Tiba giliranku. Salam terucap, lalu saling menyentuhkan keempat tangan kami. Hanya tangan. Lalu manten laki. Kami berpelukan, cipika cipiki. Kupegang erat bahu kanannya dengan tangan kiri. Kedua tanggannya menggenggam tangan kananku. Kuberi ucapan bahagia setulus hati. Perempuan di sebelahnya terus menyaksikan, dalam tatapan "Who the hells are you, bitch? Hey my newlywed husband, what do you think you are doing right here now?"
Antrian tak dapat menunggu, "Nanti aku hubungi," kata manten laki, saat kusesalkan betapa singkat masa tinggal mereka di kota ini.
Aku punya teman, teman sepermainan.
Di mana ada dia, selalu ada aku...
[TTM ~ Ratu]
Itu dulu. Waktu temanku masih di Yogya. Temenku ini adalah si manten laki. Kami sekelas di kursus bahasa Lembaga Indonesia Prancis, jaman aku kuliah. Dia kupanggil Simbah, karena menjadi pendengar yang sabar dan penasehat yang baik. Terutama untuk urusan pacar-pacaranku. Usinya memang belasan tahun di atasku. Tiap pacarnya kupanggil "Mbah Putri" :)
Hari ini Simbah nikah. Istrinya bukan teman sepermainan kami. Sedikit mengagetkan, setelah empat tahun usahaku menjodohkannya dengan banyak orang nirhasil. Kami terakhir ketemu 2011 lalu, eh tiba-tiba ngirim undangan.
Sekitar dua bulan lalu Simbah nanyain restoran India di Yogya. Ternyata untuk katering di pestanya. Kutanyakan siapa perempuan beruntung yang mendapatkan hatinya? Dia bilang orang baru, bukan dari lingkaran pertemanan kami. Bapaknya Simbah Putri ini asli India, jadi tema nikahannya India. Sip!
Berapa kali temanmu putus--minimal berdebat--dengan cewenya, akibat cemburu denganmu? Aku... sering. Kejadian ini, malam ini, mungkin salah satunya. Lalu aku mengutuk kesendirianku di pesta itu, sebab Simas mendadak harus ke luar kota.
Well... mariage heureux, ma chère Simbah et Mbah Putri. Kapan kita ke mana? Aku pengen ngenalin Simas dengan Mbah Putri... (sepenting itukah? Atau tentang kecemburuan itu cuma perasaanku saja? Hahaha!).
Mlekom,
AZ