namun memiliki hanya sedikit teritori. Teritori bernama kubikel. Aku beruntung, punya ruang 7x5 meter dengan dua meja untuk masing-masing orang dan satu telepon ekstensi yang dapat digunakan untuk telepon ke luar. Salah satu dinding ruangan berupa kaca. Kaca inilah yang menampilkan pemandangan salah satu jalan protokol Jakarta. Di ruang ini awalnya hanya berisi dua orang, aku dan supervisor. Sekarang bertiga. Nggak usah dijelasin asyiknya punya ruangan sendiri, ya!
  2. Pergaulan internasional adalah salah satu keuntungan di tempat kerjaku ini. Selain berkomunikasi dalam bahasa asing, kami juga berteman dengan orang-orang asing. Enaknya? Gak beda sih dengan organisasi lokal, hanya saja bisa memperlancar bahasa Inggris yang suka lupa kalau sering tidak digunakan.
  3. Sekitar 70% penghuni kantor adalah kaum muda usia di bawah 40 tahun. Meski begitu, single tak sebanyak jumlah jari di sebelah tangan :)
  4. Staff Meeting. Ini surga bagi anak kos sepertiku. Diadakan sebulan sekali, para emak-emak di kantor 'nyumbang' beragam makanan yang rasanya cuma enak dan enak banget!
Keasyikan ketiga: Aturan organisasi.
Seperti organisasi masyarakat publik pada umumnya; Membebaskan pegawe untuk bekerja dengan caranya sendiri. Selama pekerjaan beres.
  1. Kami memiliki jam kantor, 8-5 (tidak seperti perusahaan yang sejam lebih irit). Meski begitu, tak ada aturan baku untuk datang dan pulang on-time. Aturan itu hanya untuk memastikan pegawai bekerja selama delapan jam dalam sehari. Jika datang jam 9, ya pulang jam 6. Itu aturannya. Pada prakteknya, datanglah jam berapapun dan pulanglah jam berapapun... selama kamu bertanggung jawab menyelesaikan pekerjaan.
  2. Lagi nggak in the mood untuk duduk di belakang meja kantor? Kerja aja dari rumah. Selama itu Skype dan HP bisa dihubungin, aman dah!
  3. Kerja di hari Sabtu dan Minggu di dalam kota? Jangan harap dapat duit lembur! Peraturan sama berlaku di banyak organisasi internasional. Hanya saja, kamu bisa mengganti hari libur tersebut di hari lain. Namanya compensation leave (CL). CL ini bisa sampai 30 hari dalam setahun, jika ditambah jatah cuti jadi bisa libur berapa  lama tuh?
  4. Pakaian. Bisa pakai apa saja. You name it.
Keasyikan keempat: Fasilitas organisasi.
  1. Pulsa pascabayar unlimited! Tapi hapenya nggak dikasih, sih :p
  2. Selain gaji pokok yang jumlahnya segitu (hehehehe), kita juga dapat per diem yang untuk sekali perjalanan dinas dalam negeri bisa mencapai 1/4 pokok. Kalau pandai megang duit, jumlah ini bisa ditabung untuk masa depan. Cie, masa depan!
  3. Perjalanan dinas bisa terjadi setiap saat di enam provinsi daerah intervensi di Indonesia, di lebih dari 30 kabupaten/kota. Ini menambah daftar "I was here" milikku dengan cepat.
  4. Jika perjalanan di dalam kota, selain bisa menggunakan mobil kantor, juga bisa memakai voucher taksi (dari armada terbaik) dengan saldo unlimited. Voucher berlaku di seluruh Indonesia.
  5. Meski kelas ekonomi, perjalanan dengan pesawat menggunakan maskapai terbaik. Ini meningkatkan poin GFF dengan cepat! Jika kota yang dituju jauh dari lapangan terbang, maka menggunakan kereta api dengan kelas terbaik. Jika tak ada transportasi umum jarak jauh, disewakan mobil.
  6. Di tiap kota, dipesankan hotel terbaik. Meski yang menginap sama-sama perempuan, misalnya, tiap staf mendapat jatah satu kamar sendirian.
  7. Nah, aku belum pernah perjalanan dinas ke LN, belum bisa cerita fasilitas apa saja yang didapat. Tapi, jika agenda global diadakan di kantor Indonesia, kami mendapat fasilitas sama dengan staf dari negara lain, termasuk hitungan per diem dalam kurs USD.
  8. Asuransi ada dua: kesehatan dan jiwa. Ditambah BPJS (sesuai aturan negara yang mewajibkan ini). Tiap staf bisa berobat di RS, klinik, dan berbagai fasilitas kesehatan lain, di dalam dan LN. Asuransi ini, selain menanggung bea rawat jalan dan inap, juga memberi layanan untuk persalinan, general check-up, gigi, kacamata, vitamin dan seterusnya. Ini berlaku untuk  staf, suami/istri dan anak.
Sik-asik!
Banyak yang asyik, ada juga yang tidak asyik donk! Lain kali akan kuceritakan.

Yang pasti, dengan segala keasyikan ini, aku masih menikmati Jakarta--kota yang pernah kutolak sebagai daftar-tempat-tinggal. Setidaknya sampai enam bulan ke depan...

Gambar dari sini.

Mlekom,
AZ
  • Atribution. Powered by Blogger.
  • ngeksis

  • mata-mata