Aku yang bahasa Inggrisnya sangat terbatas ini, lebih suka nyebut mashed daripada penyet ketika menjelaskan kentang kukus yang kemudian dihancurin. Atau CC (credit card) bukan KK (kartu kredit). Juga native speaker, concern, co-pas dan masih banyak lagi. Apalagi istilah-istilah dari media sosial:
Jadi ya enggak usah heran jika banyak travel blogger yang bahasa Inggrisnya memang canggih-canggih itu, pada menggunakan kata traveling untuk bepergian. Bahkan ada istilah bahasa gado-gado seperti ngetrip yang diambil dari kata Indonesia tak baku nge- ditambah kata bahasa Inggris trip.
Papaku suka ngulang-ulang kata yang dikeluarkan Presiden SBY yang sangat suka menggunakan dwibahasa dalam satu kalimat. Ngulang-ngulangnya ngejek gitu. Dulu jaman kuis "Family 100" jadi hiburan menarik keluarga, Papa suka ngulang-ulang bahasa sok nginggris para seleb yang jadi peserta kuis. Ngulang-ngulangnya ngejek juga sih. Sebabnya begini:
Sony Tulung (presenter): Apa kegiatan Anda saat ini?
Artis (lupa siapa): Ngurus baby, masih nyanyi juga...
Papa: Memangnya nggak bisa bilang bayi aja ya?
Kantorku yang berpusat di negara berbahasa Inggris itu, selalu menggunakan kata launching untuk kegiatannya; selain mentoring, skill update, workshop, talkshow dan masih banyak lagi. Jika hanya digunakan untuk kegiatan internal, kupikir sih masih nggak masalah, seperti compensation leave, staff meeting, dll. Itu menjadi masalah (setidaknya di mataku ketika membaca spanduk, poster, dst) ketika digunakan untuk berurusan dengan masyarakat.
Iya sih aku yakin bahwa seluruh warga Indonesia yang melek internet tahu arti traveling ataupun launching, meski mereka tak pintar berbahasa Inggris. Hanya saja, jika kedua kata tersebut dimasukkan dalam tulisan berbahasa Indonesia tanpa format italic, kenikmatan membacaku seakan terusik. Memang ketika dilafalkan (oral), efeknya tak semengganggu (ini bahasa apa?) tertulis sih.
Tapi ya gegara saking semua orang tahu arti launching, banyak sekali orang yang menulisnya dengan kata misspell menjadi lounching. Sumpah, aku nggak mengada-ada.
Di sisi lain, beberapa teman secara serius menjadi polisi grammar bahasa Indonesia. Mereka 'mengutuk' orang Indonesia yang menggunakan rumus 5W+1H yang semestinya ASDIKAMBA (apa, siapa, di mana, kapan, mengapa, bagaimana; atau ada pula yang menyebutnya ADIKSIMBA)--istilah yang nggak pernah kudengar selama empat tahun belajar jurnalistik. [Trims Mbak Wiji sudah menjelaskan di tengah malam ini]
Demikian.
Mengapa kalian menulis kata pejalan dengan traveler, berjalan-jalan dengan traveling, dan peluncuran dengan launching? Serta kata berakhiran -ing -ing lainnya yang tak diserap, padahal ada padanan katanya dalam bahasa Indonesia.
Mo nanya gitu aja sih :)
Disclaimer:
Saat menulis ini, di otakku tertulis begini:
Mlekom,
AZ
- Aku malas nge-add kamu di Facebook.
- Nggak sengaja ke-delete.
- Akun aku di-folback yaaa...
- Sudah sent?
- Approve-in request pertemananku, donk!
- Info harganya aku inbox ya!
Papaku suka ngulang-ulang kata yang dikeluarkan Presiden SBY yang sangat suka menggunakan dwibahasa dalam satu kalimat. Ngulang-ngulangnya ngejek gitu. Dulu jaman kuis "Family 100" jadi hiburan menarik keluarga, Papa suka ngulang-ulang bahasa sok nginggris para seleb yang jadi peserta kuis. Ngulang-ngulangnya ngejek juga sih. Sebabnya begini:
Sony Tulung (presenter): Apa kegiatan Anda saat ini?
Artis (lupa siapa): Ngurus baby, masih nyanyi juga...
Papa: Memangnya nggak bisa bilang bayi aja ya?
Kantorku yang berpusat di negara berbahasa Inggris itu, selalu menggunakan kata launching untuk kegiatannya; selain mentoring, skill update, workshop, talkshow dan masih banyak lagi. Jika hanya digunakan untuk kegiatan internal, kupikir sih masih nggak masalah, seperti compensation leave, staff meeting, dll. Itu menjadi masalah (setidaknya di mataku ketika membaca spanduk, poster, dst) ketika digunakan untuk berurusan dengan masyarakat.
Iya sih aku yakin bahwa seluruh warga Indonesia yang melek internet tahu arti traveling ataupun launching, meski mereka tak pintar berbahasa Inggris. Hanya saja, jika kedua kata tersebut dimasukkan dalam tulisan berbahasa Indonesia tanpa format italic, kenikmatan membacaku seakan terusik. Memang ketika dilafalkan (oral), efeknya tak semengganggu (ini bahasa apa?) tertulis sih.
Tapi ya gegara saking semua orang tahu arti launching, banyak sekali orang yang menulisnya dengan kata misspell menjadi lounching. Sumpah, aku nggak mengada-ada.
Di sisi lain, beberapa teman secara serius menjadi polisi grammar bahasa Indonesia. Mereka 'mengutuk' orang Indonesia yang menggunakan rumus 5W+1H yang semestinya ASDIKAMBA (apa, siapa, di mana, kapan, mengapa, bagaimana; atau ada pula yang menyebutnya ADIKSIMBA)--istilah yang nggak pernah kudengar selama empat tahun belajar jurnalistik. [Trims Mbak Wiji sudah menjelaskan di tengah malam ini]
Demikian.
Mengapa kalian menulis kata pejalan dengan traveler, berjalan-jalan dengan traveling, dan peluncuran dengan launching? Serta kata berakhiran -ing -ing lainnya yang tak diserap, padahal ada padanan katanya dalam bahasa Indonesia.
Mo nanya gitu aja sih :)
Disclaimer:
Saat menulis ini, di otakku tertulis begini:
- Istilah travel blogger apakah boleh diganti dengan penulis blog perjalanan? Ya, sepertinya kata blog dan blogger belum ada terjemahannya.
- Istilah italic bisa diganti dengan garis miring, kan?
- Misspell bisa menjadi kata yang tidak tepat.
- Grammar menjadi tata bahasa (sumpah barusan klik translator untuk tahu terjemahan ini).
- Translator menjadi penerjemah.
- Disclaimer apa terjemahannya?
Mlekom,
AZ
0 comments:
Post a Comment