Friday, January 31, 2014

Posted by adrianizulivan Posted on 11:12:00 AM | No comments

Doodling SiTukangJahit




Belum genap setahun Sinta Carolina (kupanggil Bulbul) kembali menggambar. Meski awalnya tak pede, kini sketsanya hadir di mana-mana dalam bentuk beragam merchandise, seperti pin, blocknote, kaos, dan sarung bantal. Ternyata, sketsa bergenre doodle menjadi favorit para penikmat karyanya. Termasuk saya.

Aktivis food blogger yang menulis cerita tentang makanan ini, mengawali kembalinya di dunia gambar-menggambar lewat sketsa makanan. Lalu bunga/tumbuhan, binatang, alat-alat keseharian seperti kamera, dan sebagainya. Bahkan, kita bisa memesan gambar/tema yang diinginkan.

Tema jahit ini adalah blocknote kedua yang kuminta. Sebelumnya adalah tema disabilitas yang aku pesan untuk agenda Disability Day. Adikku yang hobi menyelam, memesan tema spearfishing dan vintage fashion untuk pacarnya yang membuka butik busana perempuan. Seorang teman pesepeda, memesan tema sepeda--tentu saja.

Nah, aku ingin menularkan keseruan memiliki barang-barang sesuai hobi ini. Kalau selama ini kita mengenal istilah "fashion statement", mungkin merchandise ini bisa menjadi semacam ideology/hobby statement. Inilah aku si tukang jahit. Kamu siapa? :)

Bersama sejumlah teman, kami bergabung dalam proyek #365karya. Dalam proyek ini, Bulbul menggambar berbagai sketsa. Sila cek di sini. Saat ini Bulbul dalam masa kontemplasi, sedang mencari nama yang tepat untuk karya yang makin banyak peminatnya ini. Mari tunggu gebrakan selanjutnya sambil cek produknya dan pesan di:
Doodling doodle? Let's do it, dude!

Mlekom,
AZ
Foto: Sinta Carolina
Artikel ini diterbitkan di SiTukangJahit

Saturday, January 25, 2014

Posted by adrianizulivan Posted on 9:39:00 PM | No comments

Kwetiau Goreng


Sengaja bangun pagi, biar gak keduluanan Mama siapkan sarapan. Soalnya, Mama masih gak enak badan. 

Di boks penyimpanan bahan makanan Mama ada beberapa jenis mie kering. Aku sangat suka mihun/bihun, tapi belum berani masak, takut gak enak. Maka pilihan jatuh pada kwetiau. Bingung juga bagaimana ccara melembutkan mie-nya, apakah direbus, atau disiram air panas. Ealah, ternyata cara mengolahnya ada di belakang bungkus.

Jadi, kwetiau yang kugunakan ini jenis yang kering, dijual dalam kemasan plastik seperti ini. Keluarga kami sangat suka kwetiau. Dulu selalu bawa kwetiau basah dari Jakarta, sebab di Yogya gak ada jual. Lama-lama terbiasa juga dengan kwetiau kering.

Nah, ini resep yang kucari via Google, lalu dimodif:
  • 1 genggam ayam suwir/potong dadu
  • 1 telur
  • 1 wortel, parut kasar
  • 1/2 genggam tauge
  • 2 lembar kol, iris tipis
  • 3 lembar sawi hijau, iris kasar
  • 1 batang daun bawang
  • 4 bawang merah
  • 2 bawang putih
  • 2 cabe rawit
  • 2 sdm kecap manis
  • 1 sdm ebi
  • 1 sdm kecap asin
  • garam + lada
Cara masaknya:
  • Haluskan bawang dan cabe.
  • Rebus air sampai mendidih. Masukkan kwetiau, angkat setelah lunak. Rendam dengan air dingin yang ditetesi 1 sdm minyak goreng, agar tidak lengket. Tiriskan.
  • Panaskan wajan, masukkan sedikit minyak goreng. Masukkan telur, orak-arik hingga matang. Angkat, sisihkan.
  • Masukkan 2 sdm minyak ke wajan. Tumis bumbu halus + daun bawang + ebi ayam + kecap + garam + lada.
  • Masukkan sayuran, aduk sampai matang.
  • Masukkan kwetiau, aduk rata hingga kering.
  • Sajikan.
Lumayan lah untuk percobaan pertama.

Mlekom,
AZ

Thursday, January 23, 2014

Posted by adrianizulivan Posted on 8:41:00 PM | No comments

Kentjana


 Cap: Kentjana

Ditemukan di sebuah warung soto di Desa Tembi, Imogiri, Bantul, Yogyakarta.

Mlekom,
AZ


20140514

Saturday, January 11, 2014

Posted by adrianizulivan Posted on 9:34:00 PM | No comments

Reuni Kebondalem

Diantara kami ada yang sudah lama kenal, adapula yang baru. Yang pasti, kami semua saling mengenal sejak kepanitiaan sebuah acara tahun lalu. Persahabatan ini berlanjut hingga kini.

Kami berpisah di bandara Lombok, September lalu. Baru hari ini dapat berkumpul dalam formasi cukup lengkap. Paling tidak, anggota Yogya terbilang lengkap. Sayang, Ko Maul dari Ternate dan Antik dari Jakarta yang sudah pada tiba di Yogya batal hadir. Meski begitu, ada Mas Pop yang datang jauh-jauh dari Lasem (yaya, meskipun dia ke Yogya untuk urusan lain, hahaha).

Beberapa hari yang lalu, kami kontak-kontakan: siapa memasak apa. Tante Rully mau masak kari dengan bumbu yang dia bawa dari Jepang. Dik Prij bikin ikan bakar. Aku masak pecel, ikan asin balado dan tempe goreng.Yang lain-lain? Suruh bantu masak aja. Kalau kebanyakan lauk, takut pengalaman dua tahun lalu terulang: mubazir.

Sejak pagi aku belanja sayur-sayuran di Pasar Gedongkuning. Kenikir dan bayam satu ikat raksasa, masing-masing hanya Rp 2.500. Kol Rp 3.000 satu kuntup sedang. Sebungkus tahu isi 6 seharga Rp 3.500. Dua lembar ikan asin Rp 6.000. Cabe ijo Rp 1.000. Cabe rawit Rp 2.000. Tomat Rp 2.000. Aku minta dibuatkan bumbu pecel ke Mama, biar nanti tinggal rebus-rebus.

Sampai di halaman pasar, ada penjual dawet. Kubeli 4 bungkus seharga Rp 10.000. Di parkiran ada penjual kerupuk gendar (nasi), sebungkus Rp 2.500. Aku sudah memesan tempe ke Pak Made, 3 paket (untuk dimasak, untuk Bulik Sinta dan Tante Rully) masing-masing Rp 5.000. Semua murah meriah. 

Tempenya dijemput Mas Pop yang nginap di dekat Kantor Pak Made. Dari ambil tempe, Mas Pop bersikeras mau njemput aku (plus nangkring lama di pinggir jalan nunggu aku mandi dan dia gak tau rumahku!). Yawes, batal nebeng Mama yang mo ke arisan. Perjalanan menegangkan dengan motor dan bawaan seabrek. 20 menit kemudian, kami pun tiba di Kebondalem, rumah Bulik Sinta.

Baru ada Tante Rully dan Pontom. Duduk sebentar cipika cipiki, mereka lalu ke swalayan seberang Kebondalem, beli bahan kari. Aku masuk ke dapur. Ternyata Dik Prij sudah nyiapin ikan yang mau dipanggang.
(Foto: Bulik, kecuali kanan atas milikku) Keriuhan di dapur

Sejam kemudian, semua sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Para co-chef sangat ligat. Pontom bantu petik dan rebus sayuran, kupas kentang, nggoreng tahu-tempe, sampe bantu aku ngulek lado untuk ikan asin. Mas Pop bantu nyalakan api untuk bakar ikan (meski akhirnya gagal dan pakai panggangan listrik), cuci piring, dan jadi tukang icip-icip.

Satu per satu mulai kelaparan. Mas Pop yang belum sarapan dipersilahkan mendahului. Aku pun ngemil tahu goreng + sambal lado. Bulik keluarkan berbagai snack-nya. Empat jam kemudian baru semua siap terhidang di atas gazebo. Penampakannya seperti di atas :)
Cape makan, ngobrol berlanjut. Ngobrolin apa sih? Suka duka kebersamaan tahun lalu lah... *hedeh*. Lagi asik ngobrol, tetiba bunyi gedebum keras. Sekali. Dua kali. Horeee, ada durian jatoh! Ya, di Kebondalem ada pohon durian. Asikkk akhirnya kesampean nyicip durian sini!

(Foto atas: Dikprij) Durian, fresh from the gedebum
Sebelum pada pulang, agenda utama: Foto-foto! Foto edisi tangga ini, konon memiliki filosofi persaingan. Sedangkan dua foto selanjutnya menunjukkan dua sisi manusia *apa sih*.
(Foto: Palik) Mas Joi, Mas PoppyPontom, Bulik Sinta, Mbak Adri, Dikprij, Tante Rully


(Foto: Dikprij) Gaya kalem politisi...
(Foto: Dikprij) Gaya mata cipit ala politisi :p

Oleh Pontom, agenda ini dimasukin dalam #365karya di sini. Kalau ingin resep Ikan Asin Balado Cabe Ijo, kucatat di sini. Pengen punya karya gambar Bulik? Cek caranya di sini.
(Foto: Dikprij) Menikmati karya Bulik

Reuni selanjutnya nunggu kedatangan Cak Pii dan Bu Tin ke Yogya. Juga Ucik, Mba YennyPak Pun, Mbak Uut, dan teman-teman lain.



Hari menyenangkan, bersama kawan lama di tahun baru. Sekali lagi, selamat 2014!

Mlekom,
AZ


20140311

Thursday, January 9, 2014

Posted by adrianizulivan Posted on 9:01:00 PM | No comments

Pampis Jantung Pisang


Suatu pagi, aku terbangun dan nengok luar jendela. Ada jantung pisang di halaman tetangga. Lalu minta Mama buatkan Gulai Padang yang bahan utamanya jantung pisang. Tadi pagi waktu belanja, aku menemukan jantung pisang di tukang sayur.

Mama hari ini cek up ke rumah sakit. Akhirnya aku googling resep, tertarik pada Tumis Jantung Pisang. Setelah selesai persiapan, sebelum dimasak, aku berubah pikiran. Kayanya enak nih jantung dimasak pampis ala Ternate. Bumbunya sama dengan Pampis Tongkol yang ini, namun cara kerja di bagian mengolah bahan utamanya berbeda, seperti ini:

Kupas jantung pisang sampai tersisa hanya kulit yang berwarna putih. Cuci. Iris-iris. Tambahkan garam, remas-remas sampai getahnya hilang (ini juga untuk menghilangkan pahit). Tak seperti Pampis Tongkol, jantung pisang tidak perlu dikukus. Tinggal masukkan ke dalam tumisan bumbu. Langsung hidangkan. Oh ya, aku juga tambahkan irisan kincung (kecombrang) ini.

Malam ini ada pertemuan dengan teman-teman heritage, aku bawakan masakan ini untuk dicicipi teman-teman. Mereka suka. Mamaku juga suka, sempat dikira Pampis Tongkol dan rendang :) Alhamdulillah.

Aku sih lebih suka pampis ikan. Namun, menu ini bisa dicoba. Oh iya, kata Mama jantung pisang juga enak direndang (aku belum pernah sih)!

Mlekom,
AZ

  • Atribution. Powered by Blogger.
  • ngeksis

  • mata-mata