Kasus Berat Membuat Puskesmas Plumbon Merasa Tertantang
Pada sebuah malam di bulan ketujuh kehamilannya, Nurlaila (21) merasa sakit perut. Rasa sakit ini terus berlanjut hingga pagi hari. Ibu mertua pun menganjurkan Nurlaila untuk memeriksakan kandungannya. Hari itu, 22 Maret 2016, Nurlaila diantar Joko Triyono (26) ke Puskesmas Plumbon. Pasangan ini sekaligus ingin melakukan pemeriksaan USG untuk melihat jenis kelamin bayinya.
“Saat kami periksa di Poli Kesehatan Ibu dan Anak, ternyata banyinya sudah siap dilahirkan,” jelas Ida Saidah, Bidan Koordinator Puskesmas Plumbon, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Selama ini Nurlaila memang jarang memeriksakan kandungan, hanya beberapa kali di Bidan Desa di kampungnya. Kampungnya berjarak cukup jauh dari Puskesmas Plumbon.
Nurlaila segera dipindah ke Ruang Bersalin. dr Hijrah Broztidadi, Dokter PONED yang memeriksanya, mendapati Nurlaila dengan kondisi bukaan lengkap. Maka lahirlah Silvi, dengan kondisi prematur dengan berat badan 1.700 gram. Ia hanya menangis sebentar, lalu diam. Ini merupakan tanda kesulitan bernafas pada bayi.
Bayi Silvvi segera jalani perawatan penanganan bayi baru lahir berat rendah (BLLR). Hingga dua jam kemudian, ia tetap tidak bernafas menunjukkan tanda sianosis. Sianosis merupakan gejala bronkopneumonia atau peradangan jaringan paru yang menyebabkan sesak nafas.
Bronkopneumonia menjadi salah satu penyebab terbesar tingginya angka kematian bayi baru lahir di dunia. “Tonus ototnya lemah, jadi bayi terlihat lemas,” jelas dr Hijrah. Pemeriksaan GDS pun dilakukan, dengan hasil hanya 24 mg/desiliter.
Silvi dirawat di inkubator, diberi obat melalui infus, serta dijadwalkan pemberian ASI. Keesokan harinya, berat badannya turun menjadi 1500 gram. Lalu sesuai standar, pemeriksaan GDS pun dilakukan sevara rutin. Di hari ketiga, berar badanya meningkat menjadi 1650 gram dengan GDS yang sudah normal.
Keluarga pun meminta persetujuan Puskesmas agar dapat membawa pulang Silvi. Selain inform concent, Puskesmas juga menginformasikan keluarga cara merawat Silvi. Dua pekan setelah pulang ke rumah, Silvi dibawa kembali ke Puskesmas. Kali ini ia mengalami bronkopnemoni atau sesak nafas dengan niamoni. “Kami segera lakukan stabilisasi, dan mempersiapkan proses rujukan,” jelas Ida.
Namun keluarga menolak merujuk Silvi, sebab mereka tidak memiliki BPJS dan tak mampu membayar biaya rumah sakit. Maka Puskesmas kembali berikan inform concent yang menyatakan bahwa keluarga siap dengan apapun yang terjadi kepada SIlvi setelah ditandatangani di Puskemas.
“Kami lakukan perawatan bronkopnomeni dan BBLR dengan posisi bayi di inkubator,” jelas dr Hijrah. Empat hari kemudian, berat badannya meningkat pesat menjadi 2000 gram dan stabil dari bronkopnemoni. Sebelum Nurlaila membawa bayinya pulang, sekali lagi Puskesmas melakukan konseling tentang cara perawatan bayi. Termasuk cara pemberian ASI yang benar Metode Kangguru yang menjadi protap EMAS.
EMAS atau Expanding Maternal and Neonatal Survival merupakan program yang didanai USAID untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir di Indonesia. Meningkatkan pengetahuan staf Puskesmas merupakan salah satu komponen utama yang dilakukan EMAS. EMAS mulai mendampingi Puskesmas Plumbon di tahun 2012.
“Tiap selesai memenuhi satu jadwal, saya tinggal contreng di jadwal pemberian ASI yang diberi Puskesmas,” kata Nurlaila. “Ibu Laila sangat cerdas, ia selalu mematuhi jadwal sehingga bayinya sehat,” kata dr Hijrah. Bidan Desa pun selalu memantau perkembangan Silvi. “Tiap selesai beraktivitas, saya sempatkan mengunjungi rumah pasien untuk memantau perkembangannya. Setidaknya tiga hari sekali hingga bayinya benar-benar sehat,” kata Farhatun Nufus, Bidan Desa.
Ketika berat badan bayinya mencapai 2500 gram, Farhatun mengantar Nurlaila ke Puskesmas untuk imunisasi. Saat berkunjung ke Ruang Bersalin, ia membaca sebuah poster berisi jobaid tentang penanganan BBLR. “Ternyata saat itu anak saya mau mati, ya?” tanyanya kaget pada bidan di sana. Jobaid merupakan salah satu protap EMAS, berisi informasi cara penanganan suatu komplikasi dalam persalinan dan bayi baru lahir yang akan membantu petugas Puskesmas di tempat tindakan.
Nurlaila sangat berterimakasih pada Puskesmas Plumbon yang telah menyelamatkan nyawa putrinya. Ini adalah anak pertamanya dari kehamilan ketiga, dengan dua bayi di kehamilan sebelumnya meninggal dunia setelah dilahirkan prematur.
Bagi Puskesmas Plumbon, menangani suatu kasus berat membuat tim makin semangat sebab kemampuannya tertantang. “Ketika kami berhasil menanganinya, kami bangga sebab ada satu nyawa lagi yang terselamatkan,” jelas dr Hijrah.
Gambar: Nurlaila bersama tim Puskesmas Plumbon.
Adriani Zulivan