Kami berpisah di bandara Lombok, September lalu. Baru hari ini dapat berkumpul dalam formasi cukup lengkap. Paling tidak, anggota Yogya terbilang lengkap. Sayang, Ko Maul dari Ternate dan Antik dari Jakarta yang sudah pada tiba di Yogya batal hadir. Meski begitu, ada Mas Pop yang datang jauh-jauh dari Lasem (yaya, meskipun dia ke Yogya untuk urusan lain, hahaha).
Beberapa hari yang lalu, kami kontak-kontakan: siapa memasak apa. Tante Rully mau masak kari dengan bumbu yang dia bawa dari Jepang. Dik Prij bikin ikan bakar. Aku masak pecel, ikan asin balado dan tempe goreng.Yang lain-lain? Suruh bantu masak aja. Kalau kebanyakan lauk, takut pengalaman dua tahun lalu terulang: mubazir.
Sejak pagi aku belanja sayur-sayuran di Pasar Gedongkuning. Kenikir dan bayam satu ikat raksasa, masing-masing hanya Rp 2.500. Kol Rp 3.000 satu kuntup sedang. Sebungkus tahu isi 6 seharga Rp 3.500. Dua lembar ikan asin Rp 6.000. Cabe ijo Rp 1.000. Cabe rawit Rp 2.000. Tomat Rp 2.000. Aku minta dibuatkan bumbu pecel ke Mama, biar nanti tinggal rebus-rebus.
Sampai di halaman pasar, ada penjual dawet. Kubeli 4 bungkus seharga Rp 10.000. Di parkiran ada penjual kerupuk gendar (nasi), sebungkus Rp 2.500. Aku sudah memesan tempe ke Pak Made, 3 paket (untuk dimasak, untuk Bulik Sinta dan Tante Rully) masing-masing Rp 5.000. Semua murah meriah.
Tempenya dijemput Mas Pop yang nginap di dekat Kantor Pak Made. Dari ambil tempe, Mas Pop bersikeras mau njemput aku (plus nangkring lama di pinggir jalan nunggu aku mandi dan dia gak tau rumahku!). Yawes, batal nebeng Mama yang mo ke arisan. Perjalanan menegangkan dengan motor dan bawaan seabrek. 20 menit kemudian, kami pun tiba di Kebondalem, rumah Bulik Sinta.
Baru ada Tante Rully dan Pontom. Duduk sebentar cipika cipiki, mereka lalu ke swalayan seberang Kebondalem, beli bahan kari. Aku masuk ke dapur. Ternyata Dik Prij sudah nyiapin ikan yang mau dipanggang.
(Foto: Bulik, kecuali kanan atas milikku) Keriuhan di dapur |
Sejam kemudian, semua sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Para co-chef sangat ligat. Pontom bantu petik dan rebus sayuran, kupas kentang, nggoreng tahu-tempe, sampe bantu aku ngulek lado untuk ikan asin. Mas Pop bantu nyalakan api untuk bakar ikan (meski akhirnya gagal dan pakai panggangan listrik), cuci piring, dan jadi tukang icip-icip.
Satu per satu mulai kelaparan. Mas Pop yang belum sarapan dipersilahkan mendahului. Aku pun ngemil tahu goreng + sambal lado. Bulik keluarkan berbagai snack-nya. Empat jam kemudian baru semua siap terhidang di atas gazebo. Penampakannya seperti di atas :)
Cape makan, ngobrol berlanjut. Ngobrolin apa sih? Suka duka kebersamaan tahun lalu lah... *hedeh*. Lagi asik ngobrol, tetiba bunyi gedebum keras. Sekali. Dua kali. Horeee, ada durian jatoh! Ya, di Kebondalem ada pohon durian. Asikkk akhirnya kesampean nyicip durian sini!
(Foto atas: Dikprij) Durian, fresh from the gedebum |
(Foto: Palik) Mas Joi, Mas Poppy, Pontom, Bulik Sinta, Mbak Adri, Dikprij, Tante Rully |
(Foto: Dikprij) Gaya kalem politisi... |
(Foto: Dikprij) Gaya mata cipit ala politisi :p |
Oleh Pontom, agenda ini dimasukin dalam #365karya di sini. Kalau ingin resep Ikan Asin Balado Cabe Ijo, kucatat di sini. Pengen punya karya gambar Bulik? Cek caranya di sini.
(Foto: Dikprij) Menikmati karya Bulik |
Reuni selanjutnya nunggu kedatangan Cak Pii dan Bu Tin ke Yogya. Juga Ucik, Mba Yenny, Pak Pun, Mbak Uut, dan teman-teman lain.
Hari menyenangkan, bersama kawan lama di tahun baru. Sekali lagi, selamat 2014!
Mlekom,
AZ
20140311
0 comments:
Post a Comment