Dear All,
Berada di pertemuan tiga lempeng besar aktif yang pergerakannya mampu menghasilkan gempa menjadi salah satu alasan mengapa Indonesia termasuk dalam wilayah rawan bencana. Tak hanya itu, salah satu penanda pertemuan kedua lempeng tersebut adalah keberadaan gunungapi yang berpotensi menimbulkan berbagai bencana vulkanik. Hal itu masih ditambah lagi dengan kondisi nusantara yang dua pertiga wilayahnya merupakan lautan, sehingga gempa-gempa yang terjadi sangat potensial menimbulkan tsunami.
Sebagai warga negara yang tinggal di negeri penuh bencana ini, sepertinya akan cukup sulit untuk menemukan orang yang belum pernah merasakan bencana. Mulai dari bencana yang mengakrabi sebagian penduduk kota besar kita seperti banjir, angin ribut yang belakangan ini marak, hingga kejadian gempa bumi yang seringkali dilabeli bencana nasional.
Bayangkan apa yang dilakukan seseorang ketika ia berada di tengah bencana? Seperti kejadian gempa bumi yang berpusat di Ujung Kulon pada 16 Oktober 2009 lalu. Gempa itu turut mengguncang Jakarta, Banten dan sebagian Jawa Barat. Setelah berlarian menyelamatkan diri, masing-masing orang akan berusaha menghubungi kerabat untuk mengabarkan kondisinya. Beruntung memang, ketika gempa berkekuatan 6,4 SR tersebut tidak sampai menyebabkan putusnya jaringan informasi seperti yang jamak terjadi di daerah-daerah lain yang mengalami gempa. Hingga dapat dipastikan bahwa saat itu jaringan BTS sangat padat karena orang terus menelepon dan berkirim SMS.
Nah, ada hal baru di kejadian gempa Ujung Kulon kali ini, yaitu selain langsung memanfaatkan ponselnya untuk berkomunikasi langsung, tak sedikit orang Jakarta yang beberapa saat setelah terjadinya gempa langsung mengupdate status mereka yang menggambarkan kejadian gempa yang baru saja mereka alami di situs jejaring sosial (social networking) tempat mereka bergabung. Sampai-sampai muncul status kocak seperti "Orang Jakarta begitu gempa langsung ambil HP, update status FB", yang di-post oleh salah seorang yang saat itu juga mengalami kejadian gempa tersebut.
Dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir, masyarakat kita sering berbagi berita bencana di situs jejaring sosialnya lewat cara memperbarui status. Secara psikologis, hal ini sangat membantu orang-orang dekat yang berada dalam jarak yang tidak dekat dengan kita untuk mengetahui tentang kondisi kita. Misalnya saja, seorang adik yang berada di Yogyakarta tidak akan khawatir dengan kondisi kakaknya yang berada di Jakarta saat kejadian gempa Ujung Kulon, sebab si kakak meng-update kondisinya di status FB.
Untuk hal yang lebih luas, pemilik akun di situs jejaring sosial yang terus memperbarui statusnya di saat bencana seperti ini—tentunya jika ketersediaan jaringan komunikasi mencukupi—mampu menjadi semacam informan strategis. Posisi mereka disebut strategis, sebab berada langsung di tempat kejadian, sehingga mampu melaporkan kejadian tersebut berdasarkan apa yang mereka lihat, dengar dan rasakan secara langsung. Bahkan dalam banyak kejadian, orang-orang yang aktif di situs jejaring sosial sudah mengetahui informasi terjadinya suatu bencana di daerah tertentu, lebih cepat dibanding pengumuman resmi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan United States Geological Survey (USGS).
Tentu saja, ini menjadi salah satu alasan mengapa kemudian USGS membuat akun twitter berlabel Twitter Earthquake Detector (TED) yang bagi seluruh penghuni bumi bisa dijadikan tempat berbagi dan memperoleh informasi dengan mem-follow @usgsTED (http://www.usgs.gov/corecast/details.asp?ep=113 ). Akun ini dibuat untuk menghasilkan data gempa bumi secara real time.
Secara mudah, itulah salah satu fungsi dari situs jejaring sosial. Tentu ada berbagai fungsi dan peranan lain yang dengan atau tanpa sengaja turut membantu berjalannya arus informasi di tengah daerah bencana.
Saat ini combine.or.id sedang menyusun terbitan yang terkait tentang bencana dan pemanfaatan media. Untuk itu, kami membutuhkan cerita-cerita mengenai pengalaman empiris anda ketika mersakan betapa sebuah situs jejaring sosial sangat membantu terjalinnya komunikasi anda dengan kerabat pasca bencana. Anda bisa berpartisipasi lewat bercerita dengan alur sebagai berikut:
Salam,
AZ
Berada di pertemuan tiga lempeng besar aktif yang pergerakannya mampu menghasilkan gempa menjadi salah satu alasan mengapa Indonesia termasuk dalam wilayah rawan bencana. Tak hanya itu, salah satu penanda pertemuan kedua lempeng tersebut adalah keberadaan gunungapi yang berpotensi menimbulkan berbagai bencana vulkanik. Hal itu masih ditambah lagi dengan kondisi nusantara yang dua pertiga wilayahnya merupakan lautan, sehingga gempa-gempa yang terjadi sangat potensial menimbulkan tsunami.
Sebagai warga negara yang tinggal di negeri penuh bencana ini, sepertinya akan cukup sulit untuk menemukan orang yang belum pernah merasakan bencana. Mulai dari bencana yang mengakrabi sebagian penduduk kota besar kita seperti banjir, angin ribut yang belakangan ini marak, hingga kejadian gempa bumi yang seringkali dilabeli bencana nasional.
Bayangkan apa yang dilakukan seseorang ketika ia berada di tengah bencana? Seperti kejadian gempa bumi yang berpusat di Ujung Kulon pada 16 Oktober 2009 lalu. Gempa itu turut mengguncang Jakarta, Banten dan sebagian Jawa Barat. Setelah berlarian menyelamatkan diri, masing-masing orang akan berusaha menghubungi kerabat untuk mengabarkan kondisinya. Beruntung memang, ketika gempa berkekuatan 6,4 SR tersebut tidak sampai menyebabkan putusnya jaringan informasi seperti yang jamak terjadi di daerah-daerah lain yang mengalami gempa. Hingga dapat dipastikan bahwa saat itu jaringan BTS sangat padat karena orang terus menelepon dan berkirim SMS.
Nah, ada hal baru di kejadian gempa Ujung Kulon kali ini, yaitu selain langsung memanfaatkan ponselnya untuk berkomunikasi langsung, tak sedikit orang Jakarta yang beberapa saat setelah terjadinya gempa langsung mengupdate status mereka yang menggambarkan kejadian gempa yang baru saja mereka alami di situs jejaring sosial (social networking) tempat mereka bergabung. Sampai-sampai muncul status kocak seperti "Orang Jakarta begitu gempa langsung ambil HP, update status FB", yang di-post oleh salah seorang yang saat itu juga mengalami kejadian gempa tersebut.
Dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir, masyarakat kita sering berbagi berita bencana di situs jejaring sosialnya lewat cara memperbarui status. Secara psikologis, hal ini sangat membantu orang-orang dekat yang berada dalam jarak yang tidak dekat dengan kita untuk mengetahui tentang kondisi kita. Misalnya saja, seorang adik yang berada di Yogyakarta tidak akan khawatir dengan kondisi kakaknya yang berada di Jakarta saat kejadian gempa Ujung Kulon, sebab si kakak meng-update kondisinya di status FB.
Untuk hal yang lebih luas, pemilik akun di situs jejaring sosial yang terus memperbarui statusnya di saat bencana seperti ini—tentunya jika ketersediaan jaringan komunikasi mencukupi—mampu menjadi semacam informan strategis. Posisi mereka disebut strategis, sebab berada langsung di tempat kejadian, sehingga mampu melaporkan kejadian tersebut berdasarkan apa yang mereka lihat, dengar dan rasakan secara langsung. Bahkan dalam banyak kejadian, orang-orang yang aktif di situs jejaring sosial sudah mengetahui informasi terjadinya suatu bencana di daerah tertentu, lebih cepat dibanding pengumuman resmi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan United States Geological Survey (USGS).
Tentu saja, ini menjadi salah satu alasan mengapa kemudian USGS membuat akun twitter berlabel Twitter Earthquake Detector (TED) yang bagi seluruh penghuni bumi bisa dijadikan tempat berbagi dan memperoleh informasi dengan mem-follow @usgsTED (http://www.usgs.gov/corecast/details.asp?ep=113 ). Akun ini dibuat untuk menghasilkan data gempa bumi secara real time.
Secara mudah, itulah salah satu fungsi dari situs jejaring sosial. Tentu ada berbagai fungsi dan peranan lain yang dengan atau tanpa sengaja turut membantu berjalannya arus informasi di tengah daerah bencana.
Saat ini combine.or.id sedang menyusun terbitan yang terkait tentang bencana dan pemanfaatan media. Untuk itu, kami membutuhkan cerita-cerita mengenai pengalaman empiris anda ketika mersakan betapa sebuah situs jejaring sosial sangat membantu terjalinnya komunikasi anda dengan kerabat pasca bencana. Anda bisa berpartisipasi lewat bercerita dengan alur sebagai berikut:
- Pernahkan anda mengalami kejadian bencana alam? Atau, pernahkah kerabat Anda menjadi salah seorang yang berada di tempat kejadian bencana?
- Apakah Anda menggunakan situs jejaring sosial untuk mengirim kabar dan/atau mencari kabar seseorang?
- Bagaimana efektifitas media situs pertemanan dalam perannya sebagai penyampai berita dari/ke lokasi bencana?
Salam,
AZ
0 comments:
Post a Comment