Melihat gambar milik Polres Kota Yogyakarta ini, ingatanku terlempar ke 25 tahun lalu :)
Kami tinggal di perumahan yang diperuntukkan bagi pegawai kantor papaku. Berjarak sekitar setengah jam perjalanan dari sekolahku di TK Pelangi di Kutacane. Coba tunjuk tangan, berapa orang di sini yang tahu di mana Kutacane itu?
Tiap pagi aku dan anak-anak sekolah di komplek kami diantar dengan mobil kantor, begitu pula pulangnya bagi anak-anak TK & SD kelas 1-2 yang usai kelas tengah hari (anak kelas selanjutnya yang pulang lebih siang tidak dijemput).
Ini adalah hari-hari awal sekolah. Suatu hari mobil kantor tidak menjemput. Dua teman sebayaku di komplek yang bersekolah di tempat sama, pulang dengan angkutan umum. Aku enggak berani, enggak mau ikut ajakan mereka.
Lewat tengah hari, aku mulai menangis. Sendirian di sekolah, guru-guru pun sudah pergi (sekarang jadi mikir, kok bisa ya guru pulang duluan sebelum muridnya pulang?!). Tiba-tiba seorang bapak paruh baya (kalau hari ini aku bisa tebak usianya sekita 50an tahun) mengendarai sepeda motor, bertanya mengapa aku menangis.
Aku jelaskan bahwa aku tidak dijemput. Si bapak tanya, dimana rumahku. Aku cuma menggeleng dengan suara terisak, "Enggak tahu". Ketika bapak ini menunjuk "Ke sana (mengarahkan telunjuknya ke arah depan tubuhnya) atau ke sana (telunjuk mengarah belakang punggung)? Akupun dapat menunjuk arah yang benar.
Si bapak membantuku naik ke atas jok belakang sepeda motornya. Sepanjang jalan dia mengajakku berbicara, menanyakan apakah di situ rumahku, tiap kami lewati sebuah kantor. Kantor-kantor pemerintah/BUMN di kota kecil biasanya terletak satu kompleks dengan perumahan pegawainya. Rumah-rumah ini biasanya diperuntukkan sebagai tempat tinggal bagi pegawai yang bukan warga setempat. Logatku yang tidak seperti orang lokal, mungkin, yang membuat si bapak yakin bahwa aku adalah penghuni salah satu perumahan di sana.
"Itu rumahnya!" teriakku ketika sepeda motor melaju pelan melewati gerbang kompleks kami. Sedikit berputar balik, sepeda motor langsung diarahkan ke halaman di balik pagar. Aku langsung menuju ruang kerja papa. Sedikit gambaran, kantor berada di bagian depan komplek, lalu perumahan di belakangnya, ada lapangan olahraga diantara keduanya.
Papaku langsung menggendong aku, keluar menemui si bapak. Mengucapkan terima kasih dsb. Kemudian papa menggendongku ke Kede (toko menjual aneka jajanan) di samping kompleks. Papa pikir aku sudah dijemput supir kantor, sebab papa sudah melihat temanku pulang, temanku yang naik angkot tadi.
Sebagai permintaan maaf (pa, kok bisa???!), papa membiarkanku memilih jajanan apapun yang kumau. Opak asin, opak pedas & biskuit sepanjang lidi yang dicelup ke coklat encer (apa ya namanya). Tiga jajanan ini yang masih kuingat.
Kebayang ya jika peristiwa ini terjadi di jaman sekarang dan bukan di kota kecil seperti Kutacane.
Trims pada bapak pahlawan kehidupanku. Sayang aku bahkan tak tahu namamu, pak! Trims!
*dan adek di foto ini, semoga mendapat pengalaman baik sepertiku.
Mlekom,
AZ
0 comments:
Post a Comment