Menikah dengan Rp 2,5 juta!
Mungkin enggak, sih?
Berapa harga perkawinan yang pernah Anda tahu? Humm, maksud saya bukan harga yang itu (karena kalo emang itu ya enggak2 aja, deh! --> emang bisa dinilai, gitu?), tapi harga rupiah yang harus dikeluarkan pengantin untuk menyelenggarakan pesta perkawinan?
Selama ini aku tahu melalui berbagai iklan penyedia jasa pesta. di dalam lift sejumlah hotel disebut 25 juta untuk 50 orang (ini hotel bintang tiga di Jogja), Rp 12.000 (sebuah katering terkenal di Jogja yang mnyediakan jasa dengan segala ketersediaan dana), Rp 32 juta (di sebuah gedung sewaan di bilangan Jakarta Pusat yang cukup untuk 100 orang), dan seterusnya.
Dari sejumlah harga itu tidak ada yang kurang dari Rp 10 juta. mungkin anda setuju. Yaiyalah, hare gineh!
Nah, hari minggu lalu keluargaku di Jogja diundang oleh seorang pekerja bangunan yang mengerjakan bangunan rumah kami (selain juga sering dipanggil untuk perbaikan/perombakan rumah dan urusan bangun-bangunan lainnya). untuk menghadiri pesta pernikahannya.
Mas Sukris, itu namanya. Keluargaku, terutama Mama, sudah sangat dekat dengan keluarga Mas Sukris: Ibunya, Kakak-kakaknya (+ ipar), dst. karena Mama sering datang ke rumahnya untuk sekadar maen (JJS) atau ada keperluan meminta bantuan Mas Sukris (karena keluarga itu tidak mempunyai telp/HP).
Nah, pesta itu sangat sederhana. tidak ada gaun pengantin khusus berupa kebaya, meski Mas Sukris tetap mengenakan jas lengkap dengan kopiah.
Begitu datang, kami disuguhi teh panas (di siang bolong --> jam 10 am) yang membuat tenggorokan makin panas meski aroma melatinya luar biasa enak. teh panas diletakkan dalam gelas bening kecil (kalau dalam ilmu ke-pantry-an disebut "gelas belimbing"). sekotak makan ringan juga menjadi suguhan pembuka: arem-arem, sosis solo, dan sebungkus kacang bawang yang semuanya dalam porsi kecil --> sosis mini, arem2 mini. tapi semua enak meski minyak penggorengnya agak enek (kata Mama karena harga minyak goreng mahal bgt sekarang). Fine, than!
Nah, rumah si mempelai berada di dalam gang kecil yang tidak cukup dilewati mobil. sehingga mempelai disambut oleh keluarga di sepanjang gang menuju rumah bak menunggu kedatangan pejabat negara untuk peresmian sebuah madrasah di desa.
kampung itu memang terletak di pedesaan kawasan Bantul. kalau belum pernah, pasti akan cukup sulit mencarinya, karena rumah-rumah di sana tidak memiliki nomor.
kecuali jalan kampung yang sudah aspal. jalan-jalannya masih pasir dan batu. di depan rumah, dan jalan-jalan gang, semua pasir-batu.
Pesta diadakan di halaman rumah orang tua Mas Sukris yang tidak seberapa luasnya. sekitar 10 meter atau kurang x 10 m (+ jalan gang kampung).
di halaman itu dipasang 4 tenda (masing-masing 5 meter). dibawahnya berjajar kursi2 lipat berwarna merah. ad apelaminan yang dibuat di teras rumah Mas Sukris. tanpa panggung, karena bangunan teras/rumah itu sudah lebih tinggi daripada halaman tempat duduk tamu.
seluruh tembok di teras itu dilingkupi dengan kain kilat berwarna biru, ditambah hiasan2 berupa bunga dan pita. pink juga mendominasi. kemudian menghadap halaman diletakkan 6 buah kursi: untuk mempelai dan orangtuanya.
tepat di depan jalan menuju rumah hingga belokan ke arah gang tempat menjemput pengantin diletakkan red carpet ala holiwud ituh.
para pekerja yang menjadi (apa namanya org2 yang sibuk alalu-lalang di pesta? sebutlah) waiter mengenakan batik seragam. waitress memakai kebaya yang juga seragam. kami menebak mereka adalah remaja masjid karena mengenakan kopiah dan jilbab.
maka segala perangkat pesta tersebut: teratak, kursi, pelaminan, gelas, dst adalah milik kampung atau masjid, atau kumpulan perwiridan, atau pengajian, atau apalah. intinya milik bersama.
tapi di kursi2 merah dan meja2 kecil di depan kami tercetak nama yang tidak kami kenal dengan tulisan "Catering" di bawah ikon-nya. maka, "Ooh, berarti sewa!".
Maka kami pun mulai bertanya-tanya: berapa ya, harga sewanya?
Aku teringat pesta seorang sahabatku, Iwien, Desember 2006. Dia adalah seorang yatim piatu. Setamat kuliah dan setelah mendapat pekerjaan dia menikah.
"Aku cuma punya segini, Bude," katanya pada saudara alm ayahnya. segini itu adalah Rp 2,5 juta.
Tahu tidak apa yang didapatnya?
- tiga pasang gaun pengantin
- make up
- pelaminan lengkap
- tenda + kursi plastik
- sesi foto profesional
- seserahan di dalam 6 keranjang
- makanan utama: prasmanan bermenu lengkap
- makanan tambahan: sejumlah gerobak --> sate, bakso, dawet, etc.
- makanan ringan: kue2 tradisional + teh + kopi + sirup
Hebat, bukan? bandingkan dengan bea yang ditawarkan di iklan2 pada umumnya.
Mungkin enggak, sih?
Berapa harga perkawinan yang pernah Anda tahu? Humm, maksud saya bukan harga yang itu (karena kalo emang itu ya enggak2 aja, deh! --> emang bisa dinilai, gitu?), tapi harga rupiah yang harus dikeluarkan pengantin untuk menyelenggarakan pesta perkawinan?
Selama ini aku tahu melalui berbagai iklan penyedia jasa pesta. di dalam lift sejumlah hotel disebut 25 juta untuk 50 orang (ini hotel bintang tiga di Jogja), Rp 12.000 (sebuah katering terkenal di Jogja yang mnyediakan jasa dengan segala ketersediaan dana), Rp 32 juta (di sebuah gedung sewaan di bilangan Jakarta Pusat yang cukup untuk 100 orang), dan seterusnya.
Dari sejumlah harga itu tidak ada yang kurang dari Rp 10 juta. mungkin anda setuju. Yaiyalah, hare gineh!
Nah, hari minggu lalu keluargaku di Jogja diundang oleh seorang pekerja bangunan yang mengerjakan bangunan rumah kami (selain juga sering dipanggil untuk perbaikan/perombakan rumah dan urusan bangun-bangunan lainnya). untuk menghadiri pesta pernikahannya.
Mas Sukris, itu namanya. Keluargaku, terutama Mama, sudah sangat dekat dengan keluarga Mas Sukris: Ibunya, Kakak-kakaknya (+ ipar), dst. karena Mama sering datang ke rumahnya untuk sekadar maen (JJS) atau ada keperluan meminta bantuan Mas Sukris (karena keluarga itu tidak mempunyai telp/HP).
Nah, pesta itu sangat sederhana. tidak ada gaun pengantin khusus berupa kebaya, meski Mas Sukris tetap mengenakan jas lengkap dengan kopiah.
Begitu datang, kami disuguhi teh panas (di siang bolong --> jam 10 am) yang membuat tenggorokan makin panas meski aroma melatinya luar biasa enak. teh panas diletakkan dalam gelas bening kecil (kalau dalam ilmu ke-pantry-an disebut "gelas belimbing"). sekotak makan ringan juga menjadi suguhan pembuka: arem-arem, sosis solo, dan sebungkus kacang bawang yang semuanya dalam porsi kecil --> sosis mini, arem2 mini. tapi semua enak meski minyak penggorengnya agak enek (kata Mama karena harga minyak goreng mahal bgt sekarang). Fine, than!
Nah, rumah si mempelai berada di dalam gang kecil yang tidak cukup dilewati mobil. sehingga mempelai disambut oleh keluarga di sepanjang gang menuju rumah bak menunggu kedatangan pejabat negara untuk peresmian sebuah madrasah di desa.
kampung itu memang terletak di pedesaan kawasan Bantul. kalau belum pernah, pasti akan cukup sulit mencarinya, karena rumah-rumah di sana tidak memiliki nomor.
kecuali jalan kampung yang sudah aspal. jalan-jalannya masih pasir dan batu. di depan rumah, dan jalan-jalan gang, semua pasir-batu.
Pesta diadakan di halaman rumah orang tua Mas Sukris yang tidak seberapa luasnya. sekitar 10 meter atau kurang x 10 m (+ jalan gang kampung).
di halaman itu dipasang 4 tenda (masing-masing 5 meter). dibawahnya berjajar kursi2 lipat berwarna merah. ad apelaminan yang dibuat di teras rumah Mas Sukris. tanpa panggung, karena bangunan teras/rumah itu sudah lebih tinggi daripada halaman tempat duduk tamu.
seluruh tembok di teras itu dilingkupi dengan kain kilat berwarna biru, ditambah hiasan2 berupa bunga dan pita. pink juga mendominasi. kemudian menghadap halaman diletakkan 6 buah kursi: untuk mempelai dan orangtuanya.
tepat di depan jalan menuju rumah hingga belokan ke arah gang tempat menjemput pengantin diletakkan red carpet ala holiwud ituh.
para pekerja yang menjadi (apa namanya org2 yang sibuk alalu-lalang di pesta? sebutlah) waiter mengenakan batik seragam. waitress memakai kebaya yang juga seragam. kami menebak mereka adalah remaja masjid karena mengenakan kopiah dan jilbab.
maka segala perangkat pesta tersebut: teratak, kursi, pelaminan, gelas, dst adalah milik kampung atau masjid, atau kumpulan perwiridan, atau pengajian, atau apalah. intinya milik bersama.
tapi di kursi2 merah dan meja2 kecil di depan kami tercetak nama yang tidak kami kenal dengan tulisan "Catering" di bawah ikon-nya. maka, "Ooh, berarti sewa!".
Maka kami pun mulai bertanya-tanya: berapa ya, harga sewanya?
Aku teringat pesta seorang sahabatku, Iwien, Desember 2006. Dia adalah seorang yatim piatu. Setamat kuliah dan setelah mendapat pekerjaan dia menikah.
"Aku cuma punya segini, Bude," katanya pada saudara alm ayahnya. segini itu adalah Rp 2,5 juta.
Tahu tidak apa yang didapatnya?
- tiga pasang gaun pengantin
- make up
- pelaminan lengkap
- tenda + kursi plastik
- sesi foto profesional
- seserahan di dalam 6 keranjang
- makanan utama: prasmanan bermenu lengkap
- makanan tambahan: sejumlah gerobak --> sate, bakso, dawet, etc.
- makanan ringan: kue2 tradisional + teh + kopi + sirup
Hebat, bukan? bandingkan dengan bea yang ditawarkan di iklan2 pada umumnya.
0 comments:
Post a Comment