Wednesday, October 10, 2012
Latar Belakang
Ragam pusaka (heritage) Indonesia lahir dan hidup di segala
ruang dan waktu. Baik dalam wujudnya sebagai pusaka alam (natural heritage)
maupun pusaka budaya (cultural heritage), pusaka Indonesia tidak pernah lepas dari
konteks sistem yang melingkupinya; kapan pun dan di manapun. Pusaka Indonesia yang
tersebar di seluruh Nusantara selalu dipengaruhi oleh dinamika alam dan budaya
sepanjang sejarah keberadaannya. Kedekatan antara budaya manusia Indonesia
dengan lingkungan alam yang melingkupinya memunculkan saujana-saujana pusaka
yang unik dan dinamis. Saujana bermuatan pusaka itu terbentuk di manapun ada
kehidupan, baik di kawasan perdesaan maupun perkotaan. Budaya manusia Indonesia
mencerminkan kedekatan itu, sehingga muncul budaya masyarakat agraris,
masyarakat ladang, masyarakat pesisir, dan sebagainya.
Apapun bentuk masyarakat dan budaya yang hidup di satu
ruang dan waktu, mereka kemudian melahirkan suatu konsep pembangunan peradaban.
Dalam masyarakat agraris/petani muncul konsep “pembagian/kesatuan lima”, yang di Jawa
disebuat mancapat (persekutuan antara sebuah desa dengan empat desa-desa
tetangganya yang terdekat dan letaknya kira-kira sesuai dengan keempat arah mata
angin). Sementara, dalam masyarakat ladang muncul konsep “pembagian/kesatuan
tiga”. Konsep terakhir itu di masyarakat Sunda dikenal dengan “tritangu”, di
Minang sebagai “tigo sejarangan”, dan di Batak sebagai “dalian na tolu”. Konsep
tersebut bukanlah bagian dari sebuah sistem administrasi, tetapi lebih
merupakan cermin sosial kehidupan kolektif masyarakat tersebut. Namun, prinsip
tradisional ini semakin luntur dan hilang sejak awal abad XX ketika pemerintah
Hindia Belanda memberlakukan sistem administrasi kelurahan dan kecamatan.
Dalam proses selanjutnya, sebagian kelompok berserak ke
tempat-tempat yang kemudian bernama kota.
Ciri utama masyarakat perkotaan adalah basis kehidupannya yang tak lagi
mendasarkan diri pada sektor agraris, melainkan perdagangan dan jasa. Mekanisme
pembagian peran juga muncul di perkotaan sebagai bentuk manajemen sumber daya,
yakni berbasis pada spesialisasi. Kelompok-kelompok itu biasanya kemudian
berhimpun dalam suatu kesatuan yang disebut dengan kampung. Dinamika interaksi
masyarakat kota yang tinggi menjadikan ragam
kampung yang muncul di sebuah kota
pun sangat banyak. Kelompok masyarakat yang berhimpun dalam kampung-kampung kota pun tak hanya berasal dari masyarakat desa-desa di
sekitar kota
itu, tetapi juga dari pulau lain, atau bahkan dari mancanegara. Kota pun menjadi hidup
dengan heterogenitasnya yang dinamis. Interaksi antar kelompok dari asal dan
spesialisasi kerja yang berbeda menjadi kota
tak hanya menjadi sebuah ruang, tetapi juga entitas hidup yang selalu bergerak.
Kekhasan itu kemudian membangun ciri kota yang
pada akhirnya kadang bisa berbeda antara satu kota
dengan kota
yang lain.
Dalam perkembangannya seiring perubahan Nusantara menuju Indonesia,
tentu saja ada kampung yang bertahan, ada yang hilang. Banyak persepsi maupun
asumsi atas nama modernitas, melihat kampung sebagai sesuatu yang ketinggalan
zaman, perlu ditata sedemikian rupa. Muncul juga ungkapan "kampungan"
yang berkonotasi negatif, seolah menguatkan bahwa entitas ini layak untuk
“dilenyapkan”. Padahal, kampung memiliki karakteristiknya sendiri, memiliki
sejarahnya sendiri, dan memiliki kehidupannya sendiri. Bahkan kampung adalah
pusaka bagi rakyat Indonesia.
Di kampunglah, jejak-jejak peradaban masyarakat urban Indonesia
bermula. Dalam kampung juga tersimpan banyak pengetahuan dan pengalaman
komunitas perkotaan membangun kehidupannya dari generasi ke generasi. Maka
kehilangan kampung bagi kota,
ibarat pohon kehilangan akarnya. Disinilah letak penting pelestarian keberadaan
kampung, baik lingkungan maupun budayanya.
Kota Surabaya telah tercatat pernah memiliki sebuah
program monumental yakni Kampung Improvement Program pada medio tahun 80-an.
Dengan semangat dan pendekatan yang baru, Surabaya sebagai tuan rumah Temu
Pusaka Indonesia 2012 dengan bangga mengusung tema “Pusaka Rakyat: Pelestarian
Kampung beserta Lingkungan dan Budayanya” sebagai momentum bagi kajian maupun
pelestarian kampung di Indonesia maupun di dunia pada umumnya.
Tujuan
Membangun pemahaman kepada publik pelestarian pusaka Indonesia tentang potensi pusaka yang terkandung
di dalam kampung-kampung kota
dan komunitas yang hidup di dalamnya.
Membangun jejaring pengetahuan antar kampung di Indonesia yang
melibatkan para pihak, mulai dari tingkat lokal hingga nasional untuk
memperkuat gagasan pelestarian pusaka kampung.
Menyusun peta jalan menuju rencana strategis pelestarian
kampung sebagai pusaka rakyat yang akan dilaksanakan sebagai bagian dari agenda
tindak lanjut Dasa Warsa Pelestarian Pusaka Indonesia 2003 - 2013.
Memberikan rumusan masukan strategis kepada pemangku
kepentingan di tingkat kabupaten/kota dan tingkat nasional tentang sisi penting
pelestarian kampung dan pusaka rakyat yang terkandung di dalamnya sebagai
bagian dari agenda rencana pembangunan wilayah jangka menengah dan jangka
panjang.
Mendorong inisiatif pelestarian pusaka rakyat di tingkat
regional ASEAN melalui aksi pelestarian dalam jaringan kampung kota yang berdampak pada perbaikan kualitas
hidup masyarakat perkotaan serta berkurangnya masalah lingkungan dan sosial
perkotaan.
Susunan Acara
Kamis, 18/10/2012
Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur: Jelajah Pusaka
Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur: Jelajah Pusaka
07.00 – 09.00
Perjalanan Surabaya – Trowulan
09.00 – 12.00
- Pengantar tentang Trowulan Prof. Mundardjito
- Kunjungan ke Pusat Informasi Majapahit
12.00 – 15.00
Jelajah Pusaka: Candi Tikus, Bajang Ratu, Proyek Arkeologi
Terpadu (PATI), Sentonorejo
15.00 – 17.00
- Perjalanan Trowulan – Surabaya
- Balai Kota Surabaya: Pembukaan TPI 2012 “Malam Sahabat Pusaka”
19.00 – 21.00
- Sambutan selamat datang, pembukaan, dan pidato kunci: Tri Rismaharini (Walikota Surabaya), I Gede Ardika (Ketua BPPI)
- Makan malam dan ramah tamah
- Kesenian
Jumat, 19/10/2012
Bank Indonesia Surabaya: Temu Wicara
Bank Indonesia Surabaya: Temu Wicara
09.00 – 12.00
Dialog dan Berbagi Pengalaman “Pelestarian Kampung di
Berbagai Daerah”:
- Sejarah dan Perkembangan Kampung di Indonesia
- Permasalahan Pelestarian Budaya dan Lingkungan Kampung
- Kemitraan dan Strategi Pelestarian Kampung
Moderator: I Gede Ardika, Catrini P. Kubontubuh
Pembicara: Timoticin Kwanda, Laretna T. Adishakti, Myra P. Gunawan
Peserta: Organisasi pelestarian se-Indonesia, observer,
media, akademisi, umum
13.00 – 15.00
Lanjutan Dialog
Pembicara: Masyarakat Pecinta Sejarah dan Budaya Gresik (MATASEGER),
Warga Manukan (GAMAN), dan lain-lain
Peserta: Organisasi pelestarian se-Indonesia, observer,
media, akademisi, umum
15.00 – 18.00
Temu Mitra Jaringan Pelestarian Pusaka Indonesia
Peserta: Anggota BPPI, Mitra BPPI
18.30 – 21.30
Rapat Dewan Pimpinan BPPI untuk anggota Dewan Pimpinan
BPPI (Internal)
18.30 – 22.00
Jelajah Pusaka Surabaya:
Mlaku-Mlaku nang Suroboyo untuk peserta
Sabtu, 20/10/2012
Kampung Kemasan, Gresik: Anjangsana Pusaka
Kampung Kemasan, Gresik: Anjangsana Pusaka
07.30 – 09.30
Perjalanan Surabaya – Kampung Kemasan, Gresik
09.30 – 10.30
Sambutan Bupati Gresik di Pendapa Mijil, Alun-Alun Gresik
10.30 – 14.00
Jelajah Pusaka Kampung Kemasan
14.00 – 15.00
- Perjalanan ke Kampung Manukan
- Kampung Manukan, Surabaya: Anjangsana Pusaka, Pameran, dan Diskusi
15.00 – 16.00
- Anjangsana Pusaka dan pembukaan pameran “Kampung Hijau dan Lestari”, serta bazaar
- Pembukaan pameran: Pia Alisjahbana (BPPI) dan Lurah setempat
16.00 – 17.30
Diskusi: Pelestarian Kampung beserta Lingkungan dan
Budayanya
Moderator: Eka Budianta
Pembicara: Wakil kampung di Surabaya,
Wakil kampung luar Surabaya,
Pemerintah Kota Surabaya
18.00 – 18.30
Rembug "Ikrar Surabaya 2012"
19.00 – 21.00
- Bazar Kampung “Kuliner Suroboyo” (makan malam peserta dibeli di bazaar)
- Pertunjukan Pusaka Rakyat: Musik Patrol, Remo, Ludruk Tjap Tunjungan
Minggu, 21/10/2012
Auditorium Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya
Seminar “Senarai Temu Pusaka Indonesia 2012”
Auditorium Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya
Seminar “Senarai Temu Pusaka Indonesia 2012”
09.00 – 10.30
Pidato kunci (@ 30 menit)
Pembicara kunci:
- Tri Rismaharini (Walikota Surabaya)
- Joko Widodo (Jaringan Kota Pusaka Indonesia)
- Dorodjatun Kuntjorojakti (BPPI)
10.30 – 11.30
- Paparan hasil TPI 2012 – Surabaya: Aditya Nugraha, Catrini P. Kubontubuh
- Ikrar Surabaya 2012 oleh seluruh peserta
11.30 – 12.00
Penutupan Temu Pusaka Indonesia 2012
12.00 – 13.00
- Surabaya dan sekitarnya: Jelajah pusaka tambahan/opsional, biaya ditanggung peserta. Harap hubungi contact person masing-masing paket jelajah yang diinginkan, berikut:
Jelajah Pulau Bawean
Masyarakat Pecinta Sejarah dan Budaya Gresik (MATASEGER).
CP: Bapak Noed (0859 3114 9472 |
info.grissee[at]gmail.com)
Melantjong Petjinan
Soerabaia
Komunitas Jejak Pecinan.
CP: Paulina Mayasari (0812 3047 311 | pitics[at]gmail.com)
Manic Street Walker
Perpustakaan C2O.
CP: Anitha Silvia (0856 4543 8964 |
anithasilvia[at]gmail.com)
Pendaftaran Peserta
Biaya Pendaftaran:
- Rp 750.000,00 (umum/instansi)
- Rp 300.000,00 (Anggota/Mitra BPPI; komunitas pelestari pusaka di/dari Surabaya, Gresik, Sidoarjo, dan Mojokerto)
- Rp 150.000,00 (pelajar/mahasiswa)
Biaya pendaftaran meliputi:
- Biaya pendaftaran, seminar-kit, transportasi lokal saat jelajah pusaka, konsumsi selama acara (kecuali saat Bazaar Kampung Manukan).
- Biaya pendaftaran tidak meliputi biaya akomodasi/penginapan (ditanggung setiap peserta).
Pembayaran melalui:
- Tunai, diserahkan paling lambat pada saat registrasi 18 Oktober 2012 kepada panitia
- Transfer, via rekening bank: BCA No. Rek.: 1010791339 a.n. Elendra Tri Citra Buono. Scan bukti transfer mohon di-email ke firstarizkihuda[at]gmail.com
Unduh formulir pendaftaran sebagai peserta Temu Pusaka
Indonesia 2012 - Surabaya:
- Formulir pendaftaran dalam bahasa Indonesia (667.5 Kb)
- Registration form in English (680 Kb)
- Setelah form ini diisi mohon dikirim melalui email ke: Chandra Pratama Setiawan (083830313322/085731281988, chandra.pratama[at]petra.ac.id), Sultan Firstarizki H. (0857 3306 7701, firstarizkihuda[at]gmail.com)
Partisipasi Lainnya
Mengisi pameran di Bank Indonesia & Kampung Manukan,
berupa:
- Poster kegiatan organisasi dengan tema “Pusaka Rakyat: Pelestarian Kampung beserta Lingkungan dan Budayanya” dengan format kertas A2 (dilaminating press mika)
- X-Banner atau Roll Banner organisasi/program
- Brosur organisasi/program
- Cinderamata kerajinan dari daerah masing-masing
- Merchandising
- Menuliskan pengalaman individu/instansi/organisasi pelestarian di daerah masing-masing terkait tema “Pusaka Rakyat: Pelestarian Kampung beserta Lingkungan dan Budayanya”. Tulisan agar dikirimkan melalui email ke anugraha[at]petra.ac.id sebelum 11 Oktober 2012 (kurang lebih 750 kata, bahasa Indonesia atau bahasa Inggris). Kumpulan tulisan akan diterbitkan dalam bentuk buku.
- Menuliskan profil organisasi/institusi dan informasi aktivitas pelestarian dilengkapi foto-foto pendukung agar dikirimkan melalui email ke anugraha[at]petra.ac.id sebelum 11 Oktober 2012 (kurang lebih 750 kata, bahasa Indonesia atau bahasa Inggris). Kumpulan tulisan akan diterbitkan dalam bentuk buku.
Catatan Teknis untuk
Peserta
- Peserta dari luar Surabaya diharapkan sudah check-in pada tanggal 17 Oktober 2012.
- Meeting Point bagi keberangkatan bus ke lokasi acara adalah di Balai Kota Surabaya.
- Peserta Jelajah Pusaka Trowulan (Kamis, 18 Oktober 2012) membawa pakaian khas daerah masing-masing untuk dikenakan saat Malam Sahabat Pusaka (Pembukaan Temu Pusaka Indonesia 2012). Mengingat waktu yang terbatas maka bus yang membawa seluruh peserta Jelajah Pusaka Trowulan akan langsung menuju ke lokasi acara Malam Sahabat Pusaka di Balai Kota Surabaya. Pada acara ini peserta diberi kesempatan untuk memperkenalkan diri dan organisasinya, termasuk menampilkan kesenian khas daerah masing-masing.
- Bila membutuhkan bantuan dalam mengurus akomodasi penginapan selama di Surabaya harap menghubungi Agoes Tinus Lis Indrianto (HP: 0816 535 347)
Informasi Lebih
Lanjut
- Panitia merekomendasikan beberapa pilihan hotel di Surabaya dengan diskon khusus untuk peserta Temu Pusaka Indonesia. Informasi lanjut cek di sini atau hubungi Agoes Tinus Lis Indrianto (0816 535 347).
- Unduh Proposal Kegiatan Temu Pusaka Indonesia 2012 - Surabaya (BahasaIndonesia - 3.8 Mb)
- Download TOR Indonesian Heritage Gathering 2012 - Surabaya (English - 6.4 Mb)
#
*Co-pas dari web BPPI.
Mlekom,
AZ
Saturday, October 6, 2012
Hahaha, judul ini begitu jujur. Apa adanya!
Ya begitulah. Ceritanya, bangun tidur tadi aku googling "resep mi aceh". Dengan co-pas dari berbagai sumber, maka kuputuskan untuk mencoba resep ini:
Bahan utama:
400 gr mi kuning basah
250 gr daging kambing potong kotak
3 bawang merah, blender
2 bawang putih, blender
30 gr taoge
30 gr kol
1 sdt cuka
850 cc air
3 daun salam
2 sdm kecap manis
1 bh tomat potong-potong
1 btg daun bawang, iris
1 1/2 sdt garam
3 sdm minyak goreng
Bumbu halus:
4 cabai merah
5 bawang merah
3 bawang putih
2 cm kunyit
1 bh kapulaga
¼ sdt jintan
½ sdt merica
Caranya:
- Rebus kambing dengan daun salam. Kumasukkan satu batang (entah berapa lembar, banyak) daun salam. Tak hanya daun, juga batangnya.
- Blender semua bumbu. Tumis. Masukkan kuah kaldu kambing dan dagingnya.
- Masukkan semua sayuran plus daun bawang dan tomat.
- Tambahkan mie. Aduk rata. Tambah kecap + cuka.
Malas goreng emping dan bikin acar timun-wortel-cabe-bawang, mi ini hanya kuhidangkan dengan krupuk putih yang memang ada di toples dan potongan timun.
Rasanya? Jauh dari Mie Aceh yang biasa kubeli. Malah mirip Mie Jawa, hanya beda di daging dan penggunaan bumbu kapulaga dan jintan. Entah apa bumbu rahasia di Mie Aceh yang tak hadir di masakan ini. Aku dan Oetha menduga bumbu kari. Hummm, entahlah. Eh, jangan-jangan isu "semua makanan Aceh pakai pucuk daun ganja" itu nyata, ya? Hihihi...
Satu perbedaan yang sangat terasa: Mie-nya! Mie Aceh yang gendut-gendut itu tak dijual di pasar Jogja. Maka aku menggunakan mie basah seadanya. Ya paling tidak, mie ini tetap enak dimakan. Artinya, usahaku pagi ini dengan adegan sejam ke pasar tidak sia-sia :)
Oh iya, gara-gara resep ini, aku jadi tahu:
- cara menghilangkan bau anyir di kambing. Namun saranku, masukkan daun salamnya jangan kebanyakan, sebab ini mempengaruhi aroma hingga rasa dagingnya.
- merebus daging kambing tak membutuhkan presto. Di panci biasa bisa empuk dengan merebusnya kurang dari sejam. Apakah daun salam membantu proses peng-empuk-an ini? Entahlah.
Mlekom,
AZ
Friday, October 5, 2012
Cantik banget, ya? Tapi secantik-cantiknya gaun ini, kalau aku yang pakai gak akan terlihat secantik ini. Hehehe :)
Satin dipadu lace. Lipit plisket itu samasekali tidak terlihat kuno. Yang gak nyangka, warna biru muda bisa secantik ini. What a shocking blue!
Kalau aku jadi Mbak Kate, aku gak akan pakai rancangan ini di depan umum, biar gak ditiru orang, biar aku aja yang bisa menikmati kecantikan si biru ini.
Ah itu tak mungkin. Mana pulak Putra Mahkota Kerajaan Inggris nikahin anak Batak?
Mlekom,
AZ
*Foto-foto: Google Image
Tuesday, October 2, 2012
Melihat gambar ini, dalam kondisi cuaca beberapa bulan terakhir, kalian pasti berpikir tentang musim kering. Seluruh wilayah di Provinsi DIY dan sejumlah wilayah lain Indonesia sedang menghadapi kekeringan. Rumah dan pohon ini beralamat di Desa Beji, Kecamatan Pathuk, Kabupaten Gunungkidul, Provinsi DIY. Tepatnya di seberang Kantor Desa.
Benar memang, bahwa desa ini sedang mengalami musim kering. Namun, tumbuhan meranggas bukan pemandangan musiman di Gunungkidul. Wilayah yang berdasar statistik merupakan kabupaten termiskin se-DIY ini, terletak di kawasan perbukitan kars. Ini membuat lahannya tandus, sebab tak memiliki banyak tanah subur.
Ada pertanian berupa padi dan sayur-mayur, namun tak mampu menghijaukan kawasan ini. Terlebih lagi di musim kemarau ini. Lihatlah, sejauh mata memandang, terpampang tumbuhan layu, kering, kecoklatan. Padahal, jarak antara Kodya Jogja - Pathuk hanya sekitar satu jam perjalanan.
Di musim panas ini, udara Kodya Jogja tak kalah terik dengan Kabupaten Gunungkidul. Sumur rumahku di Jogja Kota bahkan mulai mengering. Hal ini ditandai dengan pompa yang membutuhkan waktu yang lama untuk memenuhi tandon air, serta kualitas air yang --meski masih jernih-- membawa pasir dan batuan kecil hingga ke bak air. Hal ini juga terjadi di daerah lain di sekitar rumahku.
Jika Kodya Jogja saja begitu, bayangkan yang terjadi di Gunungkidul ini. Beberapa hari lalu, seorang warga Gunungkidul membatalkan keinginannya untuk bekerja, membantu keluargaku.
"Kasihan ibu saya jika harus mengambil air sendiri," katanya.
Hal ini membuatku berpikir ulang untuk membuka lebar kran air wudhu di masjid samping Kantor Desa ini. Ah, ternyata air di wilayah ini lancar jaya. Entah wilayah se-kecamatan, entah se-desa, entah pula hanya radius di dalam kompleks Kantor Desa ini. Entahlah.
Yang pasti, menurut Kades setempat, saat ini warga memang sedang merasakan dampak dari musim kering. Beliau juga mengatakan bahwa air sumur di samping masjid tak pernah kehabisan air, meski jumlahnya menyusut di kemarau ini.
Nah, jika dengan jumlah ketersediaan air memadai ini pun Kecamatan Pathuk merasakan dampak kekeringan, sulit membayangkan wilayah Gunungkidul lain yang berada jauh di plosok.
Halo warga Gunungkidul pelosok, apa kabar? Semoga kalian terus bertahan, ya!
Mlekom,
AZ
Subscribe to:
Posts (Atom)